when the night is calling

2.1K 348 64
                                    

Dua minggu.

Waktu yang cukup lama (atau sebentar?) untuk menggantungkan hubungan antara aku dan Brian. Kenapa aku bilang menggantungkan? Karena pasti orang-orang, juga kami, merasa kami sudah tidak bersama. Padahal kedua dari kami masih memegang status kami. Atau ya ku harap begitu.

"Vita! Ayo, sini. Foto duluuu!" panggil Fany yang menyadarkanku dari lamunanku.

Aku tersenyum sambil menghampirinya, "Iya, iyaaaa. Foto kelompok kan nih? Apa divisi?"

"Ah, bosen gua. Gak foto kelompok, gak foto divisi, sama-sama bareng lo lagi, Vit."

Aku menatap Adit dengan wajah pura-pura kesal, "Gue juga bosen foto sama lo mulu."

"Udah, lah! Foto kelompok si Vita gak usah ada."

"Lo aja yang gak usah ada gimana, Dit?"

"Udah ah lo berdua berantem mulu! Suruh mereka sebelahan aja nih fotonya!" ide Kalista.

"Lah, kasian si Vita nanti makin keliatan pendek foto sebelah gua."

"Gak usah sok tinggi dah lo, Dit!"

Adit tertawa dan langsung merangkulku, "Udah ayo buru foto!"

Aku hanya pasrah menerima perlakuan seperti itu. Bukannya apa, tapi Adit sudah menjadi temanku dari awal aku kuliah hingga sekarang. Kalau ada teman yang rasanya sudah seperti saudara sendiri, ya Adit lah orangnya. Walau pun kami tidak terlihat sedekat itu, tapi kalau ada orang yang selalu siap dimintai tolong dan mendengar cerita dalam kondisi apa pun, Adit lah orang itu.

Setelah mengambil beberapa foto, kami pun kembali menyelesaikan tugas kami merapihkan peralatan yang telah digunakan seusai acara. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, aku membuka handphoneku untuk memesan taksi online untuk kembali ke kosan. Aku tersenyum melihat lock screen handphoneku sendiri yang menunjukkan foto Brian yang ku ambil saat kami sedang mengunjungi salah satu acara kampusnya. Rasanya aku ingin cepat-cepat sudahi semua kesibukkanku ini hanya untuk melihat senyuman itu lagi secara langsung, atau sekedar mendengar tawanya lagi di telpon. Bukan helaan nafasnya dan nada tinggi serta kekhawatiran dalam ucapannya.

Tunggu sebentar lagi ya, Bri? Aku cuma gak mau bikin capek kamu dengan aku yang hilang-hilangan.

"Hm. Bengongin foto cowoknya lagi. Hm."

Aku menengok ke sebelahku dan hanya bisa tersenyum, "Kangen sama pacar sendiri gapapa, dong?"

"Emang gapapa," Adit menjetikkan korek api dan menyalakan rokok yang kini ada di bibirnya, "Yang aneh mah dia yang minta jarak, dia sendiri yang nangis-nangis."

Aku menoyor kepala Adit, "Kurang ajar."

Dia tertawa di sebelahku, "Udah kabarin?"

Aku menggeleng pelan, "Chatnya ketumpuk lagi." jawabku sambil meng-scroll mencari namanya dari deretan chat yang tertimbun.

Belum sempat ku temukan namanya, sudah masuk lagi belasan notifikasi dari grup kelompok yang tentu saja dengan reflek langsung ku buka.

"Cepet juga udah pada share foto ke sini." Adit bergumam di sebelahku.

"Dit, fotonya kita sebelahan semua, ih!"

"Lah, ya terus kenapa?"

"Bosen. Masa nanti semua foto yang gue post sebelahan sama lo?"

Adit meng-headlock ku dalam lengannya dengan bercanda, "Heh, bocah. Gue tahu lo seneng kok foto sebelah gue."

"ADIT, IH! LEPAAAAASSS!!"

saturdate(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang