•Part Thirty One•

660 31 0
                                    

"Darrel?"

Ucap seorang gadis memanggil namanya.

"Astaga Darrel! Lo, lo, lo kenapa bisa begini? Lo mabok?" Tanyanya khawatir. Darrel pun tertawa-tawa seperti orang gila.

"Kenapa gue ketemu lo disaat situasi kaya begini? Duh gimana ya?" Gumamnya sambil berpikir. Darrel pun menunjuk-nunjuk gadis itu.

"Um! Bebe jahat! Bebe bikin Rerel nangis! Bebe bikin Rerel sakit hati! Dia jahat! Bebe jahat! Rerel sayang Bebe! Tapi Bebe benci Rerel!" Tiba-tiba Darrel pun menangis. Gadis itu pun mendekat ke arah Darrel dan berjongkok.

"Duh jangan nangis dong!"

"Bebe jahat!"

"Darrel ih"

"Bodo! Bebe jahat!"

"Darrel udah ah"

"Darrel sayang Bebe, tapi kenapa Bebe ga sayang Rerel?"

Gadis itu terdiam. Dia terenyuh dengan ucapan Darrel.

"Kenapa Bebe ga mau dengerin penjelasan Rerel? Rerel sayang sama Bebe, Rerel pengen jelasin semuanya ke Bebe tapi kenapa Bebe ga mau dengerin sedikit aja penjelasan Rerel? Bahkan Bebe bilang kalau hati Bebe mati karena Rerel. Rerel ga bisa liat Bebe nangis, apalagi nangis karena Rerel sendiri yang bikin Bebe nangis. Rerel sedih kalo liat Bebe nangis. Ternyata Rerel sadar, kalau selama ini Bebe nangis itu semua karena Rerel. Iya kan?!"

Gadis yang di depan Darrel pun menangis, ia menggeleng-gelengkan kepalanya saat Darrel menyentuh kedua pipinya.

"Ngga Darrel, itu semua ga bener. Itu salah."

"Ngga! Itu semua bener! Bebe nangis karena Rerel! Rerel emang ga pantas dicintai siapapun! Rerel bakalan pergi ninggalin Bebe selamanya biar Bebe hidup bahagia, Rerel bakal--" tiba-tiba gadis itu pun memeluk Darrel dengan erat.

Namun beberapa saat kemudian, ia melepas pelukannya dan melihat kalau Darrel kini sudah terlelap. Gadis itu pun tersenyum geli dengan air mata kristalnya yang masih belum ia seka.

Ia pun memindahkan Darrel dengan cara tangannya Darrel yang ia rangkul lalu tubuhnya yang ia coba untuk bangunkan dan membawanya ke kursi sebelah pengemudinya. Walau berat tapi ia tetap berusaha sekuatnya sampai akhirnya Darrel kini berada di kursi sebelah pengemudi.

Lalu ia pun berlari memutari mobil tersebut lewat depan dan masuk ke bagian pengemudinya. Gadis itu pun mulai menyalakan mobil tersebut dan membawanya ke rumahnya.

Sesampainya dirumah, gadis itu memanggil seseorang untuk membantunya membawa Darrel.

"BRYAN!! BANTUIN GUE!!" Pekik Beatriz dari luar rumah.

Bryan yang habis jalan-jalan bersama Lissa --pacarnya-- baru saja mau membuka pintu rumahnya namun tiba-tiba ia mendengar seseorang memanggil namanya.

"Eh? Be? Kok lo? Itu siapa?"

Bryan pun segera berlari ke arah gerbang dan membantu Beatriz untuk mengangkat Darrel.

"Astatang, lo nemu ni anak dimana?"

"Tadi gue nemu dia... di jalanan... udahlah nanti aja ceritanya!"

Pembantu dari rumah tersebut pun membukakan pintu, ia terkejut saat melihat seseorang yang dibawa oleh anak majikannya tersebut

"Aduh itu bawa siapa den Bryan sama non Beatriz?"

"Temen bi, siapin handuk kecil sama air ya buat kompres."

Wanita paruh baya tersebut pun segera melaksanakan tugasnya sementara Beatriz dan Bryan membaringkan Darrel di sofa keluarga yang memang benar-bebar besar ukurannya.

Mereka berdua dengan nafas tersengal-sengal akhirnya pun duduk. Beatriz duduk di sebelah sofa yang ditiduri Darrel sementara Bryan duduk di depannya.

"Be, kok lo bisa nemu Darrel sih? Gimana ceritanya?"

"Jadi gini bang ceritanya. Gue mau beli makanan kan soalnya laper, ada sih makanan dirumah cuman gue mau beli makanan aja diluar gitu. Terus pas gue balik, tiba-tiba gue liat ada mobil yang platnya bener-bener gue apal banget. Nah gue jalan kan ke itu mobil eh pas diliat dari jendela ada si Darrel. Kepalanya nyender ke roda pengemudinya, mukanya pucet banget bang, terus..."

Beatriz menggantung ucapannya. Ia mengingat kejadian saat Darrel menangis dan menyebut dirinya adalah orang jahat.

"Terus, apa?" Tanya Bryan ingin tahu. Beatriz mendongak dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Bryan pun menatapnya intens dengan alisnya yang saling bertautan.

Tidak lama, pembantu tadi pun datang membawa handuk dan baskom berisi air. Beatriz pun segera duduk di sebelah tubuh Darrel. Wajahnya yang terlihat pucat, ia pun menaruh punggung tangannya di keningnya. Tubuh Darrel panas tinggi.

Segeralah ia mengompresnya dengan handuk tadi. Sebelumnya ia mencelupkan handuk tersebut ke dalam baskom kecil yang sudah berisi air yang cukup dingin. Ia memutarnya lalu menaruhnya di atas keningnya Darrel.

Beatriz memperhatikan wajah Darrel yang benar-benar seperti mayat. Kulit wajah yang berubah warna, bagian bawah matanya hitam, bibirnya yang benar-benar kering, memutih, dan pucat. Tubuh Darrel juga seperti orang lemah, astaga apakah Darrel seperti ini karenanya? Ia benar-benar tidak tega melihat Darrel seperti ini karenanya.

Bryan pun pergi tanpa pamit, ia memberikan mereka berdua privasi. Untung saja Daniel dan Natasya sedang pergi ke pertemuan teman kerjanya Daniel. Entah kapan pasutri itu akan pulang.

Tangan Beatriz perlahan mengusap lembut pipinya Darrel yang panas dan tirus. Bahkan Beatriz bisa merasakan rahang kokohnya Darrel. Tanpa sadar setetes dua tetes air mata pun turun.

Mengingat dirinya yang bilang kalau ia membenci Darrel dan bicara kalau hatinya sudah mati untuk Darrel tadi sore membuatnya sangat bersalah. Tidak seharusnya ia berbicara seperti itu. Ia sadar akan hal itu, tapi...

"Engh..."

Beatriz pun segera mengela air matanya. Darrel sadar untuk beberapa detik lalu ia pun tertidur dengan sangat sangat lelap. Senyum kepedihan terukir di wajahnya Beatriz.

Pria yang sedang tertidur di hadapannya saat ini benar-benar mencintainta setengah mati. Bahkan Darrel tidak peduli dengan keadaannya, apa mungkin ia melampiaskan kesedihannya pada alkohol? Bila iya percuma saja, itu tetap tidak mempan. Hanya Beatriz yang bisa membuat kesedihan itu menghilang.

Tapi kenapa? Kenapa harus dirinya? Ia tidak tega bila harus melihat Darrel seperti ini terus-terusan karenanya. Bisa saja mereka kembali seperti dulu, tapi bagaimana bila badai menerjang mereka? Kejadian akan terus-terusan terulang.

Apakah menjauh akan lebih baik? Tapi itu juga akan menyakiti kedua belah pihak. Tapi, demi kebaikan mereka berdua juga Beatriz rela untuk menjauh dari Darrel.

💥

Don't forget to comment and vote. Salam dari author terterter😎✌

Finesse (1) {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang