Chapter 4 (David)

8.1K 312 16
                                    

Budayakan vote sebelum membaca


***

Sudah jam setengah 8 tapi gadis itu belum datang. Biasanya dirinya sudah ada dikantor sangat pagi.

"Ada apa, David?" Tanya Nancy. Tadi memang aku memang memanggil nya untuk keruanganku.

"Kenapa Revina belum datang?" Tanyaku to the point. Aku dapat melihat bibir Nancy berdenyut menahan tawa. Sialan.

"Kenapa kau tertawa?"

"Kau mengkhawatirkan bawahanmu? Sejak kapan kau mempunyai sikap peduli?" Sinisnya. Bahkan aku sendiri tidak tau kenapa aku peduli dengan gadis yang menjabat sebagai sekretarisku itu.

"Dia adalah sekretarisku." Balasku.

"Benarkah? Tapi kalian sering pulang bersama, makan di restoran mewah, memberikan makan anak jalanan. Menurut yang ku tau, tugas sekretaris itu hanya dikantor" Bukannya aku dan Revina hanya satu mobil beberapa kali.

"Fuck Nancy!! Kau menguntit ku!" Kesalku. Bagaimana bisa dia mengetahui itu semua?.

"Bukan aku. Anak buahku yang melakukannya. Mom ikut bahagia mendengarnya." katanya tertawa keras. Apa? Ibuku? Shit!.

"C'mon David. Kau menyukai gadis baru itu bukan?" Godanya. Apakah itu benar? Akupun tidak tau jawabannya.

"Omong kosong apa itu?" Sinisku. "Cepat katakan kenapa dia tidak datang hari ini"

"Wow David! Apa kau sudah merindukannya?!" Pekiknya dilebih-lebihkan. Kenapa dia suka sekali menggodaku?

"Cepat katakan dan pergi dari sini!" Bentakku. Tapi asal kalian tau, Nancy bukan orang yang takut dengan teriakan atau bentakanku.

"Revina sakit. Apakah tuan David bersedia mengunjungi gadis itu?" Tanyanya lagi dengan tersenyum menyebalkan.

"Sakit?"

"Iya. Selamat bekerja tuan David yang terhormat" katanya lalu pergi dari ruanganku dengan tawa yang pecah.

"Eh satu lagi. Hari ini kau tidak ada meeting, jadi kau bebas melepas rindu dengan gadis itu seharian" katanya langsung lari sebelum mendengarku berteriak.

Revina sakit? Kenapa? Astaga aku lupa! Revina-kan tidak bisa telat makan, dan malam tadi dia tidak makan karna menungguku!. Apa itu tidak terlalu berlebihan? Gadis manja.

Setahuku juga kemarin dia pulang dengan berjalan kaki. Jujur aku tidak tega meninggalkannya malam tadi, tapi aku ada pekerjaan lagi. Makanya aku meninggalkannya.

Aku harus meminta maaf padanya karna sudah membuatnya sakit. Eh? Meminta maaf? Dengan bawahan lagi?

Sudahlah! Aku harus membuang jauh-jauh egoku. Apa benar kata Nancy kalau aku menyukai gadis itu? Tapi aku tidak pernah mencoba apa itu yang namanya cinta.

***

Tok... tok...tok..

Aku mengetuk apartemen Revina, tapi bukan Revina yang membukanya
"Ada apa?"

"Apakah benar ini apartemen Revina?" Tanyaku pada seorang gadis blonde.

"Kau siapa? Revina lagi tidur." Ucapnya.

"Aku temannya." Kataku. "Temannya? Silahkan masuk." Katanya membukakan pintu.

"Perkenalkan aku Ariana. Kamarku ada disebelah" katanya mengulurkan tangannya padaku.
Inginku berkata 'dimanapun kamarmu, aku tidak perduli' tapi mengingat dia teman Revina jadi aku urungkan.

"Aku David"

"Astaga aku lupa! Aku titip Vivi ya! Aku ada kerjaan sekarang" katanya mengambil tasnya lalu pergi keluar apartemen. Keningku sedikit berkerut mendengar panggilan gadis itu pada Revina, Vivi? Seperti nama pantas diberikan pada burung saja.

Setelah gadis blonde itu pergi, aku langsung mencari dimana kamar Revina. Aku membuka pintu berwarna putih, semoga saja ini kamar Revina.

Benar!

Aku melihat seorang sedang meringkuk dibalik selimut tebalnya, rasa bersalah kembali menyerangku.

Aku mendekatinya, ternyata dia tertidur. Entah bisikan setan dari mana, aku tiba-tiba mengusap rambutnya pelan. Merapikan rambut yang menutupi wajahnya, bentuk wajahnya sangat bagus.

"Astaga tuan!" Pekiknya yang terbangun dari tidurnya. Aku replex menarik tanganku dari rambutnya.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanyanya. "Menjengukmu" jawabku, memang benar bukan?

"Aww.." tiba-tiba dia memegang kepalanya. "Kau kenapa?" Tanyaku.

"Sa-kit" gumamnya. Apa dia sudah makan? Kenapa dia sampai sakit kepala?

"Apa kau mau aku membawamu kerumah sakit?" Aku kasihan melihatnya yang kesakitan seperti itu. Kasihan? Bukannya biasanya aku senang bila melihat seseorang menangis karena ulahku?

"Tidak tuan" beginilah perempuan. Mereka sangat keras kepala!

"Kau harus kedokter." Kataku menggendongnya ala bridal style. Tidak peduli dia memberontak digendonganku.

"Tuan, tidak perlu" bisiknya lemah. Aku tidak memperdulikannya, badannya hangat dalam gendonganku.

***

"Bagaimana keadaannya dok?" Tanyaku setelah seorang dokter perempuan memeriksanya.

Kalaupun yang memeriksanya laki-laki, maka aku akan mencari dokter pengganti. Aku sangat membenci semua dokter laki-laki! Ingatlah.

"Maag yang dialami pasien kambuh. Ini resep obat nya, kau bisa menebusnya" kata dokter itu. Aku mengangguk lalu menghampiri Revina.

"Apa kau masih pusing?" Tanyaku

"Kenapa kau membawaku kesini. Bagaimana aku akan mengganti uangmu?" Katanya lemah. Astaga! Bahkan uangku bisa untuk membeli dokter itu kalau dia mau.

"Lupakan masalah uang. Aku sudah membayar semua biayanya!" Tegasku.

"Tapi tuan--"

"David. Jangan tuan kalau diluar kantor" Dia hendak bangun tapi langsungku tahan.

"Biar aku bantu" aku menggendongnya lagi. Asal kalian tau, aku sangat anti untuk menggendong seseorang. Apalagi bawahan.

"David, aku bisa berjalan sendiri" suara nya masih lemah. Aku benci mendengar nya!

"Diamlah!" Bentakku. Dia langsung diam menutup mulutnya, karena sifat keras kepalanya aku terpaksa harus membentakknya.

"Maaf" kataku saat dia ingin menangis. Kenapa dia sangat rapuh? Cengeng!

Setelah pulang dari dokter, Aku meminta anak buahku untuk membelikan Revina makanan untuk makan siang. Dan sekarang kami makan bersama, lebih tepatnya aku yang menyuapinya. Padahal dia tidak mau, tapi aku memaksa karena aku tau tenaganya masih lemah.

"Lepaslah kunciran kepalamu itu" ucapku yang risih melihatnya kesusahan tiduran karena rambutnya yang masih dikuncir. Aku menarik kuncir berwarna pink tersebut dengan pelan, sedangkan dia hanya diam saja ketika aku melakukannya.

"Sudah" katanya menutup mulutnya setelah beberapa sendok makan masuk kemulutnya. "Sekarang kau tidur" kataku lalu membuang sisa makanannya yang tidak habis.

"Selamat tidur" kataku sebelum pergi meninggalkan tempat ini. Sekarang sudah malam, jadi aku memutuskan untuk pulang.

Seorang pria yang membukakan pintu mobil untukku tengah menahan senyum ketika aku memasuki mobil. "Aldan, kau tidak gila kan?" Tanyaku heran.

"Tidak tuan, hanya saja kuncir pink itu nampak sempurna ditangan anda"


***

Next?

Budayakan vote sebelum membaca

My Rich Husband (R.A)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang