"SADDARU?"
Suara Alan mengejutkan Saddaru yang posisinya sama sekali tidak berubah setelah pintu kamar Alina tertutup sendiri. Refleks Saddaru mendekat ke pintu dan pintu tersebut langsung terbuka dengan memunculkan figur Alan.
Alan terlihat sedikit terkejut dan terdiam sejenak saat matanya bertemu dengan sosok Saddaru di sana. Segera Alan menarik kaos yang Saddaru kenakan agar cowok itu cepat-cepat minggat dari kamar Alina.
Saddaru yang terseret itu hanya bisa pasrah, tapi setelah keluar dari kamar Alina cowok itu langsung menampol tangan Alan yang meremas kaosnya.
"Gila lo ya? Ngapain masuk ke kamar Alina?" tanya Alan sedikit ketus sambil mengunci kembali pintu kamar itu.
"Iseng aja," jawab Saddaru.
"Iseng? Udah tau setan-setan di sini sinting semua, demen semua sama lo," cetus Alan. "Buruan sana lo turun. Gue nggak mau tanggung jawab kalo sampe lo kerasukan kayak kemaren pas subuh-subuh. Ngeribetin."
"Ya." Saddaru mendengus dan berlalu meninggalkan Alan.
Derap kaki Saddaru terdengar dan menandakan anak itu sedang menuruni anak tangga. Sedangkan Alan masih sibuk di lantai dua untuk mematikan lampu-lampu yang tadi dinyalakan Saddaru. Kunci kamar Alina pun sekarang Alan simpan di tempat yang tak banyak orang tahu.
Setelah semua itu selesai, Alan turun ke lantai satu dan mendengar adanya keributan dari arah dapur. Segera Alan ke sana dan menemukan Saddaru sedang memungut pecahan piring kaca yang tadi tak sengaja ia jatuhkan.
"Lo kenapa lagi sih, Dar? Mabok lo, ya?! Megang piring aja bisa sampe jatoh gitu," celetuk Alan.
Bertepatan dengan itu, Desi datang dengan terpogoh dan langsung membantu Saddaru membersihkan pecahan-pecahan itu secara hati-hati.
"Sorry, Tan, tadi piringnya meleset dari tangan Daru," kata Saddaru.
"Gapapa, gapapa!" Desi malah panik melihat Saddaru. "Kamu nggak ada yang kena beling, kan? Aman?"
"Aman kok, Tan," sahut Saddaru.
"Lo ambil pengki aja, Dar," kata Alan kemudian.
Saddaru tak banyak protes. Ia beranjak dari tempat dan bergegas keluar dari dapur. Sayang, baru tiga kali melangkah Saddaru tiba-tiba menjerit ringan ketika sesuatu menusuk telapak kaki kanannya.
"Ah!" Saddaru refleks mundur, bersamaan dengan tetes darah yang mulai terjun dari luka itu.
"Ya Tuhan!" Desi memekik. "Lan, ambil kotak P3K buruan!"
• • 🌸 • •
Tepat jam dua dini hari Sakura yang sedang tidur mendadak permukaan wajahnya keluar butiran keringat, padahal suhu kamarnya terbilang dingin yaitu delapan belas derajat Celsius. Gadis itu terlihat tidak tenang, sejak tadi badannya berguling ke kiri dan kanan entah karena apa.
Semakin lama Sakura seperti orang tersengat panas api. Dia meremas selimutnya sekuat tenaga, tapi matanya masih terpejam rapat. Sesekali ia juga mengeluarkan suara seperti, "Erm....", "Argh!", "Hhh."
Kejadian itu berlangsung selama lima menit. Setelah itu, mata Sakura terbuka lebar dan deru napasnya terdengar berat. Ia menoleh ke kiri dan kanan, mendapati keadaan kamarnya yang tenang seperti biasa.
Sakura tidak mimpi buruk, tidak juga merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya. Ia mendadak parno lagi dan kepikiran tentang hal yang tidak-tidak.
Melihat jam yang menunjukkan pukul dua, Sakura makin ketakutan. Dia menarik selimut hingga mencapai setengah wajahnya, lalu menutup mata untuk kembali tidur. Kurang dari sepuluh menit, Sakura secepat itu terjun ke dunia mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oscillate #1: The Big Secret
Teen Fiction[available on bookstores; gramedia, etc.] Ketika kamu baru saja bahagia lagi, sesuatu mengharuskanmu berpaling dan merelakan segalanya. O S C I L L A T E 2018 by Raden Chedid