Pagi itu.
Koridor ruang rawat VIP sedikit sepi, tidak banyak orang berlalu lalang.
Seseorang yang tengah duduk salah satu bangku di sana pun, masih nampak diam. Kepalanya terus menunduk, pertanda ia begitu menyesali perbuatannya, -tadi malam. Ia masih merasa bersalah pada seorang anak asuhnya yang kini terbaring belum sadarkan diri, di ruang rawat tepat di depannya.
Pria itu melepas kacamatanya, sesekali memijit pelan pangkal hidung serta pelipisnya.
"Sejin-a.. Sarapan dulu."
Sejin pun menoleh pada orang yang tanpa ia sadari sudah duduk di sampingnya.Jungho memberikan bungkusan makanan yang ia bawa pada Sejin.
Untuk sesaat hening menemani keduanya, sebelum Jungho memutuskan untuk mulai berbicara.
"Maafkan Jimin. Dia tidak bermaksud seperti itu."
Sejin mengangguk-anggukan kepalanya.
"Ya, aku tau emosinya pasti sedang labil.. Tapi kau tau aku sangat mengkhawatirkan kondisinya Jungho-ya. Dia terlalu sering menomor duakan dirinya sendiri. Dia bahkan selalu menyembunyikan rasa sakitnya dari orang lain."Jungho menepuk bahu Sejin.
"Aku tahu, Sejin. Sangat tahu. Tapi kau juga harus ingat. Kau harus lebih berhati-hati lagi dalam berbicara. Mulai saat ini kita harus bisa menghadapinya dengan kepala dingin. Jimin semakin lama semakin sensitif pada hal-hal kecil. Ia sangat mudah emosi namun juga mudah pesimis.""Aku hanya mencoba mencegahnya pergi. Tadi malam kondisinya benar-benar tak baik. Tapi dia bersikeras untuk mendatangi kantor polisi.
Pada Tengah Malam.
Sebenarnya apa yang ada di pikirannya? Apa yang akan anak itu lakukan?"
Sejin frustasi.Jungho menghembuskan nafas kasar.
"Aku juga tidak tau. Aku harap Jimin tidak akan melakukan hal yang buruk."_______
Setelah menyantap sarapan, Sejin dan Jungho memutuskan untuk mengecek kondisi Jimin.
Memasuki ruang rawat Jimin, keduanya terkejut begitu melihat 'sang pasien' sudah berganti penampilan, menggunakan pakaian yang di kenakannya semalam.
Keduanya pun menghampiri Jimin dengan langkah panjang."Jimin-a."
"Aku akan ke kantor polisi sekarang. Kumohon jangan menghalangiku lagi hyeong."
"Jimin-a, tapi kakimu-"
"Baiklah."
Sejin memotong ucapan Jungho, membuat rekannya itu sedikit terkejut.
Sejin menatap lurus pada netra Jimin.
"Kami mengizinkanmu pergi. Tapi ada syaratnya."Seketika Jimin merasa jengah.
"Hyeong-""Kau harus memakai kursi roda."
"..."
Jimin sedikit terkejut.
"Hyeong! Aku tidak-""Kau tidak punya pilihan, Jimin. Statusmu adalah pasien di sini. Jika kau tidak mau, pihak rumah sakit juga tidak akan membiarkanmu pergi dengan mudah. Tapi jika kau setuju, aku sendiri yang akan meminta izin pada dokter untuk membiarkanmu pergi sementara waktu.
Dengan begitu, tidak ada hambatan lainnya lagi. Kami juga akan ikut mengantarmu ke sana."Jimin tampak menimbang-nimbang.
Setelah itu, ia pun menyuarakan keputusannya.
"Kruk."
"Hanya jika aku menggunakan kruk. Tidak kursi roda."Baiklah, Sejin menyerah.
'Anak ini terlalu keras kepala.'_______
Seokjin, Yoongi, Hoseok dan Jungkook, tiba di depan ruang rawat Jimin. Entah mengapa langkah mereka terhenti ketika di dekat pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Never Walk Alone, Do I?
FanficBolehkah hati kecil Jimin berteriak bahwa ia kesepian? start : march 2018