02 • Pertikaian

161K 18.6K 2.6K
                                    

"Saya nggak apa-apain dia!"

Saddaru bersikeras membela diri dan meyakinkan Arifin bahwa ia sama sekali tidak menyentuh Sakura dan membuat cewek itu jatuh pingsan.

"Tanya aja ke anaknya langsung pas dia udah bangun," ucap Saddaru kemudian.

Bertepatan dengan itu, terdengar eluhan kecil yang berasal dari si imut Sakura. Wajahnya tidak sepucat tadi, keringat juga sudah hilang. Tapi, sepertinya dia masih lemas.

Arifin, Saddaru dan Anisa yang merupakan perawat di UKS ini sama-sama terdiam sambil memandang Sakura. Cewek itu hampir memekik saat ia sadari dirinya tengah diperhatikan oleh tiga manusia yang mengelilingi brankarnya ini.

"Kamu kenapa, Nak?" tanya Arifin. "Saya cari ke mana-mana, taunya kamu di sini. Kamu diapain Saddaru?"

Sakura mengernyit bingung, ia lalu menggeleng seraya mengubah posisinya jadi duduk di tengah brankar. Ia mengusap wajahnya sejenak seraya mendesah ringan, lalu tangannya bergerak ke atas untuk mengusap juga rambutnya yang halus.

"Saya tadi pusing," ungkap Sakura, "saya nggak diapa-apain Saddaru."

"Tuh kan! Negatif mulu sih pikiran Bapak ke saya!" Saddaru berseru pada Arifin penuh semangat.

Arifin tak bersuara, hanya melirik Saddaru dengan wajah masamnya. Karena bukan hanya Arifin yang akan berpikiran negatif tentang Saddaru. Tapi, semua orang yang 'tau' bagaimana Saddaru sebenarnya juga akan berpikiran seperti itu.

Sakura yang terlihat kalem itu kini merogoh saku roknya untuk meraih ponsel dari sana, karena tadi merasakan ada getaran yang berasal dari ponselnya.

Dilihatnya sebuah nama yang tertera jelas di layar ponsel Sakura. Mama.

Sakura menarik napas dalam-dalam sebelum mengangkat telpon dari ibunya. "Iya, Ma?"

"Sayang, kamu baik-baik aja? Kamu di mana sekarang? Perasaan Mama nggak enak dari tadi, Mama takut kamu kenapa-napa, Nak," ujar Mama dari seberang sana.

"Mmh ... Sakura baik-baik aja. Aku lagi di sekolah," jawab Sakura.

"Kamu beneran baik-baik aja, kan, Sayang? Mama panik lho ini," ujar Mama, terdengar jelas kepanikan dari suaranya.

Sakura meringis, takut bila membohongi ibunya. Tapi, ia juga takut bila menjawab dengan jujur apa yang telah terjadi. Mungkin Lira, ibunya Sakura, akan bertambah panik saat tahu putri kesayangannya itu berada di UKS karena pingsan.

"Iya, Ma, aku nggak apa-apa kok ...," ucap Sakura, tak sepenuhnya berbohong, karena memang sekarang ia baik-baik saja.

Terdengar helaan napas lega dari telepon. "Bagus kalo gitu. Kamu tetep jaga diri kamu, ya, Sakura. Inget, jangan main panas-panasan!"

"Oke, Ma, siap!" Sakura membalas.

Usai bercakapan lewat telpon dengan sang ibu, Sakura kembali memasukkan ponselnya ke saku rok. Dengan mata bulatnya yang lucu, ia memandang tiga manusia di hadapannya itu secara bergantian. Lalu, Sakura tersenyum karena merasa lucu melihat wajah panik tiga orang itu.

"I'm okay. Tapi, aku kaget kenapa aku tiba-tiba ada di sini?" celetuk Sakura.

"Lo pingsan," jawab Saddaru, "kayaknya lo sakit. Kenapa nggak istirahat aja di rumah?"

"Aku nggak sakit, aku baik-baik aja." Sakura menyahut.

"Tapi, tadi lo pucet parah. Badan lo juga dingin, gue berasa gendong mayat tadi," tutur Saddaru.

"HAH!?" Sakura tiba-tiba melotot, memandang Saddaru tak percaya, lalu menutup mulutnya yang mangap lebar itu dengan satu telapak tangan.

"Kenapa? Emangnya lo mau gue seret dari lantai lima ke lantai satu?" cetus Saddaru.

Oscillate #1: The Big Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang