Perseteruan terjadi di halaman belakang sekolah. Tidak ada yang menyaksikan karena Saddaru tadi langsung menyeret Rano yang sedang berjalan ke arah parkiran dan meminta siapapun yang melihat untuk tidak mengikuti jejaknya.
Saddaru beberapa kali melepas bogemnya ke wajah Rano, menendang tulang keringnya, mendorong Rano hingga tersungkur ke tanah, dan terakhir Saddaru meninju Rano bertubi-tubi hingga lawannya itu mimisan.
"Udah, Dar, udah!" Rano mengangkat kedua tangannya, meminta Saddaru untuk berhenti karena ia sadar diri dirinya tidak bisa melawan Saddaru lagi.
Rahang Saddaru menegang, kedua tangannya mengepal kuat. Ia paling tidak bisa menahan amarahnya pada seseorang yang berulang kali membuatnya kesal. Kesal yang benar-benar sudah mencapai ubun-ubun.
Napas Saddaru berderu cepat, terlihat dari dadanya yang bergerak naik turun dengan ritme lebih cepat dari biasanya. Matanya yang tajam itu kini kelihatan makin tajam, membuat Rano selalu mengalihkan arah pandang matanya bila Saddaru menatapnya.
"Gue nggak tau kalo cewek itu pacar lo!" seru Rano kemudian.
Mendengar pengakuan Rano, Saddaru malah semakin naik pitam. Ketika Saddaru hendak menghajar Rano lagi, lelaki itu langsung mengangkat satu tangannya seraya bangkit berdiri dari posisi tersungkurnya di tanah.
"Tolong, Dar! Gue nggak bisa lawan lo lagi!" ujar Rano.
"Lo bisa bully Sakura, bisa komporin temen-temen lo buat ikut ejek Sakura. Tapi, lawan gue aja lo nggak bisa?" Saddaru berucap. "Nyali lo ada kalo lo rame-rame aja? Kalo sendiri langsung ciut, gitu?"
Rano tak menjawab. Ia diam sambil menyeka sudut bibirnya yang sobek dan sangat perih serta mengeluarkan darah segar. Ia juga sesekali meringis kesakitan.
"Ngomong!" sentak Saddaru karena Rano yang diam saja.
Rano tetap tak bicara. Sekujur badannya sakit semua, membuatnya hanya bisa meringis dan terus meringis. Ia baru tahu ternyata seperti ini rasanya menjadi 'korban' Saddaru.
Semakin kesal, Saddaru menampar keras Rano hingga Rano hampir tersungkur lagi. Saddaru berkata, "Mau gue bikin makin sobek bibir lo biar beneran nggak bisa ngomong?"
"Udah, Dar! Gue nyesel bully Sakura. Gue nyesel, Dar!" ucap Rano sambil memejamkan mata karena ia menahan perih yang menjalar di wajahnya tiap kali ia bicara.
"Sakura bukan cewek gue." Saddaru membenarkan apa yang sebelumnya Rano katakan.
"Terus, kenapa lo hajar gue gara-gara dia?" Rano bertanya diselingi ringisan pilu.
"Karna lo nggak bisa ngehargain orang!" Suara Saddaru meninggi. "Lo nggak bisa bersikap ramah sama orang, lo songong, lo sok mantep! Mikir nggak, apa yang lo lakuin ke Sakura itu bisa aja bikin dia depresi nantinya? Mikir nggak lo?!"
"Itu cuma buat lucu-lucuan aja, Dar!" balas Rano tak pakai otak.
"Lucu-lucuan lo bilang?" Saddaru memandang sengit Rano, siap mencabut nyawa cowok itu sekarang juga.
"Maksud gue, cuma bercandaan! Nggak serius kok, Dar! Sakura-nya juga nggak marah, kan?" celetuk Rano.
"Jadi, kalo Sakura nggak marah, itu artinya lo bebas ejek dia terus-terusan? Wah, hebat juga ya jalan pikiran lo." Saddaru tersenyum, tapi senyuman itu bagai senyuman malaikat maut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oscillate #1: The Big Secret
Teen Fiction[available on bookstores; gramedia, etc.] Ketika kamu baru saja bahagia lagi, sesuatu mengharuskanmu berpaling dan merelakan segalanya. O S C I L L A T E 2018 by Raden Chedid