BAB 34

859 57 0
                                    

"Seperti pelangi yang muncul setelah badai pergi, ku harap kamu selalu bahagia bagaimanapun kondisinya -author"

Mata Rei terlihat sangat sembab.

Ia sekarang sendirian di dalam mobilnya. Bety memutuskan pulang sendiri dengan naik taxi, tak ingin merepotkan Rei hingga harus mengantarnya pulang sampai rumah.

Dan jadinya, di kafe tadi, mereka menangis sejadi-jadinya. Rei menceritakan segalanya, Bety berusaha memahami tapi tak kuat untuk tidak meneteskan air matanya.

Tapi, pindah memang awal yang bagus untuk Rei. Awal yang baru untuk membuat yang lalu menjadi hari yang lebih biru. Untuk membuang rasa sedih yang terkenang begitu melihat segala sesuatu yang membuat pikirannya kembali terpuruk ke masa lalu.

Rei butuh udara yang baru. Seperti ia merasakan lingkungannya sekarang sudah tercemar oleh segala sesuatu yang menyakitkan. Gadis itu ingin berubah. Ia ingin menjadi lebih baik. Ingin menjadi gadis yang baru, yang menurutnya sesuatu yang baik.

@

Rei memakai kacamata hitamnya begitu masuk ke dalam rumah. Ia tak ingin tante Mira melihat matanya yang sembab itu kemudian menceramahinya dengan segala kata-kata yang sekarang justru membuat Rei semakin bersalah.

Tapi sebaliknya, tante Mira curiga melihat Rei memakai kacamata hitam malam-malam begini.

"Tadi Dafa ke sini," ujar tante Mira.

Rei yang sebelumnya berjalan cepat menuju kamarnya, berhenti dan menatap tante Mira tanpa melepas kacamatany.

"Dia udah tau kamu bakal pindah, Rei," ungkap tante Mira.

Rei sangat terkejut. Sekarang bukan cuman Bety, Dafa juga udah tau sebelum Rei sempat memberitaunya lebih dulu.

"Sini, duduk sebelah tante dulu," pinta tante Mira. Rei menurutinya karena penasaran dengan apa yang diperbuat Dafa setelah mengetahui semuanya."Ngapain malem-malem pakek kacamata sih?" sindir tante Mira sambil melepas kacamata Rei tanpa seizinnya.

Dan terlihatlah mata Rei yang masih sembab. Tante Mira tak terlalu kaget. Ia menduganya. Pasti akan ada tangis yang mengakhiri jalan-jalan Rei dan Bety hari ini.

"Tadi Dafa shock banget. Tante nyeritain segalanya agar dia gak salah paham sama kamu. Dafa ternyata cepet untuk ngerti. Dia memahami situasi dan menerima kepindahan kamu dengan ikhlas. Tadinya Dafa pingin nungguin kamu lebih lama, tapi dia nitip salam aja ke kamu. Besok, Dafa mau ngajak kamu jalan-jalan," ungkap tante Mira.

"Dafa gak marah kan tante?" tanya Rei pelan.

Tante Mira menggeleng.

"Dia bilang sama tante, akan ada dimana suatu pertemuan itu berubah jadi perpisahan. It's okay kalau aku sama Rei akan dipisahkan. Tuhan udah mengatur yang terbaik buat kita. Aku maupun Rei, hanya mahluk yang bisa menjalaninya bukan menentangnya," ujar tante Mira.

Rei mengangguk pelan. Senyum tipisnya mengembang disertai air matanya yang perlahan menetes satu demi satu.

Tante Mira mengelus rambut Rei. Berusaha menenangkan anak gadis sebelahnya.

"Rei. Kamu harus tau satu hal," timpal tante Mira di sela tangis Rei."Kamu itu gadis istimewa. Allah memberikan kamu banyak ujian tapi kamu bisa melewatinya, kamu sungguh gadis yang istimewa. Ujian yang Allah berikan adalah kenaikan pangkat derajat manusia. Udah berapa ujian yang kamu lewati dengan segala keikhlasan? Udah di tingkat berapa pula kamu berada sekarang?"

Rei menghentikan isakannya.

"Masalah itu kalau dibawa sedih jadinya sedih terus. Kalau dibawa seneng gak akan terasa menyakitkan. Kalau diketawain masalahnya bakal malu," tante Mira menarik kepala Rei dalam pelukannya."Jadi jangan nangis ya Rei, jangan sedih. Tersenyum dan berbahagialah selalu,"

Tiga Belas [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang