Jangan-jangan nasihat orang tua itu benar : bahagia adalah pilihan.
Kitalah yang memilih mau bahagia atau tidak.-Tere Liye-
*
"Sei-kun!"Katanya, kalau kau berada di ambang kehidupan dan kematian, kau bisa melihat kilas balik kehidupanmu. Barangkali, ini akhir hidupnya? Entahlah, Akashi tak bisa menebak. Sama halnya dengan tindakan Nash yang lebih memilih menembaknya, alih-alih menyerah dengan damai. Mengapa pula ia tidak membunuh musuhnya. Kalau saja ia mau mengayunkan pedang, hal ini tidak akan terjadi.
Akashi menoleh ke arah sang musuh, netra itu memancarkan sorot yang tidak bisa ia deskripsikan. Apa itu? Takut? Bersalah? Menyesal? Atau kepuasan? Akashi tidak tahu, karena berikutnya ia ambruk ke tanah.
Rasa panas menggerogoti badannya. Ngilu itu begitu terasa, bercampur perih yang mendera tanpa akhir. Hanya teriakan Aomine yang masih membuat matanya terbuka. Ia tampak begitu panik, bahkan, kalau ia tidak salah lihat, ada air mata yang menggenang di pelupuk mata.
Ah, teman bodohnya. Untuk apa menangisi kemenangan? Apa Aomine begitu terharu?
"Akashi!" panggilnya berulang. Akashi ingin bilang berhenti bicara, namun bibirnya kaku, tak mau bergerak. "Bertahanlah!"
Suara di sekitarnya terdengar sayup-sayup. Sama halnya ketika ia menutup daun telinganya ketika kecil, untuk menghindari segala bisik yang sering didengar lewat tembok kamarnya. Penglihatan mulai mengabur. Gawat, apa Akashi mendadak minus macam Midorima? Kelopak matanya seolah mulai lelah untuk tetap membuka, mereka perlahan menutup. Berbagai kilas balik berjejal di otaknya, seperti film yang diputar secara acak. Potongan-potongan peristiwa yang paling bermakna dalam hidupnya kembali diputar.
Namun yang paling lama hanya ingatan tentang satu orang saja. Bahkan dengan kesadaran yang semakin menguap, ia masih bisa mendengar suara yang memanggilnya. Begitu jelas, seolah dibisikkan tepat di telinga.
"Sei-kun, jangan mati. Jangan tinggalkan aku."
*
Blue Oracle
By : InaKuroko no Basuke
Disclaimer to Fujimaki TadatoshiWarning : Shounen-ai, typo(s), OC, OOC
Saya tidak mengambil keuntungan dari fanfiction ini
Dalam chapter ini banyak kesalahan yang bertebaran, baik itu typos atau kesalahan lain. Bantu saya koreksi ya 😉
Selamat membaca~
***
Kuroko selalu suka festival musim panas. Rumah penduduk dihias pita beraneka warna. Bendera kerajaan di pasang di tiap sudut, menghias toko dan sepanjang jalan. Selama sehari, suara gitar dipetik dengan gembira. Tawa anak kecil bercampur dengan lagu rakyat ceria. Para gadis dan laki-laki memakai pakaian terbaik. Mereka akan berkumpul di aula tua. Menunggu para pemain teater memainkan lakon yang sudah dihafal penduduk desa. Saat malam hari, mereka akan berkumpul di jalan. Menanti kehadiran keluarga kerajaan yang akan menuju kuil di lembah Seirin. Lalu, setelah semua selesai, pesta yang sebenarnya baru dimulai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Oracle
Hayran KurguKuroko Tetsuya adalah pemuda usia tujuh belas. Status : peramal kerajaan. Catatan lain : jangan ada yang tahu identitas sebenarnya. Namun sayangnya, Kuroko lebih memilih langkah berani. Yang membuatnya memilih keputusan untuk membongkar identitasn...