14

2.3K 307 55
                                    

Kuroko benci lari. Nafasnya selalu menjadi tak beraturan. Dada terasa panas. Keringat mengucur deras. Kaki pegal minta rehat. Tapi hal itu tidak bisa ia lakukan. Kemungkinan mustahil dengan sekumpulan pria marah yang mengejarnya dengan senjata tajam di tangan.

Harus diakui, dirinya memang terkenal. Begitu dipuja Akashi, disayang Chihiro nii-san, dijaga Aomine, pujaan hati Momoi Satsuki, juga disukai Seiya. Bahkan sampai Nash dan pengikutnya. Dosakah menjadi imut dan lugu?

Terima kasih pada cahaya bulan purnama yang membantunya mengambil langkah seribu tanpa harus tersandung sesuatu. Sialan juga padanya, karena hal itu pasukan Nash yang marah semakin mudah menemukan dirinya berlari.

"Tunggu!" teriak salah satu dari mereka.

Bodoh, pikirnya. Seberapa kerasnya para penjahat berteriak 'berhenti' atau 'tunggu' tak akan ada sandera yang akan berhenti dan sukarela menyerahkan diri. Yang ada malah nafsu untuk melarikan diri yang semakin besar.

Tubuhnya yang kecil memang memudahkan saat berlari. Para pria besar itu terbukti tertinggal cukup jauh di belakang. Saat melirik ke belakang, mereka kelihatan sangat marah padanya. Kuroko dan ketidakpekaannya hanya membatin.

Memang apa yang ia lakukan sampai mereka semarah itu?

Kuroko kan hanya melindungi diri sendiri. Dia hanya mencakar wajah Nash sampai merah, lalu memberi hadiah perpisahan kecupan sayang dari kaki yang diberi tekanan maksimal.

"KUROKO TETSUYA!" Jason berteriak seolah tak terima dengan pemikirannya.

"AKAN KUJADIKAN KAU MAKANAN BUAYA KALAU SAMPAI TERTANGKAP!"

Kuroko berdecak. Sungguh pria-pria bodoh. Mana mau dirinya terjebak dengan mereka lagi? Demi semua yang bisa ia sumpahi, Kuroko akan kabur. Tak peduli meski harus memanjat tembok cina sekalipun. Ditambah ancaman pula? Sungguh dungu. Bukannya rela ditangkap, justru niat untuk kabur makin terbakar. Mana mau dirinya yang masih muda dan sehat dijadikan makanan buaya. Cita-cita saja masih jadi harapan.

Matanya berbinar tatkala menangkap pemandangan jalan setapak yang tadi ia lewati. Dirinya berhasil sampai ke pemukiman penduduk. Sinyal manis juga dikirim melalui asap yang keluar lewat cerobong. Ia dapat melihat sekumpulan rumah yang terdapat di samping jalan berbatu. Tuhan memberkati! Kuroko bisa lolos.

Sebelum otaknya dapat membayangkan kumpulan penduduk desa yang akan menolongnya dari kejaran, sebuah tangan asing menahan bahunya. Ia berada di sana dengan begitu tiba-tiba. Satu tangan yang terulur menghentikan pelarian ini. Kuroko hampir terjatuh ke belakang kalau saja tubuhnya tidak ditopang.

Orang asing itu menyusupkan tangannya di pinggangnya. Tangan yang lain ia gunakan untuk menahan kepalanya. Membuat pose mereka seakan sedang berdansa. Mata Kuroko berusaha ia fokuskan untuk melihat siapa yang telah menangkapnya. Namun yang ia bisa ia tangkap hanya hitam yang membayangi karena pria asing itu-dapat ia kenali dari rambutnya yang pendek-berdiri membelakangi posisi cahaya.

"Siapa-"

"Ssshh..." sebuah jari telunjuk menempel di bibirnya yang basah. Pria itu mencondongkan tubuh, berbisik tepat di telinga. "Ini aku, Tetsuya."

Merinding. Reaksi yang selalu ia rasakan tiap kali suara rendah itu berbisik di telinga. Suara itu selalu membuatnya bergetar, menjadikan tubuhnya melemas dengan begitu alami.

Ia menariknya ke balik semak belukar. Tak berselang lama, para pria pengejarnya bermunculan. Kuroko menengang. Dalam keremangan cahaya bulan, Akashi mengawasi. Tangan sang pria tak jauh dari kedua telinganya. Kedua lutut dijadikan tumpuan, membuat batas agar dua manusia tak menempel.

Namun dari sisi mana pun, yang terlihat adalah seorang pria merah yang sedang menyerang seorang pemuda. Di bawah kungkungannya, Kuroko gugup untuk alasan yang mana. Karena para penjahat yang sedang tampak berpencar mencarinya atau Akashi yang semakin merendahkan tubuh.

Blue OracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang