Senin telah tiba, hari yang seringkali disebut oleh pelajar sebagai Monsterday. Selain bermalas-malasan karena kemarin hari libur, yang lebih membuat pelajar sangat malas adalah kegiatan rutinitas di pagi hari, upacara.
Bel sekolah berbunyi dengan nyaring membuat seluruh siswa berhamburan ke dalam kelas untuk memakai atribut dengan lengkap. Mulai dari dasi, ikat pinggang, sampai dengan topi untuk mengikuti upacara pagi ini.
"Hai, Diva." Sapa Arsya saat ia melewati barisan kelas Diva.
Diva hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya sesekali. Namun, senyumnya tak berlangsung lama, kini Diva mengernyit memperhatikan Arsya yang tak kembali melangkah menuju barisan kelasnya. "Kenapa, Sya?"
Arsya melepas topi yang ia pakai, belum sempat ia memasangkan topi miliknya ke atas kepala Diva, sudah ada orang lain yang memakaikan topi untuk Diva. Diva menolehkan kepalanya untuk melihat siapa orang yang memberinya topi. Seketika matanya membulat. "Kok dikasih ke gue?" Tanya Diva kikuk
Cowok tinggi berkulit putih itu tersenyum. "Gak apa, gue punya dua. Pakai saja, daripada lo dihukum nanti."
Diva mengangguk ragu. "Makasih, ya?"
Cowok itu mengangguk. Arsya memaksakan senyumnya lalu kembali memakai topi miliknya. Saat Diva kembali menatap ke arahnya, Arsya pamit ke barisan kelasnya.
Saingan gue berat. Begitulah ucapan yang tersimpan dalam hati Arsya. Ia menoleh ke belakang untuk kembali melirik Diva, sayangnya Diva sudah tidak ada ditempatnya tadi.
"Dari mana saja lo, Sya?" Tanya Gerry saat Arsya baru saja kembali menghadap ke depan, membuat Arsya sedikit terkejut.
"Dari kelas."
"Gue tau, tapi tadi kan kita turun barengan. Lo gak jatuh di tangga kan?" Sambung Arya diiringi tawa gelinya
"Garing lo, sumpah!" Arsya menyahuti dengan malas. Jujur saja, moodnya jadi jelek karena adegan topi tadi.
"Tata!" Seru Arya yang sudah berlari ke barisan depan. Gerry dan Arsya hanya bisa menggeleng pasrah
"Sudah sembuh, Ta?" Tanya Arya yang dibalas anggukan oleh Nandieta.
"Mending lo gak usah ikut upacara dulu, Ta. Gue takut kalau lo pingsan." Ucap Arya lagi. Ia memang tipikal cowok playboy, tapi hanya sekedar menggoda saja, tidak sampai memberi harapan tinggi pada wanita yang ia dekati. Kecuali dengan Nandieta, rasanya ia memang bersungguh-sungguh mendekati Nandieta.
"Gak apa, Arya. Gue udah baikan kok." Sahut Nandieta tersenyum simpul
Nandieta kembali menghadap ke depan. Arya mundur ke posisi ternyamannya, barisan belakang.
"Dasar ganjen." Celetuk Gerry
"Bodoamat. Yang penting gue seneng."
"Eh, itu si Tata kenapa bisa sampe masuk ke rumah sakit?" Tanya Arsya penasaran. Saat ia berlibur kemarin, Arsya hanya tahu kabar tersebut tanpa tahu alasan atau penyebabnya.
"Gue juga gak ngerti, dia gak mau cerita ke gue. Lo tanya orangnya aja nanti di kelas, kan lo duduk di sebelah dia." Jawab Gerry
Arsya menganggukkan kepalanya. Fokusnya kembali ke petugas upacara. Upacara hari ini dimulai dengan sangat apik, bahkan dari awal sampai akhir upacara tidak ada satupun siswa atau siswi yang berdiri di depan lapangan karena melanggar aturan. Arsya teringat pada Diva, biarpun kesal tapi setidaknya gadis itu tidak jadi dihukum karena Rio bersedia meminjamkan topinya untuk Diva.
***
Bel istirahat berbunyi, siswa-siswi SMA Cempaka secara bersamaan berhamburan ke kantin. Tapi, tidak untuk keempat sekawan yang masih anteng duduk di dalam kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSYANDIE
Teen Fiction•Sequel Marrying My Enemy• "karena yang ku tau, cinta itu buta." Arsya tak pernah sedikitpun berpikir kalau masa remajanya akan jadi seperti saat ini. Hidup bersama keluarga yang sangat menyayanginya. Meskipun ia tau, kalau dirinya bukanlah anak kan...