Setelah menutup—atau lebih tepatnya membanting—pintu kamar, aku menghempaskan tubuhku di kasur.
what a great day.
bisikku pelan dengan sarkastik.
Aku masih tidak bisa percaya mama tega mengkhianati janji yang kami buat. Menikah? Astaga bahkan aku tidak bisa membayangkannya! Kepalaku sakit memikirkan perjodohan bodoh ini.
Pertama, aku harus menikah dengan seseorang yang sama sekali tidak kukenal. Kedua, aku menemukan bahwa calon suamiku—oke, sebutan ini terdengar horor—masih anak SMA. Bukannya aku ingin menikah dengan om-om. Tapi bisa apa memangnya dia hah? Oh dan jangan lupa dengan sikap sok dan sombongnya itu, benar-benar membuatku mu-
Tok Tok Tok
Tidak perlu membuka pintu untuk tahu siapa yang sedang berdiri di luar sana, karena hanya akan ada satu jawaban.
"Kei?"
See? Aku benar.
"Kei, kamu di dalam kan?"
Aku membalikkan tubuh agar membelakangi pintu, lalu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhku.
"Oke, mama masuk"
Too bad, gue lupa kunci pintu.
Pintu kamarku dibuka perlahan kemudian terdengar suara langkah kaki mendekat.
"Kei, ayo dong. Masa mau marah terus?"
Aku menghiraukan mama.
"Kei, mama ngelakuin ini demi kamu."
'ini semua demi kamu nak, demi kebaikan kamu' batinku dengan nada mengejek. Bullshit. Kalau untuk kebaikanku harusnya mama menolak perjodohan bodoh ini, bukan malah melanjutkannya. Dia pikir ini jaman Siti-siapa-lah-itu? For God sake ini 2013!
"Apa?"
O-oh apa aku mengucapkannya terlalu keras? Kuputuskan untuk tetap diam. Kurasakan mama perlahan duduk di sisi tempat tidurku.
"Mama gak akan minta maaf atas apa yang mama perbuat. Kamu harus tau kalau semua ini mama-"
Mama terus berbicara dan berbicara. Mencari alasan seakan apa yang dia perbuat adalah hal yang tepat. Aku tak lagi menyimak apa yang Ia katakan. Tanganku menggenggam erat selimut yang menutupi tubuhku hingga tanganku sendiri terasa sakit.
Sampai di saat aku merasa tidak tahan lagi, tanpa sadar aku berdesis marah meminta mama untuk menghentikan ucapannya.
Mama tidak mendengarku dan terus saja berbicara tanpa henti.
"Cukup.." lirih ku pelan.
"..jadi Kei, Mama pikir apa salahnya sih untuk kamu? Lagipula mama dan tante Dian sudah sangat dekat. Ivan juga men-"
Perutku mual mendengar nama laki-laki itu. "Please, stop it ma.." lirihku lagi, kali ini lebih kencang
Sepertinya kali ini mama mendengarku karena ia terdiam beberapa saat.
"Kei biar mama jelasin supaya kamu ngerti alasan mama"
"Apapun itu Kei gak mau dengar ma. Tolong keluar?"
Aku tau mama pasti akan membuat alasan lagi, jadi kuputuskan untuk berbicara duluan, "Kei butuh sendiri."
Bisa kurasakan mama berdiri kemudian langkah kakinya menjauh.
"Ma?" panggilku sebelum Ia keluar.
"Ya?" meskipun aku masih membelakanginya, aku tidak harus melihat wajahnya untuk tahu mama sedang berharap aku merubah keputusanku dan membiarkan ia tinggal di kamarku sebentar lagi jadi aku mengerti seluruh omong kosong ini, lalu berakhir memaafkannya—nada senang disuaranya sangat jelas. Tapi tidak, aku belum siap untuk itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Highschool Marriage
Teen FictionAku menyayangi mama dan tidak pernah membantah,tapi menikah? yang benar saja! Mama pasti sedang bercanda, kan? Walaupun aku pernah berkata ingin nikah muda, bukan berarti Ia harus menikahkanku di umur 16 tahun! terlebih lagi dengan kakak kelasku sen...