Perjanjian

575 48 13
                                    

Ujian NEWT tinggal satu bulan lagi. Dan memaksa para siswa tingkat tujuh untuk lebih mencintai buku mereka. Tak ayal, perpustakaan mendapatkan pengunjung yang membludak di akhir pekan.
" hey mate, apa ini cukup?", Theo bertanya pada sahabatnya sambil menunjukkan tumpukan buku.
"Mungkin?! Kalau kurang kita bisa meminjam lagi", sahut Blaise. Draco hanya mengangguk setuju.
Mereka pun keluar dari deretan rak menuju ke meja Madam Pince. Lalu keluar perpustakaan.
" Drake, tolong bawa satu! Ini berat", pinta Theo melas. Ia memang yang membawa semua buku perpustakaan yang tebal.
Draco terkekeh mengejek, lalu mengambil satu buku. Trio Slytherin sedikit berbincang seiring langkah mereka kembali ke asrama. Tapi manik silver Draco melihat siluet Harry Potter di ujung depan koridor.
"Kalian saja ke asrama dulu. Aku ada urusan", ujarnya sebelum berbelok pergi.
" hey Drake! Kau mau kemana?", teriak Blaise.
"Sudah kita ke asrama saja dulu, ini sangat berat tahu!", ringis Theo kepayahan.
Sementara itu, langkah kaki pria bersurai platina itu semakin cepat ketika targetnya berjalan pelan di depannya.
" Potter?!", panggilnya.
Si pemilik nama pun berhenti dan menoleh. Ia tampak terkejut melihat seorang Malfoy menghampirinya.
"Ada apa, Malfoy?", tanyanya datar.
" bisa kita bicara sebentar?!", pinta Draco.
Harry pun memandang sekitar sejenak sebelum menyetujui ajakan Draco. Mereka pun berjalan mengarah ke lapangan quidditch.

"Terima kasih untuk bantuanmu, Potter!", ucap Draco memecah keheningan diantara mereka. " maaf aku baru mengatakannya", imbuhnya.
"Tak apa, aku mengerti", Harry merespon dan kembali terdiam.
Mereka sekarang duduk berdampingan di tribune lapangan. Memandang lurus ke arah rerumputan hijau di tengahnya.
" aku tahu kalian tidak bisa mempercayaiku lagi karena kesalahanku di masa lalu. Tapi Potter, aku sungguh-sungguh menyesal. Walaupun itu tak akan mengembalikan ke keadaan semula", kata Draco langsung ke pokok permasalahan.
"Dan aku minta maaf, karena keberadaanku membuat hubungan kalian menjadi buruk. Aku hanya....hanya ingin diberi kesempatan sekali lagi", imbuhnya muram.
Harry pun tak merespon. Ia memberikan kesempatan Draco untuk mencurahkan semua keresahan hatinya. Ia tak mau egois lagi.
" disini..... Disini hanya segelintir orang yang mau menerimaku, salah satunya Granger. Sungguh Potter, aku tak ada maksud buruk sedikit pun padanya. Berpikir pun aku tidak", keluhnya dengan suara bergetar. Ia tak mau menjadi jurang pemisah di persahabatan mereka.
Harry menghela napas pelan dan berkata, "Hermione sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Sejak kejadian mengerikan yang ia alami di manor mu, ia terlihat sangat tertekan. Itulah yang membuat aku sangat protektif atas dirinya. Aku tak mau terjadi apa-apa padanya".
" jujur aku merasa sangat bersalah ketika aku bersikeras padanya mencurigaimu. Karena aku pikir kau mungkin masih Malfoy yang sama seperti dulu", tambahnya.
"Aku tak mau jatuh ke lubang yang sama, Potter! Aku berusaha bangkit menjadi pribadi yang baik demi dirinya", aku Draco.
" maksudmu?", tanya Harry tak mengerti.
Draco tersenyum mengingat alasan dibalik itu semua. Ia pun berdiri dan mendekati pagar tribune.
"Aku menyukainya sejak tahun ketiga. Disaat tinju kerasnya mematahkan hidungku", ungkapnya.
" no way! Are you kidding me?!", kata Harry menyusul Draco di sampingnya.
"Itu kenyataannya, Potter! Dan aku berniat mengencaninya".
Harry memandang mantan rivalnya itu dengan tampang bodoh. Campuran ekspresi terkejut dan terkesan.
" baiklah! Aku tak mungkin terlalu jauh mengatur hidup Hermione. Tapi satu hal yang harus kau ingat di kepala pirangmu itu, bila kau menyakitinya sedikit saja, aku pastikan akan membunuhmu dengan tanganku sendiri", ancam Harry. Ia senang bahwa rivalnya itu benar-benar berubah. Dan itu karena sahabatnya sendiri.
Alih-alih takut, Draco malah tersenyum lega. Ia menepuk bahu Harry dan berkata, "thanks, Potter! Aku janji akan membahagiakannya", sahutnya mantap.
" tapi bagaimana dengan Weasley?!", imbuhnya ragu.
"Aku akan menanganinya", senyum Harry. Mereka tertawa senang setelah sekian lama buruknya hubungan mereka.

Our Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang