Tiga Belas - Ini Bencana

91K 4.2K 203
                                    

She's updated!

Yes dude, you're not dreaming right now, Im really updated this story.

here, enjoy this part and tell me what you think!

xx dai

***

“Wow.”

“Wow?”

“Wow.”

“O-okay. wow?”

“Iya, wow! Oh my god, Kei!” teriak Anne dengan senang.

Aku menggelengkan kepalaku. Aku sudah bisa menebak kemana pembicaraan ini akan berlanjut. “Gue tahu, pasti kak Adit suka sama lo!” katanya sambil menatapku dengan pandangan berbinar. Aku hanya menatapnya dengan pandangan bosan.

“Cukup, Ne. Kali ini lo jangan mulai lagi.”

Bukan pertama kalinya aku memiliki percakapan seperti ini dengan Anne. Setiap kali ada laki-laki yang berbicara padaku, Anne pasti akan langsung berfikir bahwa laki-laki itu menyukaiku—yang sebenarnya adalah tidak. Berkali-kali Anne berfikir seperti itu dan berkali-kali pula ia salah. Misalkan ketika kami masih kelas lima sekolah dasar, salah satu teman laki-laki di kelas kami kebetulan tidak membawa pulpen, dan akhirnya memutuskan untuk meminjam pulpenku. Esok harinya, tersebar berita bahwa Setyo—anak laki-laki yang meminjam pulpenku—sudah lama menyukaiku, hanya saja terlalu malu untuk mengakuinya. Kami berdua menjadi bahan gosip di kelas, dan itu semua ulah Anne. Setyo tidak pernah berbicara padaku lagi setelah itu.

Awalnya kupikir, mungkin si kecil Anne belum mengerti apa-apa dan bukankah gosip seperti itu sering terjadi? Tapi tidak sampai hal yang sama kembali terulang saat kami baru memasuki smp. Kami masih menjalani masa orientasi dan aku diberi perintah dari kak B untuk meminta nomor kak A sebagai syarat mendapat tanda tangannya. Aku yang takut untuk mendatangi kakak kelas, mengajak Anne bersamaku. Untungnya kak A langsung begitu saja memberi nomornya. Anne yang menyaksikan kejadian itu kembali berasumsi kak A suka padaku. Anne (tidak) sengaja mengatakannya terlalu keras, dan kak A mendengar hal itu juga. Mukaku langsung memerah dan segera kutarik Anne pergi dari sana.

Dan kejadian seperti itu masih sering terulang beberapa kali, aku bahkan terlalu malu untuk mengingatnya lagi

“Kali ini percaya sama gue, kei. Gue yakin.”

Aku menghela nafas.

Itu yang ia katakan sebelumnya

Dan sebelum sebelumnya.

»»»»»»»»»»

“Lo kok bisa disini?!” tanyaku begitu saja ketika melihat Ivan tiba-tiba muncul lalu duduk di salah satu sofa saat aku sedang menonton.

“Nyokap,” jawabnya singkat.

Aku hanya mengangguk mengerti sambil kembali memfokuskan diriku ke acara tv yang kutonton tadi. Sebenarnya, aku sudah mulai bosan dengan kelakuan dua ibu-ibu itu. Yang benar saja, apa mereka tidak lelah sama sekali? Banyak cara yang mereka lakukan untuk membuat aku dan Ivan lebih sering bersama. Lalu apa manfaatnya? Mau bagaimanapun juga aku dan Ivan hanya akan tetap seperti ini. Tidak ada perubahan sama sekali, mau bagaimanapun mereka mencoba. Ya Tuhan, aku masih SMA­! Ralat, Kami berdua bahkan masih SMA!! Tak bisakah mereka setidaknya menunggu?

.

Meskipun aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya harus mereka tunggu.

»»»»»»»»»»

“Kita makan malam di luar malam ini!” kata mama sambil menatapku dengan wajah bahagianya.

“O-oke..lalu?” melihat senyum mama yang berlebihan aku merasa ada hal aneh lagi yang direncanakannya. Maksudku, ini hanya makan malam biasa dan ia terlihat begitu senang.

Highschool MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang