What is This Feeling?

602 48 1
                                    

Jihoon memain-mainkan ponsel di tangannya dengan bimbang. Sudah lima menit cowok bertubuh pendek itu mempertahankan posisinya saat ini. Siapapun tahu bahwa ia sedang melamun.

Wonwoo menyambar ponsel di tangan Jihoon. Hal itu membuat pria bernama panggung Woozi terkejut dan hampir meninju rekan kerja di hadapannya kalau saja ia tidak segera tersadar. Wonwoo hanya menunjukkan sederet gigi putihnya tanpa merasa bersalah. Ia juga kaget dengan reaksi Jihoon yang diluar dugaannya. Dengan malas, Jihoon kembali merebut ponsel miliknya dan memasukkan ke saku jaket.

"Hampir saja aku meninjumu," celetuk Jihoon kesal.

"Kau ini kenapa sih? Masih belum ada kabar dari Hyesung?" tanya Wonwoo berusaha terdengar simpatik.

Jihoon mengangguk kecil mengiyakan. "Aku sangat merindukannya. Ini sudah bulan kedua sejak tahun baru dan kami masih belum bertemu."

Wonwoo ikut termenung. Hubungan Jihoon dan kekasihnya itu memang sedang tidak baik. Akibatnya, Jihoon sering kali terlihat murung atau melamun. Padahal kehadiran seorang wanita di kehidupan produser Seventeen itu benar-benar seperti menemukan oasis di tengah padang pasir. Mampu melelehkan hati beku seorang Lee Jihoon.

"Yah, berdoalah. Semoga saja masalah Hyesung cepat selesai dan hubungan kalian kembali lancar. Sepi juga dorm ini tanpa ada kehadirannya yang selalu ceria." Jihoon hanya mengiyakan tanpa berminat untuk memperpanjang obrolan perihal kegusaran hatinya.

Ngomong-ngomong tentang sosok gadis yang ceria, Wonwoo jadi teringat seseorang yang belum lama ini dikenalnya. Sibuk berlatih dan mempersiapkan banyak aksi panggung untuk acara awal tahun, membuatnya sempat lupa sejenak. Belum lagi Seventeen juga sedang sibuk menyiapkan lagu baru untuk comeback mereka tahun ini.

"Lee Jihoon," panggil Wonwoo. "Bagaimana rasanya memiliki seseorang yang ceria di sisimu?"

Jihoon mengernyitkan dahinya bingung. "Maksudmu, Hyesung?" Wonwoo mengangguk. "Bagiku, dia adalah penyeimbang diriku. Kau kan tahu aku sulit mengekspresikan diri sendiri sedangkan dia memiliki karakter yang berkebalikkan dengan diriku. Tapi orang yang selalu ceria terkadang pintar menyembunyikan perasaan sedihnya. Hal itu yang sepertinya saat ini sedang ia lakukan."

Wonwoo membenarkan ucapan Jihoon dalam hati.

"Kau aneh sekali," kata Jihoon dengan pandangan menyelidik. "Kau sedang dekat dengan seseorang?"

Wonwoo berjengit kaget mendengar pertanyaan Jihoon tiba-tiba. "Ap... apa yang kau katakan?"

"Kau tidak bisa berbohong padaku," kata Jihoon sembari mencemooh. "Paling tidak saat ini pasti ada seseorang yang sedang kau pikirkan."

Wonwoo mengusap tengkuknya dengan gugup. Ia berdeham kecil sebelum buka suara. "Lee Jihoon, kau percaya pada cinta pandangan pertama?"

Kali ini Jihoon yang dibuat terkejut dengan pertanyaan Wonwoo. "Kau itu orang paling rasional di Seventeen yang ku tahu dalam masalah percintaan. Kau juga kan yang bilang bahwa kau tidak mungkin jatuh cinta pada pandangan pertama karena kau harus mengenal orangnya dulu untuk bisa menaruh hati padanya?"

"Entahlah, aku tidak tahu," kata Wonwoo.

"Jangan kau sembunyikan dariku, Jeon Wonwoo," kata Jihoon setengah memaksa lawan bicaranya itu.

"Apa yang Wonwoo sembunyikan?" tanya Jeonghan yang baru masuk ke ruang latihan Seventeen.

Wonwoo membalikkan punggung dan mendapati Jeonghan telah berdiri di belakangnya. Melihat Jeonghan, ia jadi teringat dengan Yoon Areum. Hatinya berdetak lebih keras dari biasanya membayangkan wajah adik sepupu hyung-nya itu. Tanpa banyak bicara, Wonwoo berdiri dan meninggalkan kedua rekannya dalam tanda tanya besar. Sebelum dirinya makin diinterogasi, ia harus segera melarikan diri. Wonwoo sendiri juga belum yakin akan perasaannya. Mungkin saja ia hanya memiliki ketertarikan sesaat pada gadis itu tanpa ada rasa yang lebih dalam lagi.

---

Areum masuk ke dalam cafe tempatnya bekerja dan menyapa pegawai shift pagi. Ia memesan satu cangkir cokelat panas dan berlalu menuju tempat favoritnya. Meja dekat jendela besar yang mengarah ke jalan. Kuliah Areum hari ini selesai lebih cepat karena profesor yang seharusnya mengajar sedang menghadiri rapat. Alhasil, gadis itu langsung menuju cafe. Selain karena ia tidak punya jadwal lain, Areum juga berniat menyelesaikan tulisannya yang makin mendekati deadline.

"Kau tidak kuliah?" Sebuah suara menarik Areum keluar dari alam pikirannya.

"Hyunbin Oppa," senyum Areum mengembang. "Kuliahku hari ini selesai lebih cepat. Aku langsung kesini untuk melanjutkan tulisanku."

Hyunbin menarik kursi yang berseberangan dengan gadis itu. "Masih belum selesai?"

Areum menggeleng, "Tinggal sedikit lagi kok."

"Kalau kau butuh lebih banyak waktu, kau boleh libur dulu hari ini."

"Tidak tidak," Areum menolak keras. "Oppa sudah terlalu banyak memberikan dispensasi waktu libur padaku. Bisa-bisa pegawai yang lain jadi iri."

Bukan sebuah rahasia lagi kalau Hyunbin seringkali memberikan perlakuan berbeda antara Areum dengan pegawai yang lain. Pemilik cafe sekaligus senior Areum di kampus itu memang memiliki hati yang baik dan juga perhatian. Karena kedekatan mereka berdua, banyak rumor tersebar yang mengatakan bahwa Areum dan Hyunbin adalah sepasang kekasih. Namun hingga kini Areum maupun Hyunbin tidak pernah pusing dengan gosip itu.

Areum bisa bekerja di cafe ini pun karena langsung direkrut olehnya. Saat itu Areum benar-benar membutuhkan pekerjaan part-time. Merantau ke Seoul dari daerah asalnya membuat gadis itu harus memiliki pemasukan selain dari uang saku yang diberikan orangtua.

Cerita tentang bagaimana hubungan Areum dan Hyunbin bisa sedekat sekarang tidak ada yang tahu kecuali orang yang bersangkutan dan Tuhan. Jika ada yang bertanya, Areum dan Hyunbin selalu hanya mengatakan bahwa mereka bertemu karena pernah mengambil mata kuliah yang sama. Tidak ada cerita versi lain dari keduanya.

"Mereka kan percaya kalau kita berdua memiliki hubungan yang lebih dari sekadar teman. Pasti mereka akan maklum," jawab Hyunbin sembari menggoda gadis di hadapannya.

Kedua pipi Areum memerah. Gadis itu kembali mengarahkan pandangannya ke layar laptop dengan salah tingkah. Melihat reaksi itu, tawa Hyunbin pecah.

"Ei ei ei, kau tidak boleh menggoda adikku seperti ini."

Hyunbin dan Areum menoleh ke sumber suara. Melihat siapa yang datang, Areum langsung beranjak dari kursinya dan memeluk pria itu. Hyunbin ikut berdiri untuk menyapa.

"Yoon Jeonghan, sudah lama kau tidak kemari," sapa Hyunbin.

Jeonghan mengurai lengan Areum yang melingkari tubuhnya. Sebagai gantinya, lengan Jeonghan kini sudah merangkul dan bertengger di bahu adik sepupunya itu.

"Ada banyak pekerjaan," jawab Jeonghan singkat. Ia menurunkan topi hingga menutupi sebagian besar wajahnya. "Kecilkan suaramu jika tidak ingin cafemu hancur karena banyak fans-ku yang datang kemari."

"Andaikan mereka tahu bagaimana devil-nya sang angel kebanggaan mereka, pasti kau akan menyes... aw," ucapan Hyunbin berakhir dengan aduhan karena Areum baru saja mencubit lengannya kencang. Hyunbin melayangkan tatapan penuh protes pada gadis itu, sedangkan Jeonghan hanya terkekeh bangga karena mendapatkan pembelaan dari adiknya.

"Cepat bawa Oppa-ku ini ke ruang kerjamu. Suasana cafe lagi penuh, bisa gawat kalau sampai ada yang mengenalinya," bisik Areum cepat sembari mendorong dua pria di sampingnya.

"Arraseo, arraseo," Hyunbin menuruti permintaan Areum.

"Ah, aku masih menunggu Wonwoo dan Minho hyung," kata Jeonghan teringat akan dua orang yang datang bersamanya.

"Tumben kau membawa banyak orang," komentar Hyunbin.

Areum kembali mendorong dua pria itu untuk segera pergi. "Serahkan padaku. Kalau nanti mereka datang, aku akan membawanya ke ruangan Hyunbin Oppa."

"Kau memang bisa diandalkan, Areum-ie," kata Jeonghan sambil mengedipkan sebelah matanya sebelum berjalan mengikuti Hyunbin.

[SVT FF Series] Parting is Such Sweet SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang