"Stay with me. I'm sure we can run together."
Untuk sesekali dalam hidup, kadang seorang sahabat harus menyembunyikan beberapa keping perasaan yang tak bisa diungkapkan. Kebenaran yang terjadi, yang dilalui begitu saja, mungkin terasa lebih nyaman untuk disimpan sendiri.
Setelah perpisahannya dengan Dafa di depan lukisan itu, Rei menitikkan air matanya. Meratapi betapa perihnya perjalanan cinta pertama yang dirasakannya. Di kesempatan begitu, harusnya Bety mendengar semua ini dari curahan hati sahabatnya. Tapi Rei memaksa bungkam. Memilih untuk menangis sendiri dan menutupi kejadian buruk yang baru saja terjadi padanya.
Dan gadis itu terus menangis.
Hingga sang waktu yang baik, membawa waktu lebih cepat. Mengantar Rei ke hari yang baru. Berusaha memudarkan ingatan menyakitkan itu.
Hari terus berlalu, tanpa cerita Dafa, tanpa kehadiran Dafa, tanpa senyuman Dafa, tanpa apapun tentang Dafa.
Bahkan untuk sekedar menyebut namanya, Rei merasa tak pantas. Gadis itu sudah terlalu menyakiti satu-satunya pria yang begitu rela mencari ke ujung dunia demi dirinya.
Sementara Bety sendiri, mencoba sesekali membahas seorang Dafa. Tapi jawaban Rei tak pernah berubah.
"Gue sama Dafa, baik-baik aja," ujarnya begitu Bety bertanya.
Dafa sendiri juga tak pernah bercerita hal menyakitkan itu pada Riki ataupun Bety. Seolah pertemuan yang terjadi di sana sangat buruk untuk diceritakan.
Hanya Dafa dan Rei yang merasakannya, mengetahuinya, dan melakoninya seperti tak terjadi apa-apa.
Namun, tetap saja untuk seorang sahabat perempuan seperti Bety, yang merasakan aura perbedaan dari sikap Rei. Gadis itu terlalu peka untuk menangkap sesuatu. Bety sejujurnya merasa ragu bahwa hubungan antara Rei dan Dafa itu baik-baik saja.
Meski terdengar terlalu bullshit jika Bety menerima kenyataan bahwa Dafa hanya menyukai Rei. Tapi Bety tetap teguh mengembalikan hubungan keduanya.
Perbedaan agama? Entah, rasanya Bety juga benar-benar tak ingin membahas hal utama itu.
@
Minggu-minggu berlalu.
Sebulan lamanya sejak kejadian hari rabu itu.
Semenjak itu hubungan Rei dan Dafa masih tak pernah baik. Bety tak pernah menemukan keduanya berjumpa untuk sekedar mengobrol.
Bahkan usaha Bety untuk mempertemukan keduanya, secara tiba-tiba gagal total. Seolah Tuhan juga tak merestui keduanya.
Minggu keempat sejak kejadian itu. Minggu pertemuannya bersama dua sahabatnya. Bety sengaja meminta Riki untuk tidak bergabung, hanya untuk minggu ini saja. Bukan dengan maksud modus dengan Dafa, Bety dengan tulus ingin membicarakan soal Rei.
Memaksa Dafa membuka mulutnya untuk mengatakan kejadian yang sebenernya.
Di kafe ketiganya biasa kumpul.
"Eh, gue pulang dulu ya, gue ada urusan mendadak nih di rumah," ujar Riki setelah menyetujui permintaan Bety.
"Tumben lo ada urusan, di rumah lagi, biasanya lo gak peduli-peduli aja tuh," timpal Dafa kurang yakin.
"Lo tuh Daf, baru kenal Riki berapa tahun juga. Gue udah kenal Riki dari kecil lagi. Gak tiap hari dong Riki selalu cuek, dia kadang juga ngurusin keperluan sebagai anak tertua keluaranya," ungkap Bety membantu kepergian Riki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Belas [COMPLETED]
Teen Fiction"Kenapa lo harus sembunyi?" tanya Dafa pelan. Rei diam. Sulit menjawab pertanyaan itu dengan sejujurnya. "Karena lo juga udah boongin gue," jawab Rei. "Tentang apa? Gue boong soal apa?" tanya Dafa. Rei menggigit mulutnya. Harusnya gadis ini tidak me...