Viginti Quadra - Benarkah Berubah?

46 9 0
                                    

Gita berlari memasuki kamarnya dan melihat kamarnya dalam kondisi berantakan. Dari sudut kamarnya, Gita melihat Lia yang sedang membaca buku diary-nya. Gita langsung merasa was-was, bahaya bila Lia melihat curahan hati Gita tentang Faiz.

Lagsung saja Gita merebut bukunya dan menyembunyikannya di belakangan tubuhnya, tidak akan dia biarkan hubungannya dengan Lia semakin meregang karena ini.

"Percuma kamu sembunyiin buku itu, kakak udah baca isinya," kata Lia kepada Gita.

Tubuh Gita perlahan terkaku dan secara refleks dia menjatuhkan bukunya. Hatinya berkecamuk, pasti Lia akan marah besar karena ini. Gita takut jika Lia bertambah marah kepadanya.

"Kak … buku itu …."

Pyar!!!

Mata Gita langsung memanas ketika Lia memecahkan vas bunganya, dia tidak menyangka karena Lia akan melakukan hal ini.

"Kak Lia, maafin Gita. Buku itu enggak berarti apa pun, Gita cuma iseng aja. Tolong maafin Gita."

Gita berjalan mendekati Lia, tetapi gadis itu malah memandang Gita dengan penuh kebencian.

"Kamu pembohong!"

Hati Gita sakit ketika mendengar ucapan Lia, kesannya kesalahannya sangat besar. Padahal dia hanya menyimpan cinta, tidak lebih. Dia tidak menginginkan Faiz menjadi miliknya, dia cukup sadar diri dengan merelakan Faiz untuk Lia. Namun, mengapa Lia masih semarah ini kepadanya?

"Kenapa kamu selalu menjadi perebut apa yang Kakak inginkan? Kenapa, Gita?" Tangis Lia pecah, sedih rasanya karena dia selalu menjadi pihak yang tidak beruntung. Selalu saja dia kalah dari Gita, dia benci.

Gita semakin merasa sedih karena semua ini. Dia tidak bermaksud merebut apa yang Lia sukai, dia juga tidak ingin disayang. Gita hanya sedang menjalani aturan hidup, perkara limpahan kasih sayang yang lebih tertuju padanya, Gita pun tidak mengerti.

Lia menghela napasnya, otaknya kembali mengingat pertemuannya dengan Faiz. Pertemuan itu sungguh menyakitkan karena harus mendengar secara langsung betapa cintanya Faiz kepada Gita. "Kemarin aku ketemu sama Faiz, dia bilang kalo dia sangat mencintai Kakak. Hati Kakak sakit, lagi-lagi Kakak kalah sama kamu. Lucu emang, selalu saja aku terkalahkan dari kamu. Tapi, semua enggak pernah ada masalah untukku. Karena aku enggak butuh semuanya. Kecuali Faiz, dia adalah segalanya untukku. Aku selalu terobesesi sama dia dan pengin menjadikannya sebagai milikku."

Air mata Gita semakin mengalir ketika mendengarkan ucapan Lia. Kakaknya memang kakak terbaik untuknya, tidak pernah menaruh iri walau Gita memiliki seluruh kasih sayang dari semua orang. Jika orang lain, pasti akan merasa iri karena tidak mendapatkan kasih sayang. Namun, Lia lain, dia tidak demikian. Dan dengan tidak pantasnya Gita merebut satu-satunya hal yang Lia inginkan. Faiz.

"Maafin Gita, Kak." Gita memeluk tubuh Lia.

Lia langsung menyentakkan tubuh Gita karena berani-berani memeluk tubuhnya, rasanya tidak sudi dipeluk-peluk oleh Gita.

"Jangan berani menyentuh tubuhku, kamu bukan adikku lagi. Kamu adalah orang yang udah merusak hidupku. Aku benci kamu, Gita!"

Napas Lia langsung memburu, tidak kuasa menahan segala kemarahannya kepada Gita. Lia semakin muak dengan semua ini, dia pun pergi meninggalkan Gita sendiri.

Gita menangis melihat kepergian Gita, sakit rasanya dibenci oleh kakaknya sendiri. Jika boleh memilih, lebih baik Gita tidak pernah mengenal Faiz. Lebih baik dia tetap diam, dingin terhadap semua orang, hingga tida ada satu pun yang mau dekatnya. Ini salahnya, karena dia membiarkan Faiz masuk dalam hidupnya. Jika dia tidak pernah membuka dirinya, tentu masalah ini tidak akan pernah datang.

PlacidoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang