Viginti Octo - Keinginan Terakhir dan Perpisahan Lia (2)

56 8 0
                                    

Tidak henti-hentinya Gita mengulumkan senyumannya karena semua orang saling berkumpul malam ini, ada Faiz, Lia, Mama Gita, dan Ayah Gita. Mereka saling menebar senyumannya, merasa bahagia atas apa yang telah terjadi.

Faiz meraih tangan Gita, Gita terkaget karena ini. Senyuman mulai tercetak dari bibir Gita, rasanya senang karena dia dapat kembali kepadanya.

"Senang 'kan bisa kembali lagi sama aku tanpa harus nyakiti hati orang lain?" bisik Faiz tepat di telinga Gita.

Gita sontak menyikut pinggang Faiz, penyakit laki-laki itu kembali muncul. "Ish, kepedean."

Faiz tergelak mendengar perkataan Gita, rasanya rindu sekali bercanda seperti ini dengan Gita. Beberapa hari yang mereka lalui memang terasa melelahkan karena keduanya harus berselisih demi menjaga hati Lia. Namun, sekarang tidak lagi. Lia sudah merelakan Faiz untuk Gita dan berarti mereka bisa berbahagia.

"Malam ini Indah, ya? Seperti ada kebahagiaan yang telah lama sirna. Hmm ... ayo kita rayakan malam ini dengan nyanyian," kata Lia. Lia lantas mengalihkan pandangannya ke arah Gita, dia tersenyum. "Gita, kakak mau kamu mengiringi kakak bernyanyi. Kakak ingin mengulang hal yang dulu sering kita lakukan."

Semuanya terkaget mendengar keinginan Lia, sedikit tidak masuk akal. Jelas semua tidak setuju karena Lia masih dalam tahap pemulihan, bernyanyi bukan hal yang baik untuk Lia lakukan saat ini.

"Kak Lia masih sakit, enggak baik bernyanyi sekarang. Tunggu sampai Kakak pulih, ya," kata Gita coba menolak keinginan Lia.

Lia menggeleng. "Enggak, Gita, aku mau nyanyi sekarang. Aku rindu menyanyi, udah lama aku enggak lakuin itu. Sedikit saja. Tolong."

"Lia, kamu harus ngerti dong, Sayang. Dokter melarang kamu buat banyak gerak, tidak baik bernyanyi untuk saat ini. Kamu istirahat aja, ya." Kali ini Mama Gita yang membujuk Lia agar menggagalkan rencananya.

Lia masih bersikeras menggeleng. Dia tidak ingin apa pun saat ini, dia ingin bernyanyi. Dan rasanya itu bukan hal yang sulit dikabulkan.

"Tolong, Lia cuma pengin nyanyi. Sebentar aja, Lia enggak akan nyanyi sampe tuntas. Lia mohon." Lia terus memohon hingga tidak terasa membuat air matanya menetes, semua bingung menghadapi Lia.

Gita ingin kembali memberikan pengertian kepada Lia, tetapi ayahnya melarangnya.

"Enggak ada gunanya kamu ngalangin keinginan Lia, dia keras kepala. Biarkan saja dia bernyanyi agar dia puas," ucap Ayah Gita dengan nada tinggi.

Gita tidak dapat berkata apa-apa jika ayahnya sudah berbicara, dia terpaksa menyanggupinya. Lianyang mendengar jawaban ayahnya pun langsung tersenyum senang. Walau jawaban ayahnya terkesan pasrah menasehati Lia, tetapi setidaknya dia dapat melakukan hal yang dia senangi. Bernyanyi.

Gita mulai mengambil ponselnya, dia mencari aplikasi piano. Beginilah yang sering dilakukannya ketika dia ingin bermain piano, tetapi tidak ada piano di dekatnya. Gita senang bermain dengan aplikasi piano. Meski lebih kecil dan tidak senyaman piano aslinya, setidaknya fungsinya masih sama.

Lia diambilkan minum oleh mamanya sebelum mulai bernyanyi. Lia merasa cukup, dia pun mengembalikan gelas tersebut kepada mamanya. Mamanya pun menaruh gelas tersebut di atas nakas.

I always knew this day would come.
We'd be standing one by one.

Dua baris pertama dinyanyikan oleh Lia, semuanya terpukau mendengar ini. Faiz pun sangat menikmati suara Lia, sangat merdu. Suara Lia juga salah satu alasan dulu Faiz sempat jatuh hati kepada Lia.

Tiga jari Gita terus menari Indah di atas ponselnya, dia menikmati duet ini. Gita juga terlihat lihai dalam memainkan pianonya, tidak ada satu not pun yang salah dipencetnya.

PlacidoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang