05 • Traktiran

7.1K 582 9
                                    

Bel istirahat berbunyi kencang seakan mengetahui cacing-cacing di perut siswa-siswi SMA Garuda sedang berseru meminta asupan. Banyak yang langsung berhambur ke kantin, seperti yang dilakukan oleh Nandieta saat ini. Ia tidak sendiri, tangan kanan dan kirinya melekat rapat di lengan Arsya untuk menyeretnya ikut ke kantin.

Seperti yang dikatakan Nandieta semalam, ia berniat untuk mentraktir ketiga teman baru dikelasnya. Baru kali ini ia mendapat tiga teman cowok yang tampan-tampan. Tak lupa juga, Nandieta mengirim pesan untuk Rama bergabung di meja kantin yang saat ini ditempatinya dengan ketiga temannya.

"Ayo, pesan aja makanan yang kalian mau. Gue traktir!" Seru Nandieta penuh semangat. Bahkan senyuman manis tak lepas dari wajahnya menandakan bahwa dirinya tengah dimabuk asmara.

"Lo... serius jadian?" Tanya Arya lirih. Harus diakui, playboy kelas kakap semacam dirinya harus merasa tersakiti karena kalah start.

Nandieta mengangguk sekali. "Serius lah,"

"Yah, sakit deh hati gue, Ta." Keluh Arya menepuk-nepuk pelan dadanya. Gerry yang melihat adegan drama disebelahnya itu langsung menoyor ke samping kepala temannya.

"Jijik tau gak liatnya!"

"Apaan sih lo! Gak tau orang patah hati ya? Gue doain biar gagal jadian sama Dinda biar tau sakitnya patah hati!" Sungut Arya kesal. Ia kali ini serius, baru saja Arya berniat tobat dengan menjatuhkan hati pada Nandieta, tapi mungkin Tuhan belum mengizinkan? Buktinya, Arya sudah kecolongan seperti saat ini.

"Berisik lo." Seru Arsya yang sedari tadi sibuk memainkan ponselnya

"Diem aja deh yang lagi pedekate!" Seru Arya

Nandieta memutar bola mata malas. "Kalian apaan sih? Berisik tau gak, gak penting juga omongan kalian tuh. Buruan gih pesen makanan, tenang aja gue yang bayarin."

Arya dan Gerry berdiri untuk memesan makanan. Sedangkan Arsya hanya menitip pesan pada Arya agar memesankan jus jeruk untuknya. Setelah mengantongi pesanan Arsya dan Nandieta, Arya dan Gerry berjalan menuju penjual makanan di kantinnya.

"Lama gak nunggu aku?" Suara seorang cowok yang baru saja tiba dan duduk di hadapan Nandieta.

"Eh? Gak kok."

Arsya menatap Rama sekilas lalu membuang pandangannya ke ponsel lagi. "Gue jadi nyamuk, sial." Ucap Arsya membatin

Seolah Tuhan menolong Arsya, dilihatnya Diva yang baru memasuki pintu kantin. Arsya langsung melambaikan tangannya meminta Diva untuk ikut bergabung.

"Gue ajak Diva, gak pa-pa kan? Di traktir juga kan?" Tanya Arsya santai tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Nandieta.

"Iya, gak pa-pa kok."

Diva mendudukkan dirinya di kursi yang bersebrangan dengan Arsya. Ia terlihat sedikit risih duduk bersebelahan dengan Rama. Dengan ekor mata yang melirik Rama, Arsya juga melihat kini Rama tengah diam-diam menatap Diva di sebelahnya.

"Lo mau pesen apa, Div?" Tanya Arsya membuat Diva menatapnya

"Gue jus alpukat aja deh," jawabnya canggung.

"Ya udah, gue pesenin du-"

"Gak usah, gue aja yang pesenin sekalian gue mau mesen bakso." Ucap Rama memotong kata-kata yang hendak keluar dari mulut Arsya

Dengan malas Arsya hanya mengangguk. Ia menatap Diva dan dengan tatapannya, Arsya meminta Diva untuk duduk di kursi paling pinggir dengan dirinya yang sudah lebih dulu menggeser tubuhnya.

Diva mengikuti permintaan Arsya. Tak lama, Arya dan Gerry datang dengan membawa pesanan yang sudah dibelikan. Arya duduk di kursi tengah dan Gerry juga di tengah yang bersebrangan dengan Arya.

"Eh, ada Diva. Kok Dinda gak ikut?" Ujar Gerry menatap Diva

Diva terkekeh. "Dinda lagi tidur di kelas, katanya dia lagi males ke kantin. Alias diet."

"Udah kurus begitu masih pengen kurus semana lagi coba?" Seru Arya sembari menuangkan sambal ke dalam mangkuk mie ayam miliknya.

"Namanya juga cewek, ada yang fisik kurus tapi nyatanya berat badan melebihi ekspektasi. Mungkin karena itu dia memilih diet." Nandieta menyahuti ucapan Arya. Ia berkata begitu karena ia juga merasakannya. Dengan tubuh yang segitu-gitu saja tapi berat badan sangat mudah untuk bertambah.

"Tata mah gak usah diet-diet, Ta. Mau lo gendut sekalipun juga, gue tetep suka." Celetuk Arya dengan mengerlingkan matanya ke arah Nandieta

Saat Nandieta hendak memukul bahu cowok itu, Rama datang dengan membawa semangkuk bakso dan juga pesenan milik Diva. "Jangan gombalin cewek gue." Ujarnya tanpa penekanan akan kata miliknya.

"Tuh, Ram. Dia gak ngebolehin aku diet masa," ucap Nandieta merajuk

"Itu kan menurut dia, aku mah ikut aja apa kemauan kamu. Mau diet ataupun gak, aku tetep suka." Balas Rama membuat banyak pasang mata menatapnya dengan tatapan aneh

Arsya sendiri sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Diva yang terlihat tidak nyaman. Ia menyentuh tangan kanan Diva membuat cewek itu mengalihkan pandangannya. "Lo kenapa?"

Diva mengulas senyun tipis lalu menggeleng. "Gak pa-pa kok." Ia meneguk jus alpukat miliknya

Arsya ikut meneguk jus jeruk untuk memanjakan tenggorokannya. "By the way, kok kalian bisa jadian?" Tanya Arsya melirik Nandieta dan Rama bergantian

"Kalo sama-sama suka gimana? Masa iya didiemin melulu, keburu laleran. Mending langsung jadian." Jawab Rama masih menikmati makanannya.

"Oh gitu,"

"Kalo kalian gimana? Udah sama-sama suka, kenapa gak jadian aja?" Seketika pertanyaan Gerry membuat Arsya merutuki temannya yang satu itu.

Dengan santainya ia menyatakan kata sama-sama suka, itu sama saja memberitahu Diva bahwa dirinya sempat menyukai Diva. Meski hingga kini masih ada perasaan tersebut.

"Tembak lah, Sya." Perintah Nandieta ikut memancing suasana

Diva menatap sekelilingnya dengan heran, terutama ketika melihat perubahan mimik wajah Arsya saat ini. "Kalian ngomongin apaan sih?"

"Ngomongin Arsya yang pengen nembak lo" balas Arya cengengesan membuat Arsya menggeram sebal.

"Keburu laleran tuh Diva nya." Gerry kembali memanasi keadaan

"Emang lo dilalerin, Div?" Tanya Arsya datar melirik wajah Diva yang bersemu memerah. Arsya menghela nafasnya perlahan. Jangan sampe dia jadi balik lagi kayak kemarin. Ah, sialan emang si Gerry.

"Div, sabar ya, Arsya emang gitu, gak peka-peka. Gue yang ngechat minta dibales aja taunya cuma di baca kayak koran doang. Itu baru chat loh, bukan semacam perasaan yang menanti kepastian." Celetuk Nandieta

Arsya menatap Nandieta dengan tatapan yang tak bisa diartikan. "Gue gini karena gue butuh waktu, gue gak mau gegabah dengan apa yang bakal gue ambil. Sebelum bertindak gue berpikir, bukan untuk mengulur waktu, tapi untuk memastikan kalo sesuatu yang bakal gue pilih itu untuk selamanya, bukan untuk sementara yang kemudian bakal dibuang begitu aja, persis seperti sampah."

Ucapan telak yang keluar dari mulut Arsya membungkam mulut teman-teman yang memojokkannya sejak tadi. Nandieta lagi-lagi merasa tersindir dengan ucapan Arsya, entah memang ia yang tersadar atau memang betul kalau kata-kata yang diucapkan Arsya itu selalu tertuju untuknya.

"Gue balik ke kelas." Seru Arsya berdiri lalu pergi melangkah menuju kelas meninggalkan teman-temannya yang melongo tak percaya.

Meninggalkan Rama yang mengepalkan tangannya di bawah meja.

Meninggalkan Diva yang mematung tanpa berniat untuk mengerjapkan matanya.

Meninggalkan Nandieta yang kembali merenungkan perkataan Arsya untuk kedua kalinya.






Tbc...

P.s: mohon vote dan komentar ya, biar tetep semangat lanjutin ceritanya. Terima kasih:)

ARSYANDIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang