•Part Twenty Four•

835 31 1
                                    

"Ya cukup sekian perkenalannya dari saya. Sudah bel pulang sekolah jadi kelas dibubarkan. Selamat siang anak-anak" pamit guru terakhir sambil melenggang pergi.

Setelah guru terakhir yang pengenalan dan sedikit bercerita kini kelas telah bubar. Untuk hari pertama sekolah bagi Beatriz tidak terlalu buruk. Malah lebih ke menyenangkan karena untuk minggu pertama dipakai untuk pengenalan guru-guru dan lainnya.

Darrel berniat berjalan ke meja Beatriz namun tiba-tiba seseorang meneleponnya.

"Halo?"

"....."

"Oke oke lo dimana sekarang? Gue... gue kesana sekarang. Oke?"

Darrel pun dengan panik menutup teleponnya dan berjalan ke arah Beatriz yang sudah memakai tasnya.

"Be maaf gue harus pergi gue kayanya ga bisa nganterin lo balik ga apa-apa kan? Soalnya tadi temen gue nelepon kalo dia lagi sakit dan dia pengen gue kesana karena dirumahnya ga ada yang ngurus," jelas Darrel. Beatriz sedikit kecewa namun juga ada rasa iba.

"O-oh iya iya ga apa-apa kok Rel. Udah lo pulang aja, gue bisa sendiri kok atau ga gue sama Bryan. Gws ya buat temen lo" ucap Beatriz dengan fake smile-nya. Darrel pun mengangguk sambil tersenyum dan segera berlari menuju mobilnya.

Apa sebegitu pentingnya teman-nya sampai-sampai Darrel harus berlarian? Ah sudahlah ia tidak boleh berpikiran negatif. Lebih baik ia memesan taksi untuk pulang karena ia tahu kalau Bryan akan pergi jalan bersama Lissa.

Terik matahari membuat air dari kulit kepala Beatriz turun, bahkan kini dirinya bisa dibilang sudah bau matahari karena terus menunggu taksi ataupun angkutan umum yang lewat. Setiap ada taksi atau angkutan umum pasti selalu penuh dan resikonya adalah ia harus menunggu.

Ia melihat jam di ponselnya. Sudah pukul setengah 3 sore. Bahkan perutnya kini sangatlah lapar. Ternyata benar, hari pertama sekolah tidak seindah yang ia pikirkan. Tiba-tiba sebuah motor berhenti di depannya. Motor hitam itu ia seperti mengenalnya, ia pernah melihat motor itu tapi dimana?

Pengemudi motor itu membuka helm-nya.

"Eh maaf, tau sekolah SMA Taruna Bangsa ga? Udah telat ga sih ini?"

Beatriz hanya mengernyitkan dahinya,

"Maaf gue dari sekolah itu. Ada apa ya?" Tanyanya.

"Ooohh lo dari sekolah itu. Lo ngapain disitu? Kenapa ga sekolah? Entar telat loh!"

Cowok aneh, batin Beatriz.

"Eh ini udah jam setengah 3 sore kali mana ada sekolah baru masuk jam segini. Lo anak baru?"

Cowok itu pun mengangguk-angguk. Pantas saja, apakah dirumahnya tidak ada jam? Tidak tahukah ia ini sudah jam berapa?

"Dateng aja lagi besok. Jam 7 pagi harus udah sampai sekolah kalo engga mau dihukum. TAKSI!!" Pekik Beatriz. Taksi kosong pun berhenti di depan halte. Untung saja ada jadi ia kini bisa pulang. Semestinya ia sudah pulang satu jam yang lalu tapi karena tak ada angkutan umum yang selalu penuh jadi ia harus menunggu dan akhirnya penantiannya telah selesai.

Sebelum masuk ke dalam taksi, Beatriz berhenti di ambang pintu. Cowok itu dan Beatriz saling bertatapan, namun tak mau lama-lama Beatriz langsung masuk ke dalam mobil. Taksi pun melaju melewati cowok itu. Tanpa disadari senyuman terukir di sudut bibir cowok tersebut.

💥

Beatriz kini harus bermacet-macetan di jalan. Padahal baru pukul 3 sore tapi kenapa sudah macet lagi? Karena bosan ia jadi mendengarkan lagu lewat headset-nya. Ia menyetel lagu I like me better dari Lauv. Entah kenapa ia sangat suka dengan liriknya.

Finesse (1) {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang