•Part Thirty• Ulang-baca lagi

661 23 0
                                    

Hi guys, jadi gua mau ulang lagi part 30nya soalnya menurut gua masih kurang seru aja gitu. Tadinya mau post part 31 cmn pas baca2lagi konflikny kurang tegang jadinya di delete part 30 yg sebelumnya diganti sama yg ini. Soo gua gamau banyak omong hope you guys like it, keep calm and keep read😊

💥

Darrel POV

Gue kini berada di perpustakaan. Entah kenapa enak aja gitu tempatnya, enak buat tidur maksudnya hahaha.

Tiba-tiba notif ponsel pun masuk. Gue segera membukanya dan melihat pesan dari siapakah itu.

Anto
Bos, ternyata Gladis pakai pelet buat bikin bos mau sama dia. Saya punya buktinya kalau Gladis memberikan uang kepada seorang dukun.

Lalu Darrel pun membuka video yang sudah dikirimkan oleh Anto--orang kepercayaannya Darrel. Saat melihat video itu, ia tidak percaya apa yang sudah dilihatnya. Benar saja kalau Gladis sudah memberikan segepok uang kepada seorang dukun, astaga.

Gladis benar-benar keterlaluan. Ia pun segera menghubungi Gladis, menunggunya sampai nada berubah menjadi suara.

"Halo?"

"Enyah aja lo dari muka bumi ini Glad. Gue tau semua kebusukan lo, sampai lo berusaha ngedeketin gue lagi apalagi pakai pelet, lo mati di tangan gue." Ucap Darrel dengan dingin dengan tatapan tajamnya, lalu ia menutup teleponnya dan mematikan ponselnya. Untung saja ini sudah memasuki jam akhir-akhir pulang sekolah jadi perpustakaan sepi.

Setelah itu ia menarik nafasnya selama tiga kali dan mulai menidurkan dirinya dengan posisi tangannya yang ia taruh di atas meja dan kepalanya yang ia taruh di atas tangannya menghadap bagian atas meja.

Semilir angin menerpa rambutnya Darrel, sampai tiba-tiba gue merasakan kalau ada yang memegang gue.

Gue buka mata gue dan ternyata itu adalah Beatriz. Mau apa dia?

"Hah! Mau apa lo?!"

Terlihat Beatriz sedikit terkejut, tapi tiba-tiba wajahnya berubah kembali menjadi datar.

"Luka lo harus diobatin, kalo ga diobatin nanti infeksi. Lo ga mau kan anak-anak satu sekolah kena virus gara-gara lo?" Ucapnya datar dan dingin. Gue hanya diam membisu.

Dia pun mulai mengambil kapas dan obat betadine dan memoleskannya beberapa kali di muka gue yang luka dan memar. Beberapa kali gue mengaduh, melihat wajahnya yang terlihat sabar menghadapi gue bener-bener ga bisa lagi gue sembunyiin senyuman geli gue. Saat dia ngambilin hansaplast, gue pun mengeluarkan senyuman gue tanpa dia tahu, sampai akhirnya dia kembali menengok ke arah gue sambil membuka hansaplast.

Dia memakaikan hansaplast di bagian pipi atas gue. Setelah melihat kalau muka gue sudah diobati sama dia, dia pun menutup kotak P3K, mengambil novelnya yang berada di atas meja lalu pergi tanpa mau mendengar ucapan terima kasih dari gue.

Tubuh gue membeku, rasanya ingin memeluk, membawanya dalam dekapan gue tapi...

Kenapa rasanya berat?

Tanpa gue sadari, tiba-tiba tubuh gue bangkit dan ngejar Beatriz. Sampai akhirnya gue ngelihat dia lagi jalan di tengah lapangan dan langsung aja gu lari dan memberhentikan langkahnya dengan gue yang mencekal tangannya. Nafas gue yang terengah-engah,

"Haah, haah, gue... gue..."

Beatriz membalikkan tubuhnya menghadap gue, menatap gue entah dengan tatapan yang sulit gue artikan.

"Darrel lepasin"

"Ngga! Tangan ini ga akan pernah gue lepasin! Gue sayang sama lo Be!" Pekik gue. 

Finesse (1) {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang