BAB 18: Termenung dan Melamun

450K 18.7K 1.1K
                                    

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!!!

AYO PECAHKAN TEORI BAB INI DI KOLOM KOMENTAR YAA!!!

OH YA, FOLLOW INSTAGRAM AKU JUGA DONG🥺

@chellindygas
@chellindygabs
@chellindygabs

-BACA NOTES DI AKHIR CERITA YA-


****

     Pagi hari, seperti biasa, semua orang kembali pada aktivitas mereka masing-masing. Begitu juga dengan Reagen, pria itu keluar dari dalam kamarnya, dengan setelan seragam Sekolahnya tanpa rompi. Pria itu menuruni tangga rumahnya dengan wajah datar, tanpa menyapa siapapun yang lewat. Untuk menuju garasi Rumahnya, ia harus melewati beberapa ruangan terlebih dahulu. Pagi ini, di ruang keluarga, yang berjejer sofa dan juga Guci mewah, terdapat seorang pria setengah tua tengah asik menikmati secangkir kopi hitam di tangannya. Matanya terus melihat ke arah koran dengan deretan berita ter up to date yang membahas masalah politik. Pria itu menurunkan sedikit kaca mata emas yang bertengger di wajahnya, melirik ke arah Reagen yang turun dari tangga tanpa menoleh sedikitpun ke arah pria itu.

"Mau berangkat?" Ucapnya memecah keheningan. Namun, yang ia terima adalah respon cuek dari anak laki-lakinya.

Pria yang duduk di sofa itu melipat korannya, sambil menaruh cangkir berisi kopi itu di atas nakas. Menyenderkan bahunya pada sandaran Sofa yang empuk dan mahal, kedua tangannya terlipat di depan dada melihat ke arah Reagen.

"Papa barusan ngomong sama kamu.." ucapnya lagi membuat langkah Reagen terjeda. Reagen menghela nafasnya, tanpa berbalik ke arah sang Papa, ia hanya menghentikan langkah untuk kembali mendengar apa yang akan Papanya ucapkan.

"Kamu masih marah sama, Papa?" Pria tua itu berdiri dari duduknya. Kedua tangannya ia masukan kedalam saku celana. Suaranya yang berat, ditambah postur tubuhnya yang masih tegab, sama sekali tidak memperlihatkan usianya yang sudah hampir menginjak setengah abad. Kewibawaan seorang Samuell dimata orang-orang cukup membuat mereka terpesona. Pemilik Yayasan Venus, sekaligus pembisnis sukses itu dikenal sebagai seorang yang dermawan. Karena seringkali memberikan bantuan kepada masyarakat menengah, atau juga bantuan beasiswa bagi mereka yang kurang mampu.

Wajahnya yang sudah dihiasi kerutan halus itu tersenyum, sambil menghela nafas melihat punggung Reagen yang berjarak beberapa meter darinya. Kemiripan di antara mereka sangat ketara, Reagen adalah gambaran seorang Samuell masa muda.

"Jangan ngomong sama Rey, Pah. Selagi Papa belom bisa jadi Papa yang baik buat anaknya.." ucap Reagen memberikan reaksi pada wajah Samuell. Pria itu mengerutkan keningnya, tangannya bergerak untuk memijat pelipisnya sendiri yang mulai berdenyut. Samuell melepaskan kaca mata emas dari wajahnya, dan meletakkannya di atas meja.

"Maksud kamu Papa belum jadi orang tua yang baik? Kamu nggak lihat pengorbanan Papa buat anak-anak Papa, Rey?"

Reagen membalikkan tubuhnya, memasang wajah datar, padahal di dalam dadanya berkobar emosi dan kekesalan yang membara ketika melihat seorang pria yang sama persis seperti dirinya.

"Itu kenapa, Reagen benci mirip sama Papa."

"Maksud kamu? Kamu masih marah sama Papa karena belom bisa kasih kepastian soal pencarian Kakak kamu? Atau?"

"Semuanya! Reagen marah sama Papa karena semua, entah karena Papa mau cerai sama Mama, atau karena Kak Stella belom ketemu sampai detik ini!!!" Katanya dengan nada tinggi. Membuat Samuell mengepalkan tangannya, di ikuti dengan gertakan di rahangnya.

REAGEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang