9. Ruin My Conviction

635 78 11
                                    

Kesenyapan tak lagi menghampiri diriku dan apartement ini. Berhubung akhir pekan dan kantor libur, kunjungan dilakukan para sahabatku. Sebenarnya, Angel mulai tinggal disini bersamaku karena ia melanjutkan pendidikkannya di Korea. Rasanya lega, aku tak sendirian di negeri orang, ada Mark dan Angel yang bisa kujadikan benteng pelindungku dari segala bahaya luar.

"Ayo kita bermain monopoli!," seru Angel ceria bak anak TK ketika kami baru saja selesai sarapan bersama, Mark chefnya disini.

"Aku membelinya di Indonesia sebelum kesini!" tambahnya lalu mulai membuka papan permainan dan menyusun segala perlengkapan termasuk uang-uang nya dengan begitu cepat.

"Oh naneun chinguGai! Bai! Bo!" lantun Mark langsung tanpa aba-aba membuatku kaget dan buru-buru mengeluarkan pilihanku, batu. Sementara itu, Angel dan Mark mengeluarkan kertas. Bagus, aku dapat giliran jalan terakhir.

Permainan dimulai dengan Mark berada diurutan pertama jalan, lalu Angel kedua. Entahlah, kenapa kali ini keberuntungan dan segalanya tak berpihak padaku. Sudah berkali-kali aku kehilangan uangku kala berhenti diatas tanah milik lawan main. Jika saja ini masih dalam masa TK dulu, aku sudah berlaku preman dan mengancam akan membakar monopoli itu jika aku harus tetap membayar.

Biasanya, itu selalu berhasil dan berjalan mulus, seperti air keringat yang mengalir di ketiak girlband Korea; mulus tanpa halangan. Beda jauh dengan ketiakku yang lebih terlihat seperti hutan Kalimantan.

"Aish! Uangku hampir habis. Ini tidak adil! Ayo main ular tangga saja!" keluhku dengan bahasa Korea, kakiku bergerak bak bayi yang merengek minta ditampol dengan ASI atau dot nya.

"Ganti permainan. Let's go!" sahut Angel antusias sementara aku berwajah masam sampai sebuah tangan mengacak pucuk kepalaku dengan sebuah bisikan gemas.

"Jangan cemberut. Kau ingin kucium?" tutur Mark yang sebenarnya hanya bercanda, tapi jantungku dibuat berdegub cepat begini, seakan ada sesuatu yang menggebu didalam perutku seperti ribuan kupu-kupu akan menyeruak keluar.

"Hei! Kalian membicarakanku, ya?" sambar Angel beringas yang hampir saja membuatku meludah wajahnya karena kaget.

"Ayo kita gunakan sistem Dare disini. Yang kalah akan mengecup pipi orang yang duduk di sampingnya" usulan Mark mengundang tatapan melongo dariku, bagaimana bisa begitu? Aku duduk tepat di sampingnya, sementara Angel dihadapannya.

"Ok! Setuju! Tapi jika aku kalah, aku akan mencium pipi siapa?" pertanyaan si kecoak itu kujawab dengan entengnya.

"Cium saja kaos kakiku sana" tunjukku pada sebuah benda dengan aroma keramat nan menyengat yang berada diatas sofa samping Angel.

Kegiatan menghibur namun mencekam bagiku dimulai kembali. Tak terasa, bahkan tak terduga, aku kembali berada jauh dari para lawanku. Ini semua karena ular dengan senyuman licik itu, bisa-bisanya ia berkeliaran diatas papan permainan? Apa yang ia lakukan disitu padahal tak ada satupun yang ia bisa makan disana? Bergerak saja tidak bisa.

TING! TONG!

Semua kepala disini mendongak dan menoleh keasal suara. Dengan gerakan gontai juga malas, aku bangkit lalu melangkah ke depan pintu tanpa melihat layar intercom terlebih dahulu. Begitu kubuka, terlihat seorang pria berpakaian serba putih, kecuali ripped jeans biru kubasnya.

Tak kenal sopan santun, ia segera menyambar masuk kedalam apartementku, tanpa kupersilahkan.

Kanebo kitty itu!

Lagi, permainan dilanjutkanㅡ lebih tepatnya dimulai ulang karena adanya pertambahan pemain. Walau dua orang disini mencekal hal itu (aku dan Angel), Mark dengan sabar membujuk kami bersama alasan logisnya 'lebih ramai, lebih asyik'.

Sequel: Dream✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang