09

2.8K 332 45
                                    

"Kuroko-kun itu yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal saat agresi."

Tubuh mungil itu berbaring dalam damai. Ia terbungkus selimut tipis, menutup sebatas dagu. Di atas kasur tipis tua, ia tetap tampak menawan. Meskipun rambutnya kini mencuat, seperti membentuk tanduk. Akashi mengelusnya.

"Sejak usia sepuluh tahun ia dirawat pamannya. Keluarga Mayuzumi, Anda pernah dengar? Mereka yang merawat Kuroko-kun sampai usia lima belas."

Akashi duduk di samping ranjang. Mengamati wajah terpejam dalam mimpi. Ia lega untuk alasan yang tak diketahuinya. Mungkin karena pemuda itu sudah tidak bergetar takut lagi.

"Aku jadi ingat pertemuan pertamaku dengannya."

Tangan yang lebih mungil digenggam. Diletakkannya dalam dada.

"Dulu dia sangat dingin. Seperti mayat hidup. Pandangan matanya sangat kosong. Dia hanya mau bicara pada Chihiro-kun—sepupunya. Ya, aku maklum."

Di tengah malam, kedua insan mencipta syahdu. Untuk dia yang tersayang. Untuk dia yang hilang akal.

"Kata Chihiro-kun, Kuroko-kun mengalami trauma. Orang tuanya di bunuh tepat di depan mata."

Janji tak terucap terukir. Mengisi malam sunyi hakiki. Untuk dia yang ingin dilindunginya, bagi dia yang jadi kesatria.

"Aku akan melindungimu Tetsuya. Aku janji."

***

Blue Oracle
By : ina

Kuroko no Basuke
Disclaimer to Fujimaki Tadadoshi

Pairing : Akakuro

Warning : Shounen-ai, typo(s)
OC, OOC

Saya tidak mengambil keuntungan dari fanfiction ini.

Note: kritik dan saran saya harapkan. Jangan ragu komentar tentang kesalahan saya dalam menulis.

Selamat membaca!

***

Derit pintu tua menciptakan ngilu di telinga. Ruangan penginapan dengan perabot seadanya kini diisi tiga orang. Akashi yang duduk di samping ranjang. Aomine berdiri di sampingnya. Dengan sandera tepat di hadapan mereka—duduk di kursi tua dengan tangan kaki terikat.

Seto memperlihatkan wajah tenang. Lukanya kini sudah di perban, berkat belas kasih Kuroko.

"Jadi," Akashi berbicara tenang, setenang malam sebelum badai. "Apa yang dikatakan Nash?"

Hening.

Seto diam. Menatap lurus ke depan, seolah tak terjadi apa pun. Barangkali berusaha tuli ketika mendengar nada berbahaya Akashi.

"Kutanya sekali lagi," satu langkah diambil. Menyusul langkah berikutnya. Tangan itu kembali menjambak surai hitam. Menyampaikan rasa pedih di kulit kepala. Akashi menarik kepalanya kasar, kedua manik mata bertemu. Merah dengan hitam. Berbahaya dan ketenangan.

Blue OracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang