Salju putih bak kapas ringan melayang-layang, menghiasi pemandangan hutan. Sebuah bunga putih mekar ditengah-tengah tanah terbuka yang dikelilingi lebatnya pepohonan.
Tapakan kakiku terdengar senada kala aku menginjak tumpukan rata salju yang berada diatas tanah. Keheranan tercetak jelas diwajahku ketika tubuhku berjongkok memperhatikan bunga itu lebih jelas. Jemariku terulur pelan guna memuaskan rasa penasaranku untuk menyentuh kelopaknya.
"Kenapa kau menyentuhnya?," sebuah suara menganggetkanku, membuatku sontak mendongak dan mendapati seorang pria berbaju khas kasta tinggi.
"Ia rapuh, sekalipun terlihat indah dan menenangkan, ia sebenarnya sangat lemah. Hanya dengan sentuhan yang salah, kau akan membuatnya jatuh," sambungnya tanpa ragu-ragu ikut membungkuk dan memperhatikan bunga itu bersamaku.
"Kau tau makna dari kerapuhannya?" tanyanya padaku yang menggeleng polos menatapnya.
"Ketika ia jatuh, ia melambangkan hubungan cinta yang terjalin tetap akan memiliki kemungkinan untuk berakhir. Lalu, saat bunga Azalea mekar, ia melambangkan kenangan yang akan terus terngiang, entah itu di kehidupan sebelumnya" jelasnya seraya menatapku dan tersenyum manis.
"Kenapa ia mekar padahal belum waktunya?" tanyaku bingung, aku mulai beranggapan orang yang merupakan salah satu bagian dari bangsawan tinggi ini sebenarnya penuh akan pengetahuan.
"Jika kau tak ingin bermimpi, maka kau takkan pernah memiliki mimpi. Jika ia tak ingin mekar, maka ia takkan mekar. Itu sebuah pertanyaan yang mudah," jawaban itu mendapat balasan sebuah tatapan serba salah dengan mulut sedikit menganga dariku. Aku mulai meragukan kualitas pengetahuan sosok ini.
Ia pasti mengarang.
"Apa yang kau lakukan disini?" ubahnya pada topik lalu berdiri sembari menyembuyikan tangannya dibalik tubuhnya itu.
"Aku? Aku hanya berjalan-jalan. Bagaimana denganmu, kenapa kau kemari?"
"Untuk menemuimu. Pertemuan terakhir kita" tuturnya lalu menjulurkan lengannya, membantuku berdiri bersama tatapan bingungku.
"Apa maksudmu?" tuturku bergetar saat menatap manik hitamnya juga senyuman di bibirnya, senyuman sendu.
"Ayo bertemu di kehidupan selanjutnya, melalui mimpi yang takkan pernah memberikan kepahitan didalamnya"
"Yoon…"
"Berjanjilah cerita kita takkan seperti bunga Azalea yang rapuh dan hanya dipenuhi kenangan" air mata yang terbendung keras di kelopakku seakan membeku dan tak kuasa untuk turun.
Aku masih sanggup untuk menahannya, menerima fakta bahwa takkan ada satupun yang mendukung ini semua. Ia akan pergi… pergi bersama wanita lain.
"… kenapa kau jadi puitis sekali?"
~•~
Suara dentingan terkutuk itu membangunkanku dari sebuah mimpi aneh. Dengan gusar aku menghentak tanganku diatas jam weker lalu mendudukkan tubuhku seketika bersama mataku yang masih terkatup. Untuk sesaat aku diam, guna mengumpulkan nyawa sebelum mengecek ponsel di nakas samping.
Ah… rutinitas kaum hawa terutama fangirl pada umumnya. Belum sempat aku membuka akun SNS ku, sebuah telepon menghampiri ponselku.
"Hm?" sahutku akan panggilan tersebut dan mendapati suara seorang pria yang tampak tergesa.
"Kau sudah bangun?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequel: Dream✔
Fanfiction𝑺𝒆𝒒𝒖𝒆𝒍: 𝑫𝒓𝒆𝒂𝒎 note: disarankan membaca cerita sebelumnya yang bertajuk 'DREAM'. Hanya sekedar goresan tentang bagaimana kisah asmara yang pernah terjalin antara aku dan dirinya. Apakah akan berlanjut dan membawaku pada akhir yang didambak...