Malam itu.
Jimin sudah tiba di agensinya. Lebih tepatnya di depan pintu ruangan Bang Si Hyuk. Ia menarik nafas dalam sebelum mengetuk pintu. Jimin pun masuk setelah sahutan dari dalam terdengar. Namun ketika ia mendekat, ia melihat 'Bang Pd' sedang duduk berhadapan bersama seseorang. Wanita itu, si staf agensi yang menurut Jimin, menyebalkan.
"Duduklah Jim."
"A-ah iya."
Jimin melirik wanita itu dari tempat duduknya.
"Ada apa, Jimin?"
Jimin beralih menatap Bang Si Hyuk.
"Ini soal Jin hyeong, Pd-nim."
Walau samar, Jimin dapat mendengar seseorang di sebelahnya berdecak pelan.
"Jin hyeong tidak bersalah.""Aku tahu."
"Dan seseorang tidak bisa begitu saja mengakui kesalahan yang tidak pernah ia lakukan."
Bang Si Hyuk dan staf wanita tersebut saling melempar pandang.
Setelah itu, atensi keduanya terfokus pada Jimin."Kumohon untuk tidak membuat Jin hyeong mengakui kesalahan orang lain."
Jimin beralih menatap wanita di sebelahnya.
"Jangan membuatnya terlihat buruk."Wanita tersebut menghadap ke arah Jimin.
"Semakin lama skandal ini bergulir, jadwal Bangtan yang sudah di tentukan akan jadi berantakan. Kita harus menyusun ulang semuanya dan itu bukanlah hal mudah. Belum lagi saham perusahaan yang turun setelah skandal ini terjadi. Jika dibiarkan begitu saja, hingga skandal ini reda dengan sendirinya, menurutmu akan memakan waktu berapa lama, Jimin-ssi? Kita tidak bisa terus menerus mengulur waktu.
Waktu adalah uang, kau tahu?""Jika begitu, nama baik Jin hyeong akan tercoreng." Bela Jimin.
"Sadarlah Jimin-ssi nama Kim Seokjin memang sudah tercoreng."
"Apa anda tidak berfikir-"
"Cukup!" Ucap Bang Si Hyuk tegas.
Setelahnya ia menatap Jimin lembut.
"Aku tau kau khawatir. Tapi bisakah kau mempercayakan semuanya kepada kami Jimin-a? Biarkan kami yang mencari solusi dan memutuskan apa yang terbaik untuk kalian. Kami akan berusaha keras demi kalian."Jimin menghela napas, kemudian menundukkan kepalanya.
"Kumohon jangan menyakiti hati Jin hyeong."Jimin beranjak dari tempat duduknya dan membungkuk kepada Bang Si Hyuk juga wanita di sampingnya. Ia pun melenggang keluar ruangan.
Samar, Jimin mendengar sang produser berucap.
"Kita perlu mengadakan rapat malam ini."
.
.
.
.
Jimin hendak melajukan mobilnya kembali ke apartemen ketika ponsel miliknya berdering.
"Halo.""(Jimin-a.. bisa kau menemuiku sekarang?)"
_______
Dua orang pria tengah duduk di dalam salah satu ruangan khusus di sebuah bandara. Keduanya terfokus pada laptop di hadapan mereka. Sesekali satu di antaranya mencatat beberapa kata ke dalam lembaran kertas di samping laptop tersebut."Entah apa, tapi aku merasa proyek ini masih banyak kekurangan.
Jujur saja hyeong, aku juga merasa sangat tidak siap untuk comeback kita kali ini.""Mungkin kau hanya sedang lelah Namjoon-a. Begitupun aku."
Namjoon mengusap wajahnya kasar. Perasaannya sedang gusar saat ini.
Namun hatinya menghangat kala hyeong-nya itu memegang bahunya, seakan memberi kekuatan.
"Jangan terlalu dipikirkan. Untuk sekarang fokus saja pada proyek kolaborasimu. Kita akan membicarakannya lagi setelah kau pulang dari Amerika."
.
.
.
.
Pintu ruangan yang terbuka menginterupsi perbincangan kedua lelaki itu.
"RM, we have to go now."

KAMU SEDANG MEMBACA
I Never Walk Alone, Do I?
FanfictionBolehkah hati kecil Jimin berteriak bahwa ia kesepian? start : march 2018