Viginti Septem - Ketetapan Melupakan

59 7 0
                                    

Gita, mamanya, dan ayahnya masuk secara bersamaan ke dalam kamar inap Lia. Ketika masuk, pemandangan yang pertama Gita tangkap adalah Faiz yang sedang menyuapi Lia. Sebisa mungkin Gita mengumumkan senyuman, walau hatinya merasakan sakit.

"Kak Lia, ayah sama mama datang," ucap Gita sambil terus berjalan ke arah Lia.

Lia sontak tersenyum bahagia melihat kedatangan kedua orang tuanya, sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan mereka. Lia merindukan mereka.

Lia memeluk tubuh mamanya lama sekali, menikmati kasih sayang yang telah lama tidak dia rasakan. Rasanya dia ingin terus sakit jika keluarganya dapat berkumpul dan mencurahkan kasih sayang kepadanya.

Lain halnya dengan Lia yang sedang merasa bahagia, mamanya malah menangkap aneh ke arah Faiz. Dia tahu betul siapa Faiz, Faiz adalah laki-laki yang tempo hari dia temui bersama Gita. Dia pun tahu jika Faiz memiliki hubungan spesial dengan Gita. Namun, mengapa sekarang Faiz bersama dengan Lia?

"Kamu …." Mama Gita menggantungkan kalimatnya, otaknya dibiarkan mengingat tentang Faiz. Tidak salah lagi, Faiz yang tempo hari dia temui, dia adalah teman istimewa Gita.

Gita dengan jelas melihat bahwa mamanya mengingat siapa Faiz, Gita menjadi was-was. Dia takut mamanya akan membuka suara dan kembali membuat Lia marah karena Gita telah mengenalkan Faiz sebagai teman istimewanya, Gita tidak mau hal itu terjadi.

"Ma, bisa temenin Gita ke kantin? Gita mau beli makan dari pagi. Perut Gita rasanya perih," kata Gita mencoba mengalihkan perhatian mamanya.

Mama Gita mengangguk. "Oke, ayo mama anterin. Mama juga mau beli minum."

Gita dan mamanya pun keluar dari kamar inap Lia, hendak menuju ke kantin. Namun, ketika sampai di luar kamar Lia, Mama Gita tiba-tiba berhenti berjalan. Gita tidak mengerti mengapa mamanya melakukan ini.

"Ayo duduk," ajak Mama Gita kepada Gita.

Gita mendengar ajakan mamanya dengan linglung, bingung kenapa mamanya mengajaknya duduk. Padahal baru saja Gita mengatakan bahwa dia ingin beli makan, bukan duduk santai di depan kamar Lia.

"Mama inget cowok itu, dia cowok yang kamu kenalin ke mama. Mama juga tahu kalo kamu berusaha menjauhkan mama dari dia, kelihatan sekali. Entah apa yang terjadi, tetapi mama yakin kamu sedang melakukan suatu hal yang tidak sesuai dengan hatimu. Apa yang sebenarnya terjadi, Gita?" kata Mama Gita seolah tahu apa yang menjadi beban anaknya.

Gita menggeleng. "Enggak ada apa-apa kok, Ma."

Mama Gita langsung menghela napasnya, anaknya sedang berusaha berbohong. "Mama bukan orang bodoh, Sayang. Mama tahu bahwa ada yabg tidak beres di sini. Kamu melakukan pengorbanan lagi?" tanya Mama Gita. "Enggak sulit buat ngenali orang yang berarti dalam hidup anak kita, enggak sulit. Mama mengingat dia sebagai laki-laki yang mencintai kamu sekaligus sebagai laki-laki yang kamu cintai. Dari mata laki-laki itu pun menyiratkan cinta untuk kamu, seperti saat mama dan dia bertemu dulu. Namun, mengapa dia dekat dengan Lia seolah-olah ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Apa yang terjadi, Gita?"

Gita terdiam sejenak, emang sulit untuknya menyembunyikan satu hal dari mamanya. Mamanya terlalu mengenalnya, buktinya diabtahu bahwa ada sesuatu antar Gita dan Faiz.

Gita lantas mengehela napasnya, dia berusaha merangkai jawabannya. "Dia milik Kak Lia sekarang, Ma. Faiz bukan milik Gita lagi. Gita dan Kak Lia sama-sama mencintai Faiz, kami memperebutkan hati laki-laki yang sama. Tapi, Gita udah mutusin buat relain Faiz buat Kak Lia. Untuk saat ini, Kak Lia lebih butuh Faiz. Gita rela merasakan sakit, agar Kak Lia dapat merasakan kebahagiaan. Gita enggak mau terus jadi perebut kebahagiaan Kak Lia."

Setelah mengatakan hal itu, tangis Gita langsung pecah. Mamanya tahu betul bagaimana hancurnya perasaan Gita, tetapi dia juga tidak dapat berbuat apa pun. Karena memang yang Gita katakan benar, kebahagiaan Lia yang lebih penting sekarang ini.

"Mama bangga sama kamu, dari dulu kamu adalah anak yang baik."

Gita langsung memeluk mamanya setelah mamanya mengatakan hal itu. Untuk sekarang ini, hanya mamanya yang dapat menenangkan hati Gita. Gita pun ingin berusaha melupakan Faiz, dia akan berusaha mengubur cintanya kepada Faiz. Memang terasa sulit dilakukan, tetapi Gita akan berusaha melakukannya. Gita harus bisa, agar dia tidak terus merasakan sakit jika Lia dan Faiz benar-benar bersama.

"Jangan pernah ulangi kesalahan kakak kamu, jangan buat diri kamu terperangkap dalam jeratan laki-laki. Kamu itu manusia, bukan makhluk bodoh. Ada dan tiada laki-laki itu bukanlah hal berarti buat kamu. Dia hanya orang baru, tidak seharusnya kamu memikirkannya hingga seperti ini."

Gita sontak menolehkan kepalanya ketika mendengar suara tersebut, seketika dia terkaget karena ayahnya telah berdiri di ambang pintu. Wajahnya memerah, bingung sejak kapan ayahnya ada di sana. Gita merasa was-was, dia takut jika ayahnya akan marah karena Gita memikirkan tentang Faiz.

"Ayah denger semuanya?" tanya Gita dengan takut-takut.

"Bukan hanya dengar, tapi ayah juga lihat dengan mata bagaimana dalamnya cinta kamu untuk dia. Ayah bukan orang bodoh, ayah tahu segalanya melalui tatapan. Dan dari tatapan kalian, ada hal yang lain," jawab Ayah Gita dengan nada tegas.

Gita terdiam, mungkin memang Gita tidak pandai dalam menyembunyikan ekspresi. Semua orang yang ada di dekatnya seolah dapat membaca gerak-gerik mata Gita.

"Ayah memang keras, ayah selalu menghukum siapa saja yang selalu ayah anggap bersalah. Itu ayah lakukan agar kalian jera dan tidak lagi melakukan kesalahan. Mungkin kalian tidak menyukai cara ayah ini, tetapi ayah tidak peduli. Ayah hanya ingin menjadi orang yang dapat menuntun kalian agar tidak terjerumus, walau ayah sudah gagal dalam mendidik Lia," kata Ayah Gita. "Sejak dulu kamu adalah kesayangan ayah, kamu anak yang penurut dan tidak suka memancing amarah ayah. Ayah selalu bangga terhadapmu. Dan untuk kali ini, tolong buat ayah bangga dengan tidak memikirkan laki-laki itu. Relakan dia untuk Lia."

Hati Gita semakin terasa sakit mendengar hal itu, seperti dunia memang mendukung Gita untuk melupakan Faiz. Tidak mamanya, tidak ayahnya. Mereka ingin Gita mantap dalam melakukan ini. Mungkin inilah yang terbaik, lepas dari Faiz. Namun, yang jadi pertanyaan akankah Gita benar-benar sanggup melakukannya? Masih tidak jelas. Karena walau Gita mengatakan bahwa Faiz hanya orang baru yang tidak akan berarti untuknya, tetapi hatinya terus mengatakan sebaliknya. Gita sangat ingin Faiz bersamanya.

Gita menghela napasnya, dia berusaha menjernihkan pikirannya. Seberapa besar cintanya kepada Faiz, dia juga tidak boleh egois. Dia sudah memutuskan dan harus menepati keputusan itu. Gita harus mantap, dia harus melupakan Faiz.

Mungkin melupaka Faiz adalah yang terbaik. Ini bukan hanya demi gue, tapi demi gue dan Faiz agar enggak semakin terluka, batin Gita.

*****

Tiga bab lagi ending, hahaha. Gimana yah nanti endingnya? Eum 😎😎😎 Btw abaikan typo dan kata anuan. Sumpah, aku lagi ga ada mood nulis tapi ga mau utang. Eheee 😊😊😊

—Semarang, 9 April 2018—

PlacidoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang