06

3.1K 357 38
                                    

Ruangan bernuansa putih itu terasa tenang. Hanya ada suara goresan tinta berpadu dengan suara kertas di geser kemudian di tumpuk dalam gunungan tinggi kertas lain.

Akashi memeriksa setiap dokumen dengan cermat. Kursi kulit hitamnya ditarik mendekat. Bokongnya mulai terasa panas karena telah menempel dengan kursi empuknya selama beberapa jam.

Ia berdiri sejenak. Sebagai seorang pria, wajib hukumnya menjaga kadar gula batunya. Ia tidak mau kena penyakit gula batu hanya karena terlalu lama bekerja. Takutnya servis yang diberikan kurang memuaskan, kasihan haremnya.

Pintu ruangan diketuk. Suara Midorima menginterupsi.

"Masuklah, Shintarou."

Pintu terbuka, Midorima masuk dengan membawa berkas. "Ini peta wilayah Touo yang kau minta."

Akashi mengangguk. "Bagaimana dengan prajurit baru?"

"Mereka sudah bersiap. Nanti siang mereka akan berangkat ke Pulau Yosen. Lalu saat sore mereka akan berangkat ke Touo."

Akashi kembali memeriksa data para prajurit yang akan berangkat ke Touo. Ia berharap para prajurit baru ini memang setangguh yang digosipkan.

"Apa mereka memang seperti yang digembar-gemborkan?"

"Salah satu kadet mendapat skor hampir sempurna saat penilaian, padahal dia tidak masuk sekolah militer mana pun."

Akashi kembali mengangguk. "Lanjutkan,"

Midorima membalik kertasnya, "Persiapan upacara musim panas hampir selesai. Pakaianmu sudah rampung, rencananya Kise akan mengirimkannya nanti sore."

Ah, upacara. Salah satu rutinitas yang kurang Akashi sukai. Bayangkan saja memakai pakaian tebal yang dan berat di tengah-tengah musim panas. Belum lagi haori yang dikenakannya berwarna hitam. Ia tidak bisa membayangkan betapa panasnya hari saat festival nanti.

"Lalu tinggal pendampingmu," Midorima menatap serius, "Siapa selir yang akan duduk satu kereta denganmu?"

"Aku belum memikirkannya." jawab Akashi. Sudah menjadi tradisi bagi para raja untuk berkeliling di ibu kota saat hari festival. Dengan kereta terbuka tak beratap keluarga kerajaan akan menyapa masyarakat. Semacam parade yang jadi awal dimulainya festival yang diadakan di ibu kota Rakuzan.

Dan masalahnya, Akashi tidak punya ratu. Ia tetap membiarkan kursi di sebelahnya kosong selama lima tahun belakangan ini. Alhasil ia terpaksa membawa selirnya untuk duduk bersama di atas kereta.

Lima kali festival, sudah kelima selirnya pula dia ajak duduk bersama saat festival. Kini sang raja tengah dirundung bingung. Galau harus memilih siapa.

Otaknya sudah memikirkan satu nama. Dan jika dia bersedia, maka image Akashi yang dikenal adil dalam memperlakukan selir akan tetap terjaga. Tapi Akashi juga tahu, dia pasti akan menolak mentah-mentah.

Kuroko Tetsuya tidak akan semudah itu diajak berparade bersamanya.

"Kurasa ini memang keputusan yang berat, apalagi dengan kehadiran Pangeran Seiya."

Ia tidak bisa lebih setuju lagi. Seiya selalu membuat parade mendebarkan bagi para selir. Iblis kecil itu selalu berhasil membuat para selirnya kesal karena keisengannya.

Blue OracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang