16.5

3K 313 64
                                    

Menolak pesona itu sulit.

Berkali mereka berjumpa, namun Kuroko masih merasa dada sesak ketika melihat pria itu mendekat.

Apalagi ketika dia tersenyum dan menggengam jemarinya.

Sulit sekali mengendalikan detak jantung, kau tahu.

***

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Chapter ini saya dedikasikan untuk semua pembaca setia yang telah meluangkan waktu membaca ceita abal-abal ini.

Terima kasih dan selamat membaca

Kritik dan saran saya tunggu

***

Hangat. Dekat. Panas.

Kalau saja Kuroko tidak melakukan kesalahan fatal—lupa mengangkat jemuran—ia tidak akan terjebak dalam situasi ini. Di dalam selimut, ia gelisah. Nafas diatur sepelan mungkin.

Seharusnya ia tidur. Tapi tubuhnya tidak bisa diajak kerja sama. Bunyi decit ranjang tertangkap jelas. Bahkan selimut yang tertarik sedikit saja—membangkitkan detak jantung. Meski mata terpejam, Kuroko tidak pernah merasa tenang.

Membuka sejenak kemudian menutup matanya. Kuroko tidak tidur. Bagaimana bisa ia tidur dengan detak jantung yang berpacu gila-gilaan. Tiap gesekan selimut membuatnya bergelinjang tak nyaman—semuanya ia tahan. Hela nafas hampir tak terdengar. Hanya bunyi serangga yang meramaikan malam.

Malam keduanya. Ya, keduanya.

Akashi dan Kuroko tidur seranjang. Saling membelakangi dengan guling di tengah membatasi. Keduanya sepakat tidak berbicara. Saling mendiamkan—membiarkan keheningan menghilangkan kesadaran mereka.

Kenyataannya, tak ada yang bisa tidur. Kuroko sadar itu. Akashi tahu itu.

Tidak bergerak bukan berarti tenang. Itu hanya kamuflase agar semuanya tampak baik-baik saja.

Tidak dengan Akashi yang ada di belakangnya. Berbagi ranjang yang sama. Selimut yang sama. Melewati malam seolah tak terjadi apa-apa. Memang tidak terjadi apa-apa, namun Kuroko tetap merasa paranoid. Berbagai pikiran negatif menyerbu benak. Tentu itu semua hanya persepsi yang tidak ada bukti. Nihil realisasi, karena Akashi masih berdiam diri.

"Tetsuya."

Bulu kuduk Kuroko meremang. Ia menoleh. Akashi menghadapnya. Kedua manik menatap. Gawatnya, telapak tangan Kuroko terasa basah. Dia gugup.

"Ya?"

"Aku tidak bisa tidur."

"Aku juga."

Keduanya saling menatap. Kini telapak kaki Kuroko yang terasa dingin—bahkan basah.

"Mari melakukan sesuatu yang bisa membuat kita tidur." Ucap Akashi. Nadanya lebih rendah, berbeda dari biasa.

Kuroko membayangkan apa yang dikatakan Akashi. Beginilah keadaan otaknya, otomatis membayangkan apa yang dikatakan lawan bicara. Sekarang ia malah membayangkan yang tidak-tidak—adegan panas yang ada dalam buku fiksi dewasa, misalnya.

Blue OracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang