CHAPTER 4 ERIC (PART 4)

6.2K 710 10
                                    


Sosok itu melayang karena kakinya tidak menapak pada lantai. Sosok itu memakai jubah berwarna hitam dengan kepalanya yang miring ke samping. Lidahnya menjulur keluar dan darah menetes dari mulutnya. Matanya berwarna merah dan tengah melotot ke arahku. Selain itu ada lingkaran berwarna hitam pekat di kelopak matanya. Tubuhku semakin gemetaran ketika sosok itu melayang mendekatiku. Tubuhku terasa lemas hingga tanpa ku sadari aku jatuh terduduk.

Sosok itu kini berdiri tepat di depanku dan secara perlahan dia mendekatkan wajahnya yang menyeramkan itu padaku. Mataku bertatapan dengan matanya yang melotot itu. Sensasi ini sudah tidak asing bagiku. Ya ... aku tahu sosok itu akan memperlihatkan kenangannya padaku.

Sebuah pemandangan asing berada di depan mataku saat ini. Ku tatap sekelilingku dan sepertinya aku sedang berada di dalam sebuah kamar. Ada seseorang sedang duduk di depan meja belajar, aku pun mendekatinya. Ku lihat seorang pria sedang serius belajar. Ketika ku tatap wajahnya aku merasa mengenali wajah ini. Ku rasa ini wajah dari sosok hantu yang sedang memperlihatkan kenangannya padaku. Siapa namanya? Aku ingin menanyakan namanya tapi tentu saja itu tak mungkin ku lakukan karena di dunia kenangan ini aku tidak bisa berkomunikasi dengan siapapun.

" Eric ..." terdengar sebuah suara dari arah pintu dan muncullah seorang wanita paruh baya memasuki kamar ini. Eric jadi itulah nama hantu ini.

" Ayahmu memanggilmu."

" Apa dia akan memarahiku lagi, Bu?" terlihat raut sedih di wajah wanita itu yang baru ku ketahui merupakan ibu dari Eric.

" Ibu tidak tahu, semoga saja tidak. Temuilah ayahmu."

" Iya bu ..." Eric beranjak bangun dari duduknya dan berjalan mengikuti ibunya. Tentu aku pun berjalan mengikuti mereka.

Sesampainya di depan sebuah ruangan, terlihat seorang pria paruh baya sedang duduk di sofa dengan sombongnya.

" Ayah memanggilku?" tanya Eric dengan terdengar nada takut pada suaranya.

" Bagaimana dengan nilai-nilaimu? Aku harap tidak mengecewakan. Kau harus ingat Eric, kau itu anak laki-laki satu-satunya. Kau harus mendapatkan nilai yang sempurna. Jangan sampai kalah dengan saudara-saudara perempuanmu. Jangan membuatku menyesal karena sudah membayar mahal biaya kuliahmu. Kau mengerti kan? Aku tidak akan pernah memaafkan sebuah kegagalan."

" A ... aku mengerti ayah."

" Pergilah, lanjutkan belajarmu." Pria itu yang tidak lain ayah Eric beranjak bangun dari duduknya dan pergi meninggalkan Eric begitu saja. Eric tetap berdiri mematung dengan tatapannya yang sedang tertunduk. Meskipun dia sedang menunduk, aku bisa melihat dengan jelas matanya berkaca-kaca yang menandakan dia sedang menahan tangisannya.

Sekelilingku tiba-tiba berputar, aku tahu ini tanda aku akan melihat kenangan yang lain. Benarlah dugaanku ketika sekarang aku sedang berada di sebuah kamar. Tapi aku tahu betul ini bukan kamar Eric yang tadi aku lihat. Mungkinkah aku sedang berada di kamar Asrama Eric? Ku rasa dugaanku tepat jika melihat ada tiga tempat tidur disini.

Sekali lagi aku melihat seseorang sedang duduk di atas tempat tidur, aku tahu itu Eric. Aku menghampirinya, aku terkejut ketika melihat wajahnya sudah dipenuhi air mata yang tak hentinya mengalir dari kedua matanya. Dia menangis sambil menatap sebuah kertas yang dia pegang. Aku memberanikan diriku menatap ke arah kertas itu. Jika melihat coretan-coretan yang terdapat di kertas itu, aku rasa itu nilai hasil ujiannya. Aku rasa aku juga tahu penyebab Eric menangis, Eric mendapatkan nilai yang tidak bagus dalam ujiannya dan jelas hal itu akan membuat ayahnya sangat marah padanya.

Eric meremas kertas itu dan berjalan menuju meja belajarnya. Lalu ... dia mengeluarkan sebuah buku dan pena. Dia pun terlihat mulai menuliskan sesuatu pada kertas itu. cukup lama dia menulis, hingga akhirnya dia merobek kertas yang sudah dipenuhi tulisan tangannya lalu memasukkannya ke dalam sebuah amplop. Dia pun menyelipkan amplop itu ke dalam sarung bantalnya. Entah apa yang akan dia lakukan setelah ini? Jawabanku terjawab ketika ku lihat dia berjalan menghampiri tasnya yang tergeletak di meja. Dia mengeluarkan sebuah benda yang sukses membuat kedua mataku membulat sempurna.

Benda itu tidak lain merupakan sebuah tali. Sekarang aku tahu apa yang akan dia lakukan. Dengan menggunakan kursi sebagai alasnya berpijak, dia mengikat tali itu pada celah ventilasi di pintu dan membuat lingkaran di ujung talinya yang sesuai dengan ukuran kepalanya. Dia memasukkan kepalanya ke dalam lingkaran tali itu dan menendang kursi pijakannya dengan kakinya. Aku menutup mataku serapat mungkin karena aku tidak sanggup menyaksikan detik-detik ketika Eric menghembuskan nafas terakhirnya.

Sekelilingku kembali berputar-putar, ku buka mataku perlahan dan kini kegelapan lah yang memenuhi penglihatanku. Meskipun disini gelap tapi aku masih bisa melihat sosok melayang itu tepat di depanku. Ya ... itu sosok hantu Eric. Sepertinya aku telah kembali ke dunia nyata dan aku sedang berada di kamar Asrama Eric seperti sebelum aku pergi ke dunia kenangan Eric.

Mataku yang sudah mulai terbiasa dengan kegelapan dapat melihat dengan jelas tangan hantu Eric yang menunjuk ke arah suatu tempat. Tempat yang ditunjuk oleh tangannya itu, aku yakin itu sebuah tempat tidur. Aku pun menyadari maksudnya.

" Kau ingin aku memberikan surat itu pada orangtuamu?" tanyaku pada hantu Eric dan dijawabnya dengan sebuah anggukan.

" Baiklah, aku akan membantumu memberikan surat itu pada keluargamu. Tolong kau buka pintunya."

" Cklek ..." tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, kemudian aku mendengar derap langkah kaki beberapa orang memasuki kamar dan menghampiriku.

" Leslie.. kau baik-baik saja?" pemilik suara itu bertanya dengan panik. Tentu saja aku tahu pemilik suara itu adalah Sean.

" Aku baik-baik saja Sean, tolong kau nyalakan lampunya."

" Lampu di kamar ini sudah mati." Jawab seseorang yang sepertinya penjaga Asrama ini.

" Sean mana sentermu?" Sean memberikan senternya padaku. Setelah itu dengan diterangi cahaya senter aku berjalan menuju tempat tidur yang tadi ditunjuk oleh hantu Eric. Ku buka sebuah sarung bantal yang tergeletak di tempat tidur itu. ku rasakan sebuah kelegaan tak terkira ketika sebuah amplop jatuh dari dalam sarung bantal itu.

Surat ini ... Ya inilah penyebab hantu Eric belum bisa kembali ke alamnya. Dia belum merasa tenang sebelum surat ini diberikan kepada keluarganya. Sekarang tugasku lah untuk memberikan surat ini pada keluarga Eric.


Hai semuanya ... maaf ya sesuai jadwal seharusnya saya up kemarin tapi banyak urusan di nyata jadi gak sempet ngetik ceritanya. 

semoga kalian suka ceritanya..

See Next Chapter ...

Grandes High School (Leslie & Sean) {Proses penerbitan}Where stories live. Discover now