12 • Still Hoping

6.3K 508 22
                                    

Seminggu telah berlalu. Pasca kejadian malam itu, Arsya kini semakin dekat dengan Diva. Setiap harinya mereka selalu berangkat dan juga pulang sekolah bersama. Terkadang, Arsya seringkali di godai oleh teman lelakinya, tapi ia hanya bisa berkata 'kita cuma teman'. Bahkan ada pula temannya yang lain mendukung keduanya untuk jadian saja. Tapi, mau bagaimana lagi kalau Diva sendiri yang meminta bersahabat saja ketimbang berpacaran?

Perihal keputusan yang Diva ambil, ia sama sekali tidak merasa keberatan. Kalau di pikir-pikir kembali, usia persahabatan bisa saja abadi, bagaimana dengan percintaan? Arsya memang belum pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang pacar, tapi ia sudah sering melihat kejadian demi kejadian. Entah itu mereka yang putus karena ketahuan selingkuh lalu berujung dengan saling membenci atau putus karena suatu alasan yang tidak logis lalu tak lama kemudian si cowok atau cewek tersebut akan kembali menggandeng  pasangan yang baru.

Saat ini Arsya sedang duduk bersama teman-temannya di kantin. Jam istirahat telah usai, namun dirinya tak kunjung bergegas kembali ke kelas. Entah apa yang sedang dipikirkannya.

"Sya, ayo ke kelas!" Ucap Arya menyenggol bahu Arsya

"Udah masuk?" Tanya nya polos

Gerry berdecak. "Ini nih efeknya kalau di tolak tapi masih mepet terus. Udah ayo, ke kelas!" Gerry bergerak menggandeng lengan Arsya

"Sya, jangan kebalikan gini dong!" Ujar Arya lagi membuat Arsya menoleh menatapnya penuh tanya.

"Maksud lo gimana?"

"Dulu, Diva yang gila ngejarin lo. Jangan bilang sekarang gantian lo yang gila ngejarin dia!" Jawab Arya

"Gue gak ngejar dia. Gue cuma berteman, emang salah?" Tanya Arsya lagi

"Gak salah sih, cuma teman semacam apa yang lo maksud? Teman tapi mesra? Teman yang masih berharap? Atau teman biasa?" Arya menatap sinis ke Arsya yang terlihat kebingungan. "Yang gue lihat sih, lo masuk ke dalam teman yang masih berharap." Lanjutnya

Arsya diam seribu bahasa. Ia memikirkan apa yang baru saja Arya katakan. Apa memang benar kalau dirinya masih berharap pada Diva? Entahlah, Arsya sendiri pun tidak mengerti.

"Udah, Ar. Itu kan hak Arsya untuk dekat dengan siapapun. Makanya lo jangan jomblo melulu, biar gak perlu repot-repot ngurusin kehidupan orang lain." Ujar Nandieta menengahi

"Makanya lo terima gue dong, Ta. Biar gue gak jomblo lagi." Balas Arya mengerlingkan matanya

Nandieta tertawa mendengar ucapan Arya. Heran, cowok itu memang selalu saja bicara seperti itu.

"Lo udah nembak Tata, Ar?" Tanya Arsya kemudian

"Belum, baru ada niat sih. Gimana, Ta? Mau ditembak dimana?"

"Di depan kedua orang tua gue deh, gimana?" Nandieta berkacak pinggang

"Kalo begitu mah gue belum siap, gue belum mapan, Ta. Gue kerja serabutan dulu deh nanti ya." Ucap Arya serius

"Yah gue jamuran duluan deh, Ar." Seru Nandieta yang dibalas cengiran kuda milik Arya.

Keempat sekawan itu masuk ke dalam kelas bersamaan. Belum ada guru yang datang, padahal mereka baru kembali setelah hampir sepuluh menit bel berbunyi.

Arsya melihat ponselnya yang bergetar, seketika wajahnya jadi datar. Ia tidak berniat untuk membalas pesan tersebut. Cukup sudah baginya untuk melakukan tindakan diluar dari kepribadiannya.

"Lo kenapa, Sya?" Tanya Nandieta tatkala ia melihat perubahan raut wajah Arsya

Arsya menoleh, iya menggeleng tanpa bersuara.

ARSYANDIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang