BAB 15

1.2K 33 1
                                    

Perasaan setiap manusia akan selalu berubah. Terkadang perasaan bahagia datang dengan tiba tiba, lalu setelahnya kecewa akan datang dengan berjalannya waktu.

Selain dari itu, perasaan manusia juga harus dijaga. Terlebih lagi menjaga perasaan si doi yang sensitif.

Namun, perasaan manusia juga bisa saja membuat semuanya berubah dengan cepat. Begitupula dengan yang Vena rasakan.

Hari ini, dia merasa lebih bahagia dibandingkan hari-hari sebelumnya.
"Vena, beneran Lo ketemu sama Biru?" Tanya Zalfa.

Vena mengangguk cepat. Wajah bahagianya masih terpancar sempurna.

"Gue boleh tahu nggak Biru yang mana?" Tanya Rere.
"Gak mungkin Lo nggak tahu dia,Re." Jawab Vena.
"Maksud Lo?"
"Lo suka mainkan kerumahnya Lufi? Nah, dia tinggal disana."

Mata Rere membelalak.
"Seriusan? Lucky maksud Lo? Lo udah ingat? Lo inget Gue gak?" Tanya Rere.
"Gue gak amnesia ya, emang Lo siapa?"
"Jahat Lo. Lo itu dulu selalu main sama Lucky. Padahal dirumah itu ada Gue sama Lufi. Pernah sih kita maen berempat, tapi akhirnya Lufi sama Lucky selalu berantem." Tanya Rere.
"Bukanya Lucky itu sahabatnya Athlas?" Tanya Zalfa

Athlas, sejak dua hari yang lalu, Vena tidak mendapat kabar apa apa dari Athlas.
Vena mengangkat bahunya. Dia tidak tahu tentang Lucky dan Athlas yang bersahabat.

"Tumben banget Athlas nggak kesini? Lagi marahan Lo?" Tanya El.

"Nggak tuh. Lagian kenapa juga dia harus kesini." Ucap Vena.

"Keknya ada bau bau marahan nih,El." Ucap Rere.

"Bodo ah. Gw mau ke kantin." Ucap Vena sembari nyelonong meninggalkan kelas.

Mata Vena membelalak saat melihat Athlas yang sudah stay di depan kelasnya. Dengan cengiran khasnya, Athlas menggoda Vena.

"Mau kemana Beb?" Tanya Athlas.
"Sorry? Lo siapa ya?" Tanya Vena balik .

"Kok balik tanya sih? Marah karena kemarin Gw gak kasih kabar?"

Vena diam, hatinya berucap dengan menggerutu; 'dasar, Jimmy pasti laporan deh. Nyebelin banget.

"Kok diem? Beneran marah nih?" Tanya Athlas.
"Nggak. Minggir deh, Gue mau lewat."

Percuma saja, Athlas akan terus menghalangi jalan Vena. Meskipun Vena berusaha, tetap saja. Tidak akan bisa melewati Athlas.

"Beneran marah nih sama Gue? Ya udah maafin gue karena Gue harus jemput Veli. Kemaren dia sakit disekolah."

"Veli sakit?"
"Iya, tapi udah sekolah lagi tadi. Dia katanya punya hadiah buat Lo."
"Mana?"
"Lo disuruh kerumah."
"Gue diajak kerumah Lo lagi nih ceritanya?"

Athlas membalikkan badannya. Mulai berjalan dari sana. Rasanya Vena makin hari makin menggemaskan.
"Itu kalo Lo mau."
Vena terkekeh. Ia menyusul langkah Athlas.
"Mau kok."

*****

Pulang sekolah sudah tiba. Vena langsung menuju kelas Lufi dengan tergesa-gesa.

Dia panik bukan main. Pasalnya, kali ini dirinya mendapat dua ajakan secara bersamaan. Tadinya, ia akan meminta konsultasi pada Pelangi. Namun ia urungkan niatnya.

"Sebaiknya Lo temui Athlas aja. Lucky pasti ngerti kok."
"Beneran? Gue gak tahu harus gimana."
"Ya udah, tuh Athlas udah nungguin. Samperin gih."

Vena menatap kearah luar kelas Lufi. Athlas menunggunya dengan tersenyum.

"Udah sana. Jangan kebanyakan mikir."
Vena bangkit dari duduknya,"Titip salam buat Biru sama Om Rey."
"Iya, Gue samperin ntar. Sana, kasian dia nunggu."

Vena tersenyum, lalu ia melanjutkan langkahnya menghampiri Athlas. Masih dengan senyumnya, Athlas mengulurkan lengannya.

"Yuk pulang."
"Kok pulang? Katanya mau kerumah Lo." Tanya Vena.
Athlas tersenyum,"Maksud Gue pulang kerumah Gue."
"Ohh, tapi anter Gue dulu."
"Kemana?"
"Kerumah kita." Ucap Vena sembari tersenyum jahil.

Athlas mengacak rambut Vena dengan gemas. Kebiasaan Vena bisa membuat dirinya tidak dapat menahan getaran yang dibuat jantungnya. Dua. Hari tak berkabar ternyata membuatnya makin menggemaskan. Vena ingin ini bertahan lebih lama lagi.

Mereka mulai berjalan menuju parkiran. Tak lupa, Athlas menggenggam jemari Vena dengan sayang. Seolah tak perduli terhadap obrolan orang lain, mereka makin mesra dari hari kehari.

Motor Athlas keluar dari area sekolah. Dengan Vena dijok belakangnya. Rasanya film romantis saja kalah sama keromantisan sederhana mereka. Menikmati jalanan berdua dengan orang yang spesial itu rasanya sangat istimewa. Mungkin tak akan bisa dilupakan jika nantinya berujung ditengah jalan.

"Akhirnya kakak kesini. Veli seneng."
"Kakak kesini kalo diajak aja." Balas Vena dengan ramah.

Athlas sedang melakukan kegiatan mandi dan berganti pakaian dikamarnya. Dan Vena tengah menemani Veli dihalaman belakang.

Beralaskan tikar dan ditemani Veli tentunya. Vena duduk dengan memegang sabun untuk membuat gelembung gelembung yang Veli ciptakan.

"Kakak kalau mau kesini jangan nunggu diajak Abang. Dia itu orangnya gengsian. Kemungkinan kakak diajak kerumah paling 4/10."

"Bagus banget ngomongin Gue."
"Yah... Malah udah lagi mandinya." Ucap Veli.
"Emangnya Lo, mandi kayak semedi. Kalo udah digedor Bunda baru keluar." Balas Athlas.
"Abang gak malu apa sama Kakak cantik."
"Loh, malu kenapa?"
"Tau ah. Veli ngambil camilan dulu. Laperrr."

Veli masuk kedalam rumah dengan sengaja. Itu adalah urusan Athlas dan adiknya yang telah saling mengirim kode lewat tatapan mata sedari tadi.

Vena menyadarinya. Sangat menyadarinya.

"Sengaja banget Lo." Ucap Vena dengan tersenyum.

"Biarin." Balas Athlas dengan senyum jahilnya.

"Lo kenapa sih? Dari tadi senyum mulu."
"Pengen tahu?"
"Nggak."
"Yakin nih?"
"Apaan sih, Tha. Gue lagi nggak kepo ya."

Athlas merebut Botol sabun untuk membuat gelembung dilengan Vena. Dia mencoba membuat gelembung udara itu sebanyak mungkin.

Beberapa gelembung tersebut menyentuh wajah Vena. Sesekali Vena hanya tersenyum ketika gelembung itu pecah saat menyentuh dirinya.

"Lo tahu nggak bedanya suka sama nyaman?"
"Nggak." Jawab Vena sembari menatap Athlas yang masih Fokus pada membuat gelembung.

"Kalo suka itu kayak gelembung. Bisa hilang dalam hitungan detik."
"Terus kalo nyaman?"
"Nyaman beda lagi. Kalau nyaman bisa selalu ada. Tapi nyaman itu bisa bertambah bisa juga berkurang."
"Caranya agar nggak berkurang?" Tanya Vena

"Biar nggak berkurang, Kita ya harus Deket terus."
"Biar nambah?"
"Biar makin nyaman. Jadi nggak sekedar suka yang bisa langsung hilang. Rasa suka bisa aja hilang, Tapi nyaman nggak akan hilang kalau nggak berkurang."
"Apa sih, Tha. Pusing Gue dengernya."

****

"Bagus banget. Lo mau kasih harapan sama dia?" Tanya Lufi.

Selepas pulang sekolah, Lufi langsung pulang karena tidak ada kegiatan baik ekskul maupun tugas lainnya. Jadi Lufi segera pulang dan mendapati kembarannya yang sedang duduk didepan televisi dengan santai.

"Ngomong sama Lo tuh kayak ngomong sama angin. Kerasa tapi kayak nggak ada." Umpat Lufi karena tidak mendapat respon dari Lucky.

Lucky melempar bantal sopa dengan sengaja."Brisk bego."
"Lo yang bego. Udah tahu dia sama sahabat Lo. Dan Lo muncul ditengah tengahnya. Keren banget Abang gue ini."
"Heh, Gue cuma mau yakinin kalau dia bisa sembuh dengan melakukan operasi."
"Terus kalo semuanya udah kelar Lo bakal pergi lagi? Kalo kayak gitu, Lo emang kampret."

"Lo nggak usah khawatir. Gue udah mikirin solusi dengan semua yang akan terjadi."
"Meskipun persahabatan Lo taruhannya?"
"Persahabatan Gue harga mati. Bodo amat tentang perasaan Gue sendiri."
"Meskipun Bulan nolak Lo lagi?"
"Jangan bawa-bawa Bulan. Dia sama berartinya dengan Lo dan Mama."
"Jadi Lo mau nerima Mama lagi karena Bulan? Beneran?"
"Brisik."

Vena & Athlas ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang