Viginti Tres - Dilema

50 7 0
                                    

Faiz berjalan menuju meja tempat Lia berada. Setelah mendapatkan pesan dari Lia, dia memang memutuskan untuk menyanggupi ajakan Lia. Bagaimanapun Faiz harus berbicara kepada Lia agar Lia mengerti tentang apa yang terjadi.

Sebenarnya Faiz tidak tepat waktu dalam menemui Lia karena sepulang sekolah dia ada kegiatan lain. Untungnya Lia bersedia menunggu. Jadi, Faiz dapat memenuhi urusannya dan menemui Lia.

"Maaf udah buat kamu nunggu lama, aku ada urusan yang enggak bisa kutinggalin soalnya," kata Faiz sambil menarik sebuah ke belakang untuk didudukinya.

Lia mengedikkan bahunya. "Oke, enggak masalah kok. Seberapa lama nunggu kamu, enggak akan berarti apa pun untukku."

Faiz tidak menjawab. Sekian lama mereka tidak bertemu, ternyata Lia masih sama. Dia masih bersikap hangat dan selalu berpenampilan cantik. Namun, berbeda dari sebelumnya, kini Lia harus mengenakan kursi roda agar dapat berpergian. Faiz paham betul mengapa keadaan Lia menjadi seperti ini, pasti karena kecelakaan yang mereka alami. Hati Faiz rongah, kembali dia membayangkan kecelakaan itu. Sungguh, kecelakaan itu adalah awal dari kekacauan ini. Faiz mengalami luka parah hingga lama tak sadarkan diri, sedangkan Lia mengalami kelumpuhan.

Sedari tadi Lia terus mengamati wajah Faiz, dia sangat merindukan Faiz. Setahun lebih mereka berpisah, tidak saling tahu kabar satu sama lain. Lalu mereka kembali dipertemukan dalam situasi berbeda, dengan hadirnya hati baru dalam kisah mereka.

Memang satu tahun sudah kisah mereka berlalu, tetapi rasa yang Lia miliki kepada Faiz tidak juga menghilang. Dari dulu hingga sekarang dia masih mencintai Faiz. Lia selalu menginginkan Faiz menjadi miliknya dengan cara apa pun, bahkan dia rela memusuhi adiknya demi mendapatkan Faiz. Semuanya Lia lakukan atas cintanya kepada Faiz, atas keinginan besar yang tersemat dalam hatinya.

"Jadi, kenapa kamu mau kita ketemuan? Apa yang mau kamu bicarain?" kata Faiz setelah beberapa waktu terdiam.

Lia mengembuskan napasnya, mungkin sebentar lagi dia akan mengalami penuturan menyakitkan dari Faiz. Tidak apa, Lia akan coba menerima. Toh, dia telah memikirkan semuanya dengan matang sebelum meminta bertemu dengan Faiz.

"Apa kamu mencintai adikku?"

Mulut Faiz langsung terkaku ketika mendengar pertanyaan yang Lia lontarkan. Sebenarnya dia akan memudahkan mengucapkan mata 'iya' jika bukan Lia yang melontarkannya. Namun, nahasnya yang mengatakan ini adalah Lia. Orang yang sempat Faiz cintai, sekaligus Kakak Gita. Faiz tidak tahu jawaban apa yang harus dia lontarkan. Jika dia mengatakan 'iya', itu akan menyakiti hati Lia. Akan tetapi, jika dia berkata 'tidak', itu sama saja mendustai dirinya sendiri. Dan Faiz paling tidak suka membohongi dirinya sendiri.

Faiz menghela napasnya, sekali lagi dia mengamati wajah Lia. Wajah gadis itu tampak berharap cemas menunggu jawaban dari Faiz.

"Ya, aku emang cinta sama adik kamu. Aku ingin selalu dekat dan menghapus semua kesedihannya. Aku ingin bersamanya," jawab Faiz akhirnya.

Hati Lia benar-benar merasakan sakit ketika Faiz mengatakan ini. Rasanya perih jika orang yang kita cintai lebih memilih adik kita sendiri, padahal kita jauh lebih dulu mengenalnya.

Lia mencoba bersikap senormal mungkin agar Faiz tidak risi kepadanya. Dia menggenggam tangan Faiz, merasakan kembali kehangatan yang tidak lagi dirasakannya. "Apa yang kamu suka dari Gita?"

"Semuanya," ucap Faiz, "aku suka semua yang ada dalam diri Vio, terutama sifat dinginnya ketika pertama kali kami bertemu. Rasanya ada magnet yang menarik hatiku dan membawaku untuk semakin dekat dengannya. Dan lebih jauh mengenal sosoknya, aku bertambah mencintainya."

Lagi. Kesakitan itu kembali lagi. Rasanya hati Lia seakan diremas ketika Faiz mengatakan hal itu, ada rasa tidak terima yang teramat ketika Faiz memuji gadis lain di depannya.

PlacidoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang