Hari ini.
Jimin memiliki jadwal ke rumah sakit.
Jimin duduk di kursi roda yang didorong Sejin, masuk ke ruangan Dokter Oh, -dokter yang biasa menangani Jimin. Jimin sedikit terkejut mendapati tidak hanya satu, tapi dua dokter yang tengah menunggunya.
Dokter Oh dan Dokter Go.Dokter Go.
Jimin sudah merasa tidak nyaman dengan kehadiran wanita itu, -setelah mengetahui fakta bahwa ia adalah seorang psikiater- sejak satu bulan lalu.Jimin tidak gila. Lalu mengapa harus ada seorang psikiater yang selalu memantaunya hampir setiap kali melakukan check up dan terapi?
"Jimin-a, kau baik-baik saja?"
Tanya Sejin.Jimin pun tersadar dari lamunannya.
"A-ah, iya hyeong.""Bagaimana keadaanmu hari ini Jimin-ssi?"
"Aku merasa sehat, Dokter Oh."
Dokter Go melangkah maju. Kemudian tersenyum manis. Pembawaannya yang tenang, malah membuat Jimin waspada, namun ia tak menunjukannya.
"Selamat pagi Jimin-ssi. Kuharap kau tidak keberatan, aku ikut menemanimu pada terapi kali ini."
Jimin sedikit memaksakan senyumnya.
"Tidak masalah.".......
Sore harinya, Sejin dan Jimin bergegas pulang.
Di dalam mobil Jimin mendapati sebuah kantung plastik putih berisi obat-obatan.
Namun setelah dipikir-pikir, itu bukan obat-obatan miliknya."Ini milikmu hyeong?"
Jimin menunjuk kantong plastik putih di atas dashboard mobil.Mata Sejin sekilas membulat sempurna, ia pun terlihat gugup secara tiba-tiba.
"O-o-oh i-itu i-itu milik.. Milikku.. Ya. Milikku."Raut wajah Jimin berubah serius.
"Hyeong.. Tolong jangan menyembunyikan apapun dariku." Ucap Jimin, datar._______
Didalam salah satu apartemen salah satu member Bangtan menggigil kedinginan di balik selimut tebalnya. Demamnya tak kunjung turun sejak tadi pagi. Beberapa jadwal kegiatannya hari ini pun terpaksa di tunda.Pemuda itu menghela nafas, ketika suara bel apartemennya terdengar. Akhirnya!. Orang yang ia tunggu-tunggu datang juga. Dengan perlahan pemuda itu bangkit dari sofa yang sejak tadi menjadi alas tidurnya. Masih dengan berbalut selimut, ia berjalan gontai menuju pintu. Sedikit rasa kesal menyeruak keluar.
Kesal, karena orang di balik pintu ini telah ia tunggu lama kedatangannya.Pintu itu pun ia buka.
"Hyeong, mengapa lama sekaliiiii.."
Ia merengek dengan mata yang setengah tertutup."Kau benar-benar sakit?"
Deg!
'Jimin hyeong?'
Pemuda itu membuka matanya lebar-lebar.
Benar saja. Di hadapannya bukanlah sang manajer -orang yang sejak tadi ia tunggu, melainkan Jimin, hyeong yang sebenarnya ia hindari jika dirinya dalam kondisi tidak sehat seperti sekarang ini.Jimin menghela nafasnya sebelum melangkah masuk, dengan Sejin yang mengekorinya di belakang. Dengan susah payah, Jimin pun menuntun adiknya itu untuk duduk di sofa. Setelah cukup lama, akhirnya Jimin mendengar adiknya itu bersuara.
"Aku baik-baik saja hyeong."
Namun, Jimin seakan menulikan pendengarannya.Jimin mengambil bungkusan yang baru saja diletakkan sang manajer di meja di dekatnya. Ia pun bersusah payah untuk duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Never Walk Alone, Do I?
FanfictionBolehkah hati kecil Jimin berteriak bahwa ia kesepian? start : march 2018