1. Aku Mencintainya

477 22 0
                                    

Happy reading!

"Abang! Abang bangun!" Teriak seorang gadis pada seorang pria tampan yang masih tenggelam di bawah selimut tebalnya. Gadis itu mendecak kesal, "Punya abang satu tidur kayak kebo. Nyebelin!" Akhirnya, gadis itu memilih untuk segera turun kebawah untuk menyiapkan sarapan. Mereka tinggal hanya berdua di rumah besar tersebut. Kedua orang tua mereka sudah meninggal beberapa tahun lalu karena kecelakaan. Maka tidak sulit untuknya hanya tinggal berdua dengan sang kakak.

"Pagi, sayang!" Gadis itu terkejut ketika sepasang lengan melingkar di tubuhnya dan beban menimpa bahu kanannya. Dan tidak ketinggalan, kecupan hangat mampir di pipi kanannya. Ini kebiasaan abangnya yang sulit untuk di hilangkan. Entah kapan akan hilang. Mungkin nanti jika sudah menikah.
Setiap pagi selalu begini. Dan kadang, bagi orang asing yang melihat mereka akan berpikir bahwa mereka adalah sepasang kekasih, padahal bukan.

"Pagi juga. Abang mau minum kopi atau teh? Risha buatkan." Ujar gadis itu. Sang pria menggeleng tanda menolak. Si gadis mengerutkan alisnya.

"Tumben. Abang lagi ada masalah ya di kantor?" Tanya gadis itu sembari mengusap pipi sang kakak.
"Hari ini sahabat abang mau nikah." Ujar pria itu lirih. Lalu? Kenapa terlihat sedih sekali? Ada apa dengan abangnya ini, pikir si gadis.

"Terus kenapa? Kok bukannya bahagia sahabatnya menikah, malah murung kayak habis patah hati aja." Gurau sang gadis sambil melanjutkan pekerjaannya.

"Masalahnya, perempuan yang jadi istrinya itu mantan abang, sayang! Mantan yang sampai sekarang masih belum bisa abang lupakan!" Si pria memilih menenggelamkan wajahnya di leher sang gadis. Sang gadis tertawa dengan puasnya sampai membuat si pria mendecak kesal.

"Kalian itu sudah putus tiga tahun lalu. Kenapa belum move on juga?" Tanya si gadis sambil sesekali terkekeh karena abangnya yang biasanya tegas kini terlihat lesu dan tidak bersemangat.

"Kamu tau kan bagaimana sempurnanya dia sebagai seorang gadis? Ya...abang tau dia belum bisa menyempurnakan dirinya sebagai seorang muslimah, tapi dia terlalu sempurna untuk abang lupakan gitu aja, sayang!"

"Ambil hikmahnya aja, abang sayang! Di luar sana banyak yang mengantri untuk bisa jadi pendamping hidup abang. Jangan hanya fokus pada satu titik, bisa saja ada satu titik lain yang berharap abang peka sama perasaannya."

"Lalu bagaimana denganmu? Kamu juga hanya fokus pada satu pria. Sedangkan abang tau, banyak yang suka sama kamu,"

"Itu bedanya, bang! Dulu, abang memiliki hubungan dengan kak Rosa, tapi Risha tidak. Berharap dia bisa peka sama perasaan Risha aja rasanya mustahil."

"Siapa sih yang kamu cintai hampir bertahun-tahun itu? Tolong bilang sama abang! Abang merasa tidak becus menjadi seorang kakak karena tidak mengetahui siapa pria yang di cintai oleh adiknya sendiri."

"Ehm...kita makan yuk! Nasi goreng nya sudah selesai," Gadis itu segera melepaskan lengan sang kakak dan segera menyiapkan sarapan mereka.

"Arisha Fakhra Ananta, sekali lagi abang tanya, siapa pria yang selalu membuatmu menangis setiap malam dan membuat hatimu selalu tersakiti?"

"Abang tidak perlu tau, Risha tidak mau terjadi sesuatu di antara kalian,"

"Apa abang mengenal orang itu?" Tanya si pria. Sang gadis mengangguk.

"Siapa? Hadi?" Si gadis menggeleng.
"Rakan?" Lagi, si gadis menggeleng.
"Bimo?" Kembali, gadis itu menggeleng.
"Aqmal?" Si gadis menggeleng lagi.
"Bukan Reza, kan?" Si gadis menggeleng.
"Ohhh! Rosyad?" Si gadis menggeleng untuk kesekian kalinya. Si pria menghela nafas.

"Semoga yang terakhir ini jawabanmu adalah bukan." Harap si pria. Sang gadis tersenyum.

"Ze...fin?" Si gadis diam. Tak mengangguk ataupun menggeleng sebagai jawabannya. Si pria terkejut. Ia terduduk di atas kursi dan mengacak rambutnya frustasi.

"Jadi....Zefin yang membuatmu selalu menangis, hah?" Tanya si pria. Sang gadis hanya diam tidak menjawab.

"Ya Allah! Aku merasa tidak becus menjadi kakak untukmu. Kenapa selama ini aku tidak peka dengan perasaan adikku yang memiliki perasaan dengan sahabatku sendiri..." Si pria mengacak rambutnya. Sang gadis menyentuh kedua tangan si pria lalu mengusapnya.

"Ini salah Risha, abang! Risha yang tidak bisa menahan perasaan Risha padanya. Padahal Risha tau, dia memiliki seorang kekasih. Risha yang harusnya minta maaf sama abang...hiks..." Gadis itu terisak. Sang pria merasa bersalah. Sekarang, ia yang membuat adiknya menangis ia tarik Arisha ke pelukannya.

"Kamu tidak salah mencintai Zefin, sayang. Zefin yang salah. Harusnya dia sadar, bahwa ada gadis yang tulus mencintainya. Dia di butakan cintanya sampai tidak sadar bahwa kekasih yang selama ini ia banggakan di hadapan semua orang adalah manusia licik, egois, dan matrelialistis."

"Tapi dia bahagia dengan kekasihnya, bang. Risha tidak mungkin bisa menjadi bagian terpenting dalam hidupnya karena kekasihnya lebih segalanya dari Risha."

"Risha, cantik fisik itu sudah terlalu pasaran. Orang seperti Zefin membutuhkan seorang gadis yang cantik luar dan dalam. Dan itu hanya kamu. Abang janji, sayang, abang akan bantu kamu semaksimal mungkin. Karena apa?"

"Karena Risha adek kesayangan abang dan yang paling cantik." Si gadis mengedip-ngedipkan kedua matanya. Sang pria tertawa lalu mencubit gemas puncak hidung sang gadis. Sang gadis mengerucutkan bibirnya sambil mengusap hidungnya yang memerah.

"Terus karena apa?"

"Salah satunya memang karena kamu adek abang. Tapi ada lagi satu alasannya. Dan itu adalah alasan utamanya. Mau tau?"

"Iya dong! Abang ngak boleh rahasia-rahasiaan sama Risha!"

"Mendekatlah," Si gadis mendekatkan telinganya pada sang kakak.

"......."

"APA?! Abang bohong kan?! Abang pasti bercanda. Ini bukan april mop loh, abang! Risha jangan di kerjain dong!"

"Abang tidak berbohong. Abang berani bersumpah bahwa itu kebenaran. Abang tidak mungkin menyembunyikan apapun pada adek abang yang cantik ini."

"Tapi apa dia setuju nanti?"

"InsyaAllah. Keluarganya yang akan meyakinkannya."

"Tapi kekasihnya..."

"Keluarganya sudah lama tidak menyukai kekasihnya itu. Jadi, mudah saja bagi keluarganya untuk menjauhkan perempuan itu dari Zefin."

"Risha takut, abang..."

"Semua pasti baik-baik aja, sayang! Percayalah." Keduanya pun saling berpelukan erat.

"Karena abang harus menjalankan amanah papa dan mama untuk menjodohkanmu dengan Zefin."

Bersambung

Alhamdulillah selesai juga chapter satunya! Ayo di vote ya! Udah gak author private loh setiap chapter di lapak cerita author. Hehehe.

Salam,
AnnisaTauhid

Salam,
Zefin-Arisha

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang