BAB 19

1.1K 29 1
                                    

Masih dimalam yang sama. Lampu kamar Vena masih menyala. Tandanya kehidupan masih ada di sana.

Vena tidak sendiri. Selepas dijemput dari rumah Lucky. Ntah apa yang akan dia lakukan sekarang. Biru yang ia tunggu kehadirannya sudah berubah. Dan satu lagi, Athlas yang akhir-akhir ini selalu ada dihidupnya pergi tanpa kata sama sekali.

Vena sedikit kacau. Ia terdiam cukup lama. Melamun, lalu mengeluarkan air mata.

Entah sejak kapan, Rere sudah tiba di rumah Vena. Ia masih memperhatikan Vena yang sedang terduduk ditempat tidur.

"Vena." Panggilnya.

Rere yang menyaksikan hal ini langsung memeluk Vena. Menenangkannya agar tak larut dalam kesedihan yang tak diceritakan.

"Re, Gue harus gimana?" Tanya Vena lirih.

Rere melepas pelukannya. Menatap Vena, lalu berbicara tentang apa yang ia perhatikan.

"Lo suka sama Athlas?" Tanya Rere.

Vena malah mengangkat bahunya. Tidak mengerti akan perasaannya sendiri.

"Kalo menurut yang Gue lihat Lo itu nyimpen rasa sama dia. Cuma Lo nggak bisa mengatakannya karena masa lalu Lo datang lagi. Lo suka nggak kalau Athlas selalu sama Lo?"

"Gue nggak tahu. Gue nggak mau Athlas ninggalin Gue. Dan Gue juga mau Biru tetep ada." Jawab Vena.

"Jangan egois, Ven. Cowok juga punya perasaan. Kalau Lo sayang sama Athlas, besok gue anter Lo ketemu sama dia."

***

"Athlas ada disini kok,Tan."
"....."
"Masih tidur. Hp-nya low bath kayaknya, Tante. Iya nanti Jimmy sampein."
"...."
"Waalaikumsalam."

Jimmy menghela nafas. Hari ini hari libur dan Athlas kabur. Untungnya tadi malam Zilan dan Najwan menginap dirumahnya.

"Beneran nginep tuh anak di rumah pohon?" Tanya Najwan.

"Pasti dia disana lagi tiduran. Liat langit terus sok-sokan kuat gitu." Ucap Zilan.

"Heh, lu berdua kenapa nggak nyuruh dia kerumah Gue sih?"

Najwan dan Zilan saling berpandangan. Sudah jelas bahwa manusia keras kepala itu sedang butuh waktu untuk menyendiri.

"Dia butuh waktu sendiri, Jim." Jawab Zilan mantap.

"Ya udah. Kesana sekarang. Bawa bekal dari dapur. Terus kita kemping disana." Ucap Jimmy.

"Lo kok nggak simpati banget sih sama sahabat Lo sendiri. Masa iya Lo mau bahagia sendiri sih." Kekeuh Najwan.

Jimmy sedikit tersenyum licik. Ada rencana yang ia sudah rancang tanpa sengja.

"Cepet aja ke dapur. Gue mau gosok gigi dulu." Ucap Jimmy sembari pergi ke kamar mandi.

Hampir saja Najwan mengumpat. Tapi ia tahu diri untuk membuat sarapan karena makhluk dalam perutnya sudah keroncongan.

***

Di dalam mobil ini ada empat remaja seusia. Mereka saling diam dan sibuk dengan pikirannya sendiri.

Vena sedikit gusar disamping Jimmy yang sedang mengemudi.
"Ceileh, tegang banget deh kek mau ditanyain Marobuka!!" Celetuk Najwan dari arah belakang.

"Massyaaloh,Wan. Eling Kamu!" Balas Zilan.

"Lo berdua entar diem di mobil dulu." Ucap Jimmy.
"Siap komandan." Ucap keduanya serempak.
"Kalau momennya udah pas, kalian keluar bawa barang barangnya."
"Laksanakan." Ucap keduanya barengan lagi.

"Kalian kompak banget sih." Ucap Vena yang menyimak sedari tadi.

"Harus dong. Masa mau liat yang baikan nggak kompak." Ucap Zilan.

"Hiilah, kita itu emang kompak. Lo tenang aja, begitu semuanya kelar, Lo akan lebih tahu seberapa kompaknya kita-kita ini."
"Bacot Lo. Udah nyampe nih. Ingat yang gue katakan." Ucap Jimmy.

"Okee bos."

"Jim," Ucap Vena tak karuan.
"Ck, tenang aja. Lo tunggu dulu diayunan itu sementara gue keatas."

***

Athlas baru saja terbangun saat seseorang menepuknya. Dia tertidur di rumah pohon miliknya bersama keempat temannya yang lain.

"Kenapa nggak sekalian Lo loncat aja dari sini." Ucap Jimmy.

Athlas tersenyum masam,"Gue masih muda, lagian mayat jomblo itu mayat paling hina."

"Masih aja bikin ngakak. Lo tahu nggak? Gue udah bohongin bunda Lo dan bilang Lo ada di rumah gue."

"Hp gue low bath."
"Dan Lo tahu nggak? Dibawah ada yang nyariin lo?"

Athlas langsung melihat dari jendela rumah pohon. Tampak Vena sedang duduk disana dengan gemas.

"Kenapa Lo bawa dia kesini?"
"Asal Lo tahu, dia itu curhat sama Rere. Dan dia itu suka sama Lo. Dia itu nunggu Lo buat nyatain perasaannya."

Athlas terdiam. Ia menetap Vena lewat jendela lagi. Dibawah sana nampaknya ada sebuah perasaan yang sedang menunggu kepastian.

"Subuh-subuh, sebelum si Najwan sama si Zilan bangun, dia udah ngetuk pintu rumah Gue. Dia nangis dan bilang mau ketemu sama Lo.
"Lo tahukan dia harus operasi? Lucky itu temen kecilnya Vena. Lucky dapat amanat dari Om Alan, dan Gue juga dapet. Tapi gue belum melancarkan aksi Gue, karena Gue liat Lo sama dia makin deket."

Athlas masih diam. Dia hendak beranjak dan menuruni tangga.

"Bagus banget Gue dikacangin." Ucap Jimmy sumringah.

***

"Athlas."

Vena langsung berdiri dari ayunan. Dia langsung menatap Athlas.

"Kenapa disini?"
"Ketemu kamu."
"Bukannya Lucky udah ngasih Lo kenyamanan?"

Vena diam. Dia tidak ingin menjawabnya dan membuat semuanya kacau.

"Gue harus bilang ini sama Lo.
Mulai sekarang, kita nggak usah bertegur sapa lagi, kita nggak boleh ketemu lagi, dan kita nggak usah berteman."

Vena & Athlas ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang