19. Epilogue: Wedding

713 76 30
                                    

Ingin tau bagaimana tersiksanya aku saat ini?

Oh! Sungguhkah aku harus menggunakan sepatu bertiang lagi? Butiran pasir halus di wajahku? Crayon di kedua kelopak mataku? Kemudian bulu babi juga menempel disana? Rambutku ditata sedemikian rupa, seperti baru saja tergiling di kipas angin, ada ikal-ikalnya begitu.

Aku pegal berdiri sekarang, difoto oleh para fans yang menjerit histeris, jangan lupakan wartawan-wartawan dengan kameranya. Kornea mataku akan rusak setelah ini.

Aku sudah melakukan pengenalan pada publik, aku sudah berdiri disini tak tau sejak kapan lamanya, aku sudah memasang senyuman permanent sebisaku, tapi tetap saja aku ingin memasang raut datar sekarang dan pulang.

Ya, aku kembali dibawa ke Korea setelah BigHit akhirnya mengklarifikasi 'Suga BTS berkencan? Bukan dengan Suran?' itu. Aku dikenalkan pada publik. Beritaku ada dimana-mana, namaku bertengger di pencarian Google, lalu Indonesia menjadi gempar.

Sungguh, aku sedikit risih dengan ini.

Kakiku akhirnya menginjak lantai di belakang para wartawan itu, pandanganku gelap karena terlalu lama menerima banyak cahaya yang berkedip-kedip (flashlight).

Disini ada banyak para staff, lalu ada manager BTS lengkap dengan para membernya yang bersorak pada Yoongi. Aku tak peduli, kakiku pegal begini. Albino itu enak, ia pasti sudah terbiasa. Lah aku? Biasanya aku yang jadi tukang foto.

"Nuna cantik sekali! Ayo berfoto!" seru Jungkook seraya mengeluarkan ponselnya. Niatnya ia hanya ingin kami berdua saja. Tapi tau kan bagaimana para member BTS yang lain?

"Maknae, adiku sayang yang seperti tiang. Harusnya kau berdiri di bagian belakang karena kau tinggi. Biar aku yang pegang ponselnya" tegur Jimin seraya merebut benda tersebut dari tangan Jungkook yang mendengus, untung ada Taehyung yang dengan sigap merangkulnya.

"Baiklah. Satu… dua… tiㅡ"

"Tunggu dulu!" seru Hoseok tiba-tiba, membuat member yang lain menoleh serentak, kecuali Yoongi yang sibuk berbicara dengan manager mereka.

"Kenapa? Aku sudah menampilkan wajah sempurna tadi! Worldwide handsome!" bentak Seokjin kesal sebab dirinya telah berpose luar biasa tadi, tapi selca harus di tunda karena lengkingan manusia kuda itu.

"Kalian tidak lihat kalau Yenie pingsan?!"

And then…

Kubuka mataku perlahan, kepalaku serasa berputar-putar, mataku berkunang-kunang, dan rasanya tubuhku begitu tidak enak. Semuanya pegal seperti aku baru saja mengangkat 10 karung goni berisikan beras secara sekaligus dalam waktu singkat.

Kutolehkan kepalaku ke samping, ini apartement bersama rupanya, tak ada siapapun disini. Bermodal rasa penasaran, aku mendudukkan diriku lalu berusaha turun dari ranjang dan berjalan menuju pintu dengan perlahan. Samar-samar kudengar percakapan orang-orang di luar, sibuk mengatakan bumbu-bumbu dapur.

"Astaga makhluk kapas ini! Kenapa tidak langsung kau masukkan saja garamnya satu mangkuk?" seru sebuah suara yang cetar membahana disana, siapa lagi jika bukan Bibi Jean.

Ia dan Sari ikut ke Korea. Saat aku seumuran Sari, aku bahkan tak tau apa itu Korea.

"Aigo! Ahjuma, jika kumasukkan satu mangkuk, supnya akan asin!" balas Yoongi pada Bibi Jean yang murka seketika. Ketahuilah, ternyata selama kutinggal bekerja disini dulu, Bibi Jean dan Sari kursus bahasa Korea.

Hebat!

"Eonni masih hidup?" sialan bocah ini, aku baru bangun dari pingsan sudah disuguhkan kalimat mengharukan macam itu.

Sequel: Dream✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang