Beatriz POV
Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Kini yang biasanya gue diantar pulang jemput oleh Darrel tak lagi untuk sekarang. Yah kalian tahu lah pastinya apa yang terjadi sama kita beberapa hari yang lalu. Yup, menyakitkan gais, banget, parah. Bahkan sampai sekarang jujur aja gue susah banget buat moveon dari Darrel, lagi, dan untuk kedua kalinya gue berhasil kena perangkapnya dia.
Haah, bodohnya gue ya? Bego banget. Gue bego karena cinta sampai-sampai gue lupa kalo kita makan pasti selalu ada bill-nya dan gue gatau harus bayar bill itu pakai apa. Mungkin itu ibaratnya cinta. Kalian pasti ngerti kan maksud gue apa? Oke kalo ga ngerti tanya sama yang lain biar ga ribet.
Perlahan gue masuk ke dalam perpus yang udah sepi. Yaah, kampus sekolah gue emang lumayan gede juga terus ada beberapa meja dan tempat duduk buat murid baca juga ada komputer yang udah difasilitasi dari sekolah jadi kita bisa nambah wawasan. Eh gila padahal gue kesini cuma mau minjem novel doang nambah wawasan juga kaga hahahaha.
Gue berjalan ke arah jendela dan melihat betapa indahnya suasana. Gue suka sunset. Entah kenapa gue lebih suka aja sama sunset daripada sunrise. Menurut gue lebih romantis aja gitu.
Sampai gue lihat sosok cowok yang sedang tertidur dengan buku yang menutupi bagian kepala dan wajahnya. Baju cowok itu berantakan entah bagaimana, lengannya yang kekar, dia tampak familiar bagi gue. Dan juga, gue kayanya tau siapa dia tapi gue ga pasti. Menurut gue dia adalah Rian. Soalnya tangan Rian gede juga, rambutnya suka berantakan, juga pakaiannya sering lusuh.
Perlahan gue ambil buku yang menutupi seluruh bagian kepalanya dan betapa terkejutnya gue kalau itu bukan Rian melainkan Darrel. Apa yang dia lakuin disini? Ga biasanya loh seorang Darrel pergi ke perpus cuma buat numpang tidur apalagi belajar, bukan Darrel banget asal kalian tahu aja.
Gue lihat wajahnya yang lumayan memar-memar dan ada benjolan warna biru juga ungu, di sudut bibirnya ada luka juga di dekat alisnya. Apa yang terjadi dengannya?
Tunggu tunggu! Kenapa gue jadi perhatian gini? Bukannya dia bilang kalo kita... ah bodo amat. Bagaimanapun dia tetep manusia dan harus gue tolongin. Gue pun segera ambil kotak P3K yang berada dekat meja guru perpus lalu kembali ke tempat Darrel. Gue pun duduk di sebelahnya dan mulai mengambil obat-obatan untuk mengobati wajahnya.
Gue ambil air minum dan sapu tangan gue yang masih bersih gue basahin lalu gue mulai untuk bersihij lukanya terlebih dahulu. Saat gue lahi bersihin lukanya, tiba-tiba mata Darrel terbuka.
"Hah! Mau apa lo?!"
Gue terkejut untuk sekilas, tapi ekspresi gue tetep datar dan dingin.
"Luka lo harus diobatin, kalo ga diobatin nanti infeksi. Lo ga mau kan anak-anak satu sekolah kena virus gara-gara lo?" Ucap gue datar tanpa mau menatap Darrel. Dia diam saja saat gue ngomong gitu.
Setelah itu gue ambil kapas juga obat infeksinya, mulai gue usap-usap di bagian yang memar dan berwarna. Beberapa kali dia mengaduh tapi gue tetep diem. Padahal gue udah sabar loh ngobatinnya, parah malah.
Sampai akhirnya tahap terakhir gue pakein hansaplast di pipi bagian atasnya. Gue tau selama gue ngobatin dia, dia selalu liatin gue. Entah maksud tatapan itu apa gue juga ga ngerti sama sekali.
Gue pun menutup kotak P3K, mengambil novel yang berada di meja lalu pergi tanpa mau mendengar ucapan terima kasih darinya karena rasa benci gue ke dia terlanjur menguasai diri gue sendiri.
Kini gue berjalan di tengah lapangan. Ya, gue emang suka pulang lewat jalur cepat yaitu lapangan. Masih banyak siswa maupun siswi yang masih disekolah. Ada juga yang baru bubar ekskul. Untung aja masih banyak soalnya gue takut kalau disekolah jalan sendiri tuh suka nyeremin gitu hawanya.
Gue pun berjalan sambil memainkan ponsel gue tapi tiba-tiba tangan gue dicekal sampai gue berhenti di tengah jalan. Gue ngebalik dan ternyata dihadapan gue sekarang adalah Darrel dengan wajah ngos-ngosan juga penampilannya yang semakin berantakan semakin harinya.
"Haah, haah, gue... gue..."
"Darrel lepasin"
"Ngga! Tangan ini ga akan pernah gue lepasin! Gue sayang sama lo Be!"
Gue terdiam. Is this a joke?
"Gue sayang sama lo Be dan gue minta maaf soal waktu itu. Gue cinta sama lo Be, gue cinta sama lo. Lo, lo--"
Gue tertawa kecil juga sinis.
"Sayang? Cinta? Darrel, lo sadar ga sih? Semua rasa itu, udah mati buat lo. DAN PENYEBAB RASA MATI ITU ADALAH LO SENDIRI DARREL WILLIAM!! GAK ADA RASA CINTA LAGI BUAT LO DI HATI GUE! GAK ADA KATA KITA LAGI DIANTARA LO SAMA GUE!!" Suaraku yang awalnya memelan tiba-tiba meledak begitu saja. Rasa amarahku tak bisa kutahan lagi.
"LO PIKIR GUE GA SAKIT SAAT TERNYATA LO TUNJUKKIN DIRI LO YANG SEBENARNYA?! HAH?! GUE DENGAN BODOHNYA MASUK LAGI KE DALAM PERANGKAP LO!! Dan begonya, gue.mulai percaya.sama.lo." ucapku dengan penegasan di akhir kata. Air mataku sudah tak bisa kutahan lagi.
"Apa ga ada rasa yang tersisa buat gue? Walau hanya sedikit?" Lirihnya.
Gue kembali tertawa sinis, "gak ada Rel. Gue bukan cewek gampangan yang nerima cowok yang udah nyakitin gue 2 KALI!! Gue udah bilang kalau RASA CINTA GUE BUAT LO ITU UDAH MATI DAN LO YANG BIKIN RASA ITU MATI!!" Pekik gue tak tahan lagi. Gue tahu kalau sekarang kita lagi jadi divideoin, diomongin dan diliatin, but idgaf, gue langsung melepas cekalan gue dan pergi dari tempat itu.
Sumpah gue ga bisa berenti nangis sekarang entah kenapa. Hati gue sakit setelah ngomong begitu ke Darrel. Kenapa gue ngerasa bersalah? Gue ngelakuin hal yang benar bukan? Gue begitu biar dia sadar dengan apa yang dia lakukan. Gue begitu biar dia ga gituin juga ke cewek lain. Walau gue tau gue harus korbanin perasaan dan batin gue seengganya rasa amarah dan benci gue ke Darrel kini sudah terbayar lunas langsung ke orangnya sendiri.
Tapi, saat gue tatap mata itu entah kenapa disana tersirat kalau dia ingin menjelaskan sesuatu yang bener-bener harus gue tahu dan memang dia pengen gue tahu tentang sesuatu itu. Tapi apa? Persetan dengan semua itu. Rasa sedih gue masih melanda. Entah kapan ini akan berakhir, air mata gue ga bisa berhenti turun dari kedua mata gue.
Kini perasaan gue kaya nano-nano. Udah campur aduk, mulai dari tenang, marah, sedih, benci, dendam, semua campur aduk yang menghasilkan air mata gue yang ga bisa berhenti turun. Gue cuma butuh satu, gue butuh bahu seseorang yang siap disamping gue. Yang rela dijadiin tempat tangisan buat gue.
Sampai Rian datang dan memeluk gue. Yup, gue tahu kita baru kenal beberapa hari tapi dia baik sama gue. Tanpa mau membalas pelukannya Rian gue menangis dalam dekapannya yang hangat.
💥
Hai guys, kayanya gue bakalan cepetin ke endingnya deh. Soalnya cape kebanyakan konflik tuh bikin ga mood buat nulis terus ditambah lagi klo pengen bkin story yg lain kan ribet lagi makanya pengen dicepetin aja ke endingnya. Tapiii bakalan makin seru kok soalnya bakalan ada something nih hahaha. Penasaran? Keep reading, okay?😉
Sooo guys, don't forget to comment and vote. Salam dari author terterter😎✌
@tunanganmanurios ⬅follow akun ini thancu💕💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Finesse (1) {Completed}
Teen Fiction••Sequel Lost Stars•• Kemahiran membuat seseorang tertarik berkunjung. Darrel William berhasil memikat hati seorang Beatriz Nottingham. Dengan bodohnya Beatriz masuk ke dalam perangkapnya. Tapi seiring berjalannya waktu rasa itu ada dihati Darrel. ...
