***Caramu dicintai orang lain tergantung, bagaimana caramu mencintai mereka.
REAGEN-2021***
Sekolah yang sempurna, berdiri tegak untuk menjadi pusat perhatian masyarakat kota. Tidak hanya kemegahan dan keelokan bangunannya. SMA Venus termasuk dalam deretan SMA terbaik setiap tahunnya.
Guru-guru yang berkualitas, fasilitas yang sangat baik, bahkan memiliki akreditasi internasional. Apa lagi yang kurang dari Sekolah ini? Bahkan, hampir semua orang tua berimpian untuk dapat menyekolahkan anak mereka disini.
'Sosok Samuell Athan, ketua Yayasan yang berwibawa dan baik hati. Sering membuka bantuan beasiswa bagi siswa yang berprestasi namun kurang mampu dalam hal ekonomi.'
'Kepeduliannya terhadap masyarakat menengah membuat namanya tidak asing lagi di telinga orang-orang sekitar. Tak hanya itu, selain beasiswa, Samuell Athan juga memberikan beberapa tunjangan-tunjangan kesehatan bagi para lansia yang membutuhkan. Sangat dermawan bukan? Begitulah hidupnya, dilingkupi kesempurnaan untuk membantu orang lain.'
Seorang cowok yang biasa dipanggil Reagen itu berjalan menuju parkiran siswa, tempat motor hitam miliknya terpajang sempurna.
Dengan wajah tanpa ekpresi, alias biasa saja, Reagen berjalan santai tanpa memerdulikan tatapan-tatapan para gadis yang seolah ingin melahapnya.
Tepat saat cowok itu mengeluarkan kunci motor dari dalam saku celana, seorang gadis berambut panjang yang digerai bebas berdiri di hadapan Reagen sambil tersenyum.
Gadis dengan balutan Make up tipis, yang masih bisa Reagen lihat di wajahnya, apalagi giginya yang kemerahan saat gadis itu tersenyum, membuat Reagen mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Reagen.." panggil gadis itu menghalangi langkah Reagen.
"Mau pulang ya? Pulang bareng, yuk!!" Reagen kembali melirik sekilas ke arah gadis di hadapannya. Terlihat sangat tidak tertarik, namun gadis itu tetap nekat menghalangi jalannya.
"Habis main basket, ya? Lo pasti capek, kan? Tapi, gue nggak ada yang jemput. Lo anterin gue ya?"
"Minggir.."
"Teressa udah pulang duluan. Jadi, gue sendirian. Lo bisa, kan anterin gue dulu sebelum balik. Tolong.." lanjutnya sambil memohon.
"Gue bilang, ming...nggir."
Gadis yang biasa dipanggil Larissa itu memajukan bibirnya kesal. Masih berusaha, Larissa malah merentangkan kedua tangannya untuk menghalangi jalan Reagen lagi.
"Ming..nggir.." kali ini Reagen lebih mempertegas suaranya. Membuat wajah Larissa berubah masam. Gadis itu reflek melangkah ke samping dan membiarkan Reagen pergi begitu saja.
"Gagal lagi, kan lo?" Kekeh gadis lain yang berdiri di sebelah Larissa.
Larissa menyunggingkan sebelah sudut bibirnya dengan kedua mata yang menatap lurus ke arah Reagen. Gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada sambil berkata, "Lihat aja, gue bakal dapetin dia. Apapun caranya!"
***
Reagen melajukan motornya dengan kecepatan delapan puluh kilo meter per jam. Menembus jalanan yang mulai tidak bersahabat dengan kemacetannya. Cowok itu melirik ke arah spion bagian kanan, tepat saat sebuah motor berwarna merah mendahului dirinya.
Dibalik helm full face berwarna senada dengan motornya, Reagen masih memasang wajah datar. Hingga akhirnya motor besar berwarna merah itu melaju tepat di depannya. Membuat kening lelaki itu berkerut. Seolah menghalangi jalannya, seseorang yang mengendarai motor merah itu mengacungkan jari tengahnya ke arah Reagen yang mulai menyadari siapa lelaki dibalik helm full face di depannya. Motor merah itu melaju lebih kencang dari motor Reagen, melesat pergi membelah jalanan yang sangat padat.
Sedangkan Reagen, tanpa tersulut emosi sedikitpun, dia melajukan motornya seperti biasa. Menempuh jarak sekitar sepuluh kilo, akhirnya Reagen memasuki gerbang menjulang tinggi berwarna hitam. Memarkirkan motornya di halaman rumah besar berwarna putih gading.
"Mas, baru pulang?" Reagen melepas helm di kepalanya, dan meletakkannya di atas tanki motor.
"Iya, Pak."
Pria berseragam biru bertuliskan satpam itu menganggukan kepalanya ramah. Membiarkan tuan mudanya masuk kedalam rumah.
Reagen mulai masuk ke dalam rumah. Rumah yang tidak pernah tertutup pintunya kecuali di malam hari. Jelas saja, karena beberapa orang tinggal disini. Meskipun sang pemilik rumah sibuk berkutat dibelakang meja kayu berlapis marmer, dengan setelan jas hitam merek Manzone. Sedangkan si Nyonya, sibuk mengukur bahu ramping model-model bajunya di butik. Rumah ini tidak pernah kelihatan sepi.
"Mas Reagen mau makan apa, Mas?" Tanya seorang kepala pelayan rumah yang paling akrab dengannya.
"Saya udah makan, Buk." Reagen kembali menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya. Satu-satunya tempat yang paling nyaman di rumah ini.
Cowok itu membuka pintu kamar saat menyadari suara yang tidak asing terdengar di telinganya.
"Iya Jeng, boleh..boleh. Jadi, mau model gimana? Untuk lebaran tahun ini, kan?"
Kepalanya menoleh ke arah sumber suara. Dimana seorang wanita setengah tua berdiri anggun di balkon depan sambil memegang ponsel di tangannya. Dilihat dari caranya berpakaian, wanita yang berdiri di sana sangat dermawan. Bahkan, kecantikannya tetap terpancar, meskipun sedikit tertutupi kerutan-kerutan halus di wajahnya. Namun, dengan bantuan polesan Make Up yang mahal membuat kerutan itu sedikit tersamarkan.
Melihat dengan wajah datar, Reagen itu memutar pergelangan tangannya ke arah kanan. Dan terbukalah kamar miliknya yang bernuansa abu-abu tua.
Lelaki itu meletakkan tas sekolahnya. Kemudian jaketnya, lalu sepatunya. Membuka satu persatu kancing bajunya yang sedikit basah dengan keringat. Bau apek sekaligus kecut menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya. Lelaki itu melepaskan baju Osis alias putih abu abu dan melemparkan sembarang ke arah keranjang kotor.
Bergegas menuju kamar mandi untuk mengguyur diri dibawah air shower yang menyegarkan. Matanya memejam saat air yang mengguyurnya dari atas mulai membasahi kepalanya.
"Lo pengecut! Lo sembunyi dibalik nama Geng Sheild buat jadi pelindung SMA Venus!!"
"Gimana jadinya, kalau semua orang tau siapa lo dan keluarga lo? Apa nama Venus masih bisa setenar ini?"
Tangannya mengepal kuat hingga otot-otot bisep itu terlihat. Rahangnya juga mengeras, pertanda ia sedang marah dengan suara-suara yang menghantui pikirannya.
"Gue bukan pengecutt!! Bajingan!!!" Geramnya marah sambil meninju dinding kamar mandi keras. Tangannya mulai berdenyut, namun bukan itu yang menjadi fokusnya sekarang. Wajah menyebalkan seseorang yang mengklaim diri sebagai musuhnya. Reagen marah dan kesal bila mengingat wajah itu.
"Reagen. Nak, kamu udah pulang?"
Suara lembut itu mengalihkan fokusnya. Reagen mematikan shower agar dapat mendengar suara Mamanya dengan baik. Saat Lidia masuk ke dalam kamar anaknya, wanita setengah tua itu menggelengkan kepala sambil memunguti pakaian Reagen yang berserakan.
"Kamu udah makan, sayang?"
"Reagen udah makan, Ma."
"Mau Mama masakin? Udah lama Mama nggak masakin kamu."
"Enggak usah. Reagen bisa makan masakan Buk Minah."
Wanita itu tersenyum sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Melihat kamar Reagen dengan seksama. Matanya meneliti setiap sudut ruangan yang masih sama saja dengan terakhir kali ia datang.
"Kalau gitu, Mama keluar dulu ya, sayang. Kalau laper, kamu bisa bilang Mama."
Tanpa menjawab, Reagen kembali menyalakan Showernya. Mendengarkan derap langkah kaki yang perlahan menjauh. Lelaki itu mengusap wajahnya kasar."Inget pesan ini, Rey. Pokoknya selalu jagain Mama sama Papa, ya!!!"
***
IG @Chellindygabs_
@Chellindy_Story
KAMU SEDANG MEMBACA
REAGEN
Teen Fiction•Beberapa part di privat follow dulu sebelum membaca. Tentang Reagen Athan, sosok ketua Geng Sheild. Sebuah Geng yang mendedikasikan diri untuk menjadi pelindung SMA Venus. Sosoknya yang banyak ditakuti sekaligus dikagumi itu membuat namanya banyak...