•Part Twelve•

1.2K 34 0
                                        

"Be, gue kan duduk sama Randy. Si Lauren sama Dilan, Amel sama Babams lo sama Darrel aja ya? Lagian yang buat bertiga abis apalagi yang satu lo keliatan jomblo banget. Si Dyto beda pesawat sama lo, jadi gimana?"

Beatriz tampak bimbang,

"Darrel! Lo duduk sama--"

"Beatriz aja, iya ga apa-apa kok. Ikhlas banget gue"

Darrel memberikan kode terima kasih kepada Tasya. Tasya hanya mengangguk sambil pergi. Darrel membantu Beatriz yang kesusahan menaruh tas-nya di bagasi.

"Sini gue bantu," ucap Darrel sambil mengambil tas-nya dan menaruhnya dibagasi. Beatriz menatap Darrel,

"Makasih" ucapnya singkat dan langsung duduk di bangku. Ia duduk disebelah kaca pesawat sementara Darrel disebelahnya.

Ia menatap langit diluar masih gelap tanpa adanya mentari sama sekali. Mungkin memang masih subuh jadi belum ada matahari jadinya gelap. Beatriz pun mematikan lampunya dan segera memakai sabuk pengaman.

Beatriz merasakan ada yang memainkan jemari-jemarinya dan perlahan menggenggamnya. Itu adalah Darrel. Jantungnya kembali berdegup kencang karena ulah pria yang satu ini.

"Ngapain?" tanya Beatriz pelan,

"Pengen pegang aja, kenapa emang?" Darrel balik bertanya. Beatriz hanya diam, ia suka jantungnya berdegup kencang seperti ini karenanya.

Tidak lama Beatriz pun tertidur. Kepalanya menyender pada bahu Darrel. Darrel sendiri tak merasa pegal sama sekali, ia justru merasa senang. Hatinya rasanya ingin meloncat-loncat. Ia ingin selalu seperti ini, selamanya. Namun karena itu tak mungkin ia tidak mungkin akan melewatkan momen ini.

Darrel pun memfoto dirinya bersama dengan Beatriz yang sedang tertidur dengan wajah polos dan cantiknya bak bidadari. Setelah itu ia pun juga ikut tertidur.

Setelah 2 jam dipesawat, kini mereka telah tiba di bandara Halim Perdana Kusumah. Beatriz dan Bryan dijemput oleh supirnya yaitu pa Hendrik. Beatriz merasa kesal karena abangnya itu tidak masuk-masuk kedalam mobil.

Kini Beatriz telah membaringkan dirinya di kasur. Capek, lelah, ngantuk, dan... senang. Tiba-tiba pintu kamarnya pun terbuka, menampakan sosok wanita paruh baya masuk sambil membawa boneka teddy bear besar dan bunga mawar.

"Bi Rani, dari siapa tuh bi?"

Bi Rani menggidikkan kedua bahunya dan memberikannya pada Beatriz.

"Tadi ada yang dateng gak tau siapa neng. Terus bilangnya buat eneng sih, katanya kasihin aja buat eneng. Terus pas bibi nanya dia siapa dia cuma senyum-senyum ganteng gitu neng. Eh eta mah meni kacida kasep pisan lah neng. Kelepek-kelepek bibi oge" dan keluarlah logat sunda bi Rani yang membuat Beatriz geleng-geleng kepala.

"Ges atuh bi, jangan liatin cogan mulu. Bi Rani mending bikinin aku minuman yang seger soalnya aku haus banget nih bi"

Bi Rani pun menegakkan badannya dan hormat pada Beatriz, "siap gerak!" ucap bi Rani sambil melenggang pergi. Beatriz hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.

Matanya kembali menatap bunga yang kini dipegangnya. Ia melihat ada sebuah kertas yang terlipat diantara bunga-bunga itu. Beatriz membuka surat itu dan melihat kata-kata yang romantis didalam surat itu.

Tersenyumlah disaat kau mengingatku, karena saat itu aku sangat merindukanmu

-D❤

D? Masa sih Darrel? Gamungkin kan, dia cuma anggap gue mainan doang dan dia ga akan pernah ngasih kaya ginian ke cewek. Ke mantan-mantannya aja gak pernah ngasih bunga setangkai apalagi kaya gini. Apa jangan-jangan Dyto? Kalo Dyto sih pasti secara dia baik sama cewek, romantis juga. Gue pernah liat dia sama kakak kelas waktu itu jalan ngasih bunga entah maksudnya apa memberi kakak kelas itu bunga. Yup, ini pasti dari Dyto. Ya ampun romantis banget sih, batin Beatriz sambil tersenyum melihat bunga dan bonekanya. Ia pun memeluk keduanya sambil teriak kegirangan.

Finesse (1) {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang