Faiz mengintip Gita dari balik semak-semak, meragu ingin menghampiri gadis itu atau tidak. Masih terngiang di otaknya, saat kemarin Gita mengeluarkan suaranya dan berpasrah diri agar Faiz mau menyingkir. Faiz rasa ada hal yang sedang terjadi kepada Gita hingga membuat mimiknya berubah menjadi sangat takut.
"Itu cewek kutub udah ngerasa mendingan belum, ya? Takutnya gue kena sleding kalo deketin dia lagi," ucap Faiz sambil menatap tajam ke arah Gita.
Faiz terus meneliti diri Gita, apakah gadis dingin itu masih buas atau tidak. Entah mengapa Faiz setakut ini, padahal biasanya dia suka melakukan hal gila untuk mengikat Gita. Namun, semenjak kemarin, semenjak dia melihat sisi lain dari Gita. Dia mulai merasakan sesuatu yang berbeda, semacam kemisteriusan yang selama ini coba Gita sembunyikan.
Faiz melirik arlojinya secara sekilas, tampak waktu menunjukkan pukul 9.45. Faiz dag dig dug, 15 menit lagi waktu istirahatnya habis. Dan dia tidak ingin kembali dengan tangan kosong. Setidaknya jika dia kehilangan waktu untuk makan di kantin, dia bisa kenyang karena berhasil menjaili Gita.
Satu.
Dua.
Tiga.
Faiz akhirnya berjalan mendekati Gita, duduk tepat di sebelah Gita. Gadis itu tidak menggubris keberadaan Faiz. Faiz mencoba biasa dengan keadaan ini, anggap saja ujian iman dalam meluluhkan hati Gita.
"Sendirian aja, lo enggak punya temen, ya?" ucap Faiz mengajak Gita berbicara.
Seperti biasa, Gita tidak menjawab perkataan Faiz. Samar-samar Faiz mendengar suara balikan buku dari tangan Gita, pertanda gadis itu sedang asyik membaca buku. Lalu Faiz coba memberanikan diri untuk menoleh ke arah Gita, menatap langsung wajah dingin gadis itu. Sejenak Faiz mengerutkan dahinya, ternyata Gita sedang memakai earphone. Pantas saja dia mengancuhkan Faiz.
Lalu dengan tidak sopan Faiz berusaha merebut saluran earphone Gita bagian kanan dan memasangnya kembali di telinganya. Gita tersontak melihat ini.
"Ah, gue kira lo lagi denger apa, rupanya cuma suara piano. Aduh, ganti dong sama musik yang lebih asyik gitu. Musik klasik, mantap kayaknya."
Gita tidak peduli, malah- malah dia balik menatap laki-laki di sebelahnya itu dengan penuh kekesalan. Belum cukup Faiz berulah kemarin, hari ini dia menambahkan lagi ulah ketidaksopanannya. Merebut earphone Gita secara paksa, rasanya itu sangat menyebalkan.
"Sweet banget kita, dengerin lagu barengan. Orang bisa salah paham kalo lihat," kata Faiz lagi, masih berusaha mengajak Gita berbicara.
Gita memberenggut kesal, Faiz memang suka mengada-ada. Gita melirik ke arah Faiz, tetapi Faiz malah melirik jail ke arah Gita. Gita jijik. Lalu dia melepaskan earphone-nya, berusaha enyah dari sini. Namun, Faiz menahan tangannya.
"Lo mau ke mana? Temenin gue bentar dong, jam istirahat juga belum selesai. Santai aja dulu di sini." Faiz menarik tangan Gita ke bawah, membuat gadis itu kembali duduk.
Faiz tersenyum melihat Gita yang duduk di sebelahnya, tidak menyangka jika dia dapat sedekat ini dengan Gita.
Hening menyelimuti. Mereka sama-sama terfokus pada pikiran masing-masing dan membuat keduanya seperti orang asing. Faiz berusaha menyusun ide kejailan guna menggoda Gita, tetapi apa. Lalu terpikir olehnya untuk menanyakan tentang kejadian kemarin, pasti itu dapat dijadikannya sebagai alat baru dalam menggoda Gita.
Segera saja Faiz mendekatkan mulutnya ke telinga Gita dan berbisik, "Suara kamu bagus, aku suka. Coba ulangi lagi."
Gita sontak membelalakkan matanya ketika mendengar itu. Dia pun langsung teringat kejadian tempo hari, ketika dia harus mengeluarkan suaranya agar Faiz mau menyingkir. Diam-diam Gita merutuk dirinya, tidak seharusnya dia melakukan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Placido
Novela Juvenil[COMPLETED] [BELUM REVISI] Bagi Gita, diam adalah jiwanya. Gita menyukai tenang, setenang embusan angin yang tidak terlihat, tetapi mampu memorak-porandakan. Gita benci berbicara. Menurutnya, berbicara sama saja membiarkan dirinya dekat dengan ora...