"Davila?"
Garrisco jelas terkejut akan kedatangan lelaki bertudung hitam di hadapannya sekarang. Bagaimana tidak, terakhir kali Garrisco bertemu dengannya sekitar dua tahun silam, lalu Davila menghilang tanpa kabar.
Sambil tersenyum miring, Davila melepas tudung hitam dan memperlihatkan rambut pirangnya yang berantakan. Garrisco sama sekali tidak senang akan kehadiran lelaki itu. Ingin rasanya Garrisco mengusir dan melarangnya untuk kembali.
"Lo ngapain ke sini?" ketus Garrisco.
"Masalah?" Davila membalas seraya menaikkan satu alisnya.
"Ini bukan rumah lo buat pulang. Buat apa lo ke mari? Pergi aja sana!" celetuk Garrisco seraya menutup pintu.
Belum sempat pintu itu tertutup, Davila berhasil menghadang dengan cara mendorong keras pintu tersebut hingga terbuka lebar. Bahkan Garrisco hampir tertabrak pintu bila dia tak cepat menghindar.
"Songongnya tetep nggak ilang ya, Bro?" Davila lagi-lagi menampilkan senyuman miring yang begitu khas.
Wajah Garrisco sangat tegas, terlihat jelas ia tak suka dan tak mengharapkan kedatangan tamunya ini. Davila paham, tapi ia tetap tidak mau beranjak meninggalkan tempat.
"Mana abang lo?" tanya Davila kemudian.
"Buat apa lo cari dia? Pergi sana!" seru Garrisco.
Tidak peduli akan penuturan Garrisco, Davila memilih untuk menerobos masuk dengan sengaja menabrak bahu Garrisco hingga tubuh cowok itu terhempas ke belakang.
Garrisco kini berputar badan sambil berseru, "Gue bilang nggak ada! Bang Daru lagi nggak di rumah!"
Mendengar itu, Davila berhenti melangkah dan berbalik badan mengarah ke Garrisco. "Suruh dia pulang, atau lo gue bunuh sekarang."
• • 🌸 • •
Sakura menyedot susu kotak yang diberikan Dion untuknya. Mereka berdua terlibat dalam sebuah obrolan seru, tanpa mengajak teman-temannya yang lain. Hanya berdua, serasa dunia milik mereka.
Berbagai cara Sakura lakukan untuk menghibur Dion. Walau hanya bersifat sementara, setidaknya ia berhasil membuat Dion tertawa dan melupakan sejenak kesedihan yang teramat dalam di hidupnya.
"Oh, iya, Sa," panggil Dion kemudian.
"Hm?" Sakura menyahut dengan gumaman karena ia sedang menyedot susu.
"Ikut gue, yuk." Dion bangkit dari sofa, meraih tangan Sakura untuk ia genggam dan mengajak cewek itu untuk pergi bersamanya.
Melihat dua manusia itu beranjak dari tempat, Saddaru dan temannya yang lain bertanya-tanya dalam hati. Apalagi Sakura dan Dion sama sekali tidak pamit dan menyebut nama tempat yang akan mereka kunjungi.
"Kayaknya mereka nyari tempat lebih private," celetuk Figo, "wah ... mau ngapain tuh, ya?"
Saddaru mendengus dan mengusap wajahnya dengan kasar. Ia juga menyandarkan punggungnya di kepala sofa, wajahnya nampak sedikit murung. Sepertinya Saddaru sedang tidak dalam suasana hati yang bagus.
Sementara itu, Dion dan Sakura pergi ke lantai dua. Selama perjalanan, obrolan mereka tak putus walau sedetik. Hingga akhirnya keduanya tiba di balkon yang menyuguhkan pemandangan yang berupa halaman belakang rumah Dion. Ada kolam renang dan taman yang berisikan berbagai jenis bunga yang semuanya cantik.
Melihat itu, senyuman Sakura terukir lebar. Apalagi saat ia lihat ada bunga matahari di sana. Sakura sangat suka bunga matahari.
Ah, momen seperti ini membuat ingatan Sakura berputar ke kejadian yang terjadi beberapa hari lalu ketika dirinya berdiri di balkon lantai lima sekolah bersama Saddaru. Saat itu Sakura sedang mengamati halaman belakang sekolah, berpikir ingin menanam bunga matahari di tanah kosong, kemudian Saddaru datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oscillate #1: The Big Secret
Teen Fiction[available on bookstores; gramedia, etc.] Ketika kamu baru saja bahagia lagi, sesuatu mengharuskanmu berpaling dan merelakan segalanya. O S C I L L A T E 2018 by Raden Chedid