Gita terdiam di kamarnya, meringkuk sembari memeluk boneka kesayangannya. Angannya tertuju pada Faiz, membayangkan apa yang telah terjadi kemarin. Antara yakin atau tidak, Gita mulai menentukan pilihan. Mungkin memang bersama Faiz adalah pilihan yang terbaik karena mamanya pun yakin bahwa Faiz adalah laki-laki yang cocok untuk Gita.
"Senyum-senyum terus, lagi mikirin cowok itu, ya?" Lia memasuki kamar Gita, matanya menangkap Gita yang sedang senyum-senyum tanpa sebab.
Gita terkaget melihat kedatangan Lia, langsung saja Gita menormalkan ekspresinya agar Lia tidak semakin menggodanya. Gita beranjak dari tempat tidurnya, menghampiri Lia yang sedang kesulitan menggerakkan kursi rodanya.
"Gita enggak lagi mikirin Faiz kok, Kak. Berasa penting aja mikirin dia mulu."
Wajah Lia seketika berubah mendengar nama yang disebutkan oleh Gita. Faiz, nama itu mengingatkan Lia pada seseorang.
"Laki-laki itu namanya Faiz?" tanya Lia coba memastikan.
Gita mengangguk. "Iya, namanya Faiz. Dia anak baru di sekolah Gita. Cowok paling nyebelin yang suka buat Gita salah tingkah, tapi dia satu-satunya cowok yang buat Gita ngerasa nyaman."
Lia terdiam, rasanya dia mulai penasaran dengan Faiz yang disebut-sebut oleh Gita. Ingin sekali dia bertemu dengan Faiz, memastikan bahwa Faiz yang dimaksud Gita bukanlah Faiz yang sama dengan Faiz yang dikenalnya.
"Boleh kakak ketemu sama dia?" ucap Lia kemudian.
Gita mengernyitkan dahinya, merasa aneh karena Lia tiba-tiba ingin bertemu dengan Faiz. "Kakak mau ketemu sama Faiz?"
Lia mengangguk. "Ya, aku mau lihat wajah cowok yang udah buat adik aku jatuh cinta."
Mata Gita langsung berbinar ketika Lia mengatakan hal tersebut. Ini adalah kesempatan baik untuknya, dia akan memperkenalkan Faiz kepada Lia dan memastikan bahwa Lia juga berpendapat jika Faiz adalah laki-laki yang pantas untuk Gita. Dan ketika Lia mengatakan hal itu, tidak ada lagi alasan Gita untuk menolak perasaan Faiz.
"Oke, Kak. Aku akan ajak Kakak ketemu sama Faiz," kata Gita penuh bahagia. "Hmm ... aku telepon Faiz dulu dan bilang kalo Kak Lia mau ketemu sama dia, ya."
Lia mengangguk. Kemudian Gita langsung pergi dari Lia, dia menelepon Faiz dalam jarak yang sedikit jauh dari Lia. Dapat Lia lihat betapa bahagia Gita ketika dia ingin bertemu dengan Faiz.
Semoga Faiz yang dimaksud oleh Gita bukan Faiz yang pernah aku kenal. Karena jika hal itu sampai terjadi, aku enggak akan tinggal diam, batin Lia.
*****
"Apa, Vio? Kakak kamu mau ketemu sama aku?" kata Faiz, ketika Gita memberitahukan bahwa kakaknya ingin bertemu dengan Faiz.
"Iya, kakakku pengin ngelihat cowok tengil yang suka ganggu hidupku. Kamu mau, 'kan?"
"Mauuuu," jawab Faiz dengan spontan. Lalu dari seberang sana dia mendengar gelak tawa dari Gita, sepertinya Gita sedang besar kepala karena Faiz langsung mengiyakannya. "Eh, maksudnya aku mau lihat kakak kamu karena pasti dia cantik. Kali aja cocok sama aku."
"Ngaco!"
Faiz langsung tergelak karena lagi-lagi perkataan khas Gita keluar, lucu sekali.
"Udah, ah. Aku cuma mau ngasih tahu itu. Aku tutup, ya."
Tut ... tut ... tut ....
Sambungan telepon itu langsung diputus oleh Gita sebelum Faiz membalas ucapan Gita. Faiz tidak peduli, yang terpenting adalah besok dia dapat bertemu dengan Kakak Gita. Faiz jadi penasaran bagaimana Kakak Gita itu, apakah sama uniknya dengan Gita ataupun tidak. Selain itu, Faiz memiliki rencana baru jika nanti dia bertemu dengan Kakak Gita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Placido
أدب المراهقين[COMPLETED] [BELUM REVISI] Bagi Gita, diam adalah jiwanya. Gita menyukai tenang, setenang embusan angin yang tidak terlihat, tetapi mampu memorak-porandakan. Gita benci berbicara. Menurutnya, berbicara sama saja membiarkan dirinya dekat dengan ora...