Taehyung
Siapa bilang kalau kanto polisi tidak bisa jadi tempat kejadian perkara?
Sekarang aku tahu kalau bisa. Mungkin ini jadi sedikit lucu, karena kantor polisi sekarang dikelilingi garis polisi berwarna kuning.
Kejadiannya tadi malam. Aku kurang tahu persis bagaimana tepatnya, tapi tahu-tahu sudah ada gadis yang berteriak, si cleaning service di hotel itu. beberapa polisi langsung keluar dan tak lama, salah satunya kembali sambil berteriak, “Opsir Johnny mati tertembak.”
Sesuatu yang lucu untuk sesuatu yang mencekam. Aku padahal berniat untuk pulang secepat mungkin tapi tahu-tahu tertahan lagi di kantor polisi selama beberapa jam. Aku baru diizinkan pulang sejam sebelum matahari terbit.
Ya, mari kita ambil sisi positifnya. Aku masih bisa melihat matahari terbit. Wah. Dan sekarang, matahari justru muncul sambil menertawaiku.
Aku tahu betapa berantakannya aku. Dasi sudah kulepas dari kemeja, ada noda kopi di kemejaku berkat 5 gelas kopi yang aku habiskan. Untungnya ini kopi, bukan bir atau alkohol. Aku benar-benar kelihatan seperti gelandangan.
Sebenarnya aku punya rumah. Dan aku punya seseorang yang menunggu di rumah. Oh, bukan seseorang. Tapi seekor. Seekor anjing. Yah, itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Tiga jam lagi dan aku harus kembali ke kantor polisi. Semua ini jadi makin menyebalkan. Padahal kupikir mereka akan meluangkan paling tidak sehari untuk berkabung karena salah satu polisi baru saja mati mengenaskan kemarin. Tapi libur itu lebih mirip mitos bagi mereka, entah sadar atau tidak.
Satu kasus pembunuhan belum selesai dan sekarang ada pembunuhan baru, dan aku diminta jadi saksi. Apa setelahnya aku akan jadi tertuduh lagi? Polisi di kantor itu benar-benar lucu.
Kenyataannya, sebanyak apapun kopi yang aku minum, tetap saja tidak bisa membuatku lupa bahwa aku ditetapkan jadi tersangka. Tersangka pembunuhan Hoseok. Kurasa berikutnya aku akan coba minum nata de coco, siapa tahu aku jadi lupa diri.
Aku bangun dari kursi di dekat jendela, membiarkan kaki melangkah sempoyongan keluar dari supermarket.
Kepalaku terasa benar-benar berat, namun aku masih bisa mengomel begitu membuka pintu dan seorang wanita menabrakku dengan tubuh kecilnya.
“Hei, jalan pakai mata dong!”
Oke, Kim. Pemilihan kalimat yang salah. Orang berjalan dengan kaki, bukan mata.
Gadis itu menunduk dan bergumam “maaf” dengan pelan, membuatku menoleh dan berusaha melihat wajahnya.
Matanya sembab, bengkak, hanya butuh dua detik untuk menebak itu efek menangis semalaman. Rambutnya sedikit berantakan, dan dia kelihatan baru bangun tidur dengan sandal kelinci dan sweater rajut abu-abu itu.
Namun ada sesuatu yang familier pada gadis ini. Sesuatu yang memunculkan kalimat seperti “hei, kita bertemu lagi” atau “sudah lama sekali” dalam benakku. Tapi tak satu pun dari kalimat itu yang keluar dari bibirku.
Karena di detik berikutnya setelah aku ingat nama gadis ini—dan sekarang aku tahu alasan kenapa dia terasa tak asing bagiku—yang ada justru aku kehilangan keseimbangan, tubuhku miring kemudian ambruk. Dan ketika dia menoleh, aku hanya bisa tersenyum seperti orang idiot sebelum semuanya berubah gelap.
*
“Taehyung, sudah sadar?”
Mataku terasa begitu berat, entah kekuatan apa yang membuatku berhasil membuka mata, mengerjap beberapa kali, sebelum menemukan sosok wanita dengan nampan berjalan ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Up and Down ♤ (✓)
FanfictionMalam itu seharusnya hanya ada acara reuni. Tidak lebih. Jelas sekali pembunuhan Jung Hoseok tidak masuk dalam daftar Malam itu, semuanya berubah. Dan hanya ada dua pilihan bagi ke empat sahabat lama yang akhirnya bertemu lagi. Membiarkan hidup mer...