Selamat membaca!
Husein menggendong Hafsah kemanapun bocah itu ingin pergi. Hari ini adalah hari pernikahan Hasan dan Wardah. Semua orang sibuk dengan urusan mereka. Hafsah tidak ada yang menjaga, maka dari itu ia yang menjaganya.
"Kak Waldah cantik ya, bang?" Ucap Hafsah sambil memakan kue yang tadi di ambil oleh Husein.
"Iya. Nanti kalau Hafsah sudah besar, Hafsah juga akan pakai gaun itu. Hafsah akan terlihat lebih cantik." Puji Husein sambil mencium pipi Hafsah.
"Yang jadi bang Hasan ciapa, bang?"
"Hah? Maksud adek apa?"
"Kalau kak Waldah kan cama bang Hasan, kalau Afcah cama ciapa?"
"Siapapun yang mau menjadi bang Hasan untuk Hafsah,"
"Kalau bang Aldi boleh?" Tanya Hafsah dengan wajah polosnya.
"Ardi?! Astagfirullah! Sayang, bang Ardi itu sudah besar. Seumuran abang, sayang. Yang ada kalau nikah sama Hafsah, dia sudah tua."
"Tua? Kayak ayah?"
"Iya, kayak ayah."
"Tapi, ayah anteng, bang. Gak papa, kok. Bang Aldi pasti anteng uga." Ucap Hafsah tanpa dosa."Husein!" Seseorang tiba-tiba menepuk bahu Husein, membuat pria itu sedikit terkejut.
"Ardi?!"
"Bang Aldi!!" Seru Hafsah senang."Respon lo kayak gak suka gue di sini, Sen. Hai, sayang! Ayo, ikut abang yuk!" Ardi mengambil alih Hafsah dari gendongan Husein.
"Abang, nanti kalau Afcah udah becal, Afcah mau kayak bang Hasan sama kak Waldah."
"Oh ya?!"
"Iya, bang! Nanti, Afcah jadi kak Waldah, bang Aldi jadi bang Hasan. Oce?"
"Hafsah mau jadi istri abang?" Tanya Ardi. Dengan semangat Hafsah mengangguk. Husein terbengong melihat interaksi sahabat dan adiknya itu."Iya. Boleh kan? Bang Husein bilang gak boleh...."
"Boleh, kok. Abang suka kalau Hafsah jadi istri abang."
"Benelan?!"
"Iyaaaa...""Ardi! Lo apaan sih!"
"Udah, Sen, iyain aja." Ucap Ardi. Husein menghela nafas, setelah itu ia pergi meninggalkan keduanya. Selama melangkah, pikiran Husein entah ada dimana hingga ia menabrak tubuh mungil seorang gadis yang berjalan di dekatnya. Untung saja ia bisa menyeimbangkan tubuhnya dan meraih tubuh gadis itu agar tidak terjatuh akibat ulahnya. Kedua mata mereka saling bertatapan. Tak ada satupun yang ingin memutus tautan tersebut."Astagfirullah!" Gadis itu dengan cepat tersadar dan menegakkan tubuhnya.
"Maaf, maafkan saya..." Ucap gadis itu.
"Harusnya saya yang minta maaf. Maaf karena saya tidak memperhatikanmu berjalan tadi.""Saya juga minta maaf karena tidak menghindar." Ucap gadis itu sambil menunduk.
"Namamu siapa? Apa kau sahabat Wardah?"
"Nama saya Syifa. Iya, saya sahabat Wardah.""Syifa!" Suara Wardah terdengar di belakangnya, membuatnya dengan cepat menoleh. Ia melihat kakak dan iparnya berjalan menghampirinya dan Syifa.
"Assalamu'alaikum, Wardah. Maaf ya kalau aku terlambat." Ucap Syifa sambil memeluk Wardah.
"Wa'alaikumsalam. Iya, gak apa-apa, Syifa.""Kamu kenal Syifa, Sen?" Tanya Hasan pada Husein.
"Baru aja ketemu. Tadi ketabrak. Gue minta maaf. Sekalian aja dah gue nanya nama. Cantik euy!" Bisik Husein pada Hasan."Dia gadis baik, Sen. Jangan kamu permainkan."
"Kali ini tidak, bang. Percaya padaku."🍃🍃
Husein menatap rumah sederhana di depannya. Ia menatap kearah sampingnya, dimana Zefin dan Arisha berdiri.
"Ini rumah calon kamu, nak?" Tanya Arisha sambil menatap Husein.
"Iya, bun. Bun, Husein gugup, bun..." Husein menggenggam tangan Arisha. Arisha tersenyum dan membalas genggaman tangan Husein.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
RomanceMendapatkan hatimu itu, tidak segampang seperti di novel roman yang sering kubaca. Tak segampang seperti mengambil benda yang berada di sampingku. Kau dekat denganku seperti urat nadi, tapi jauh seperti bintang, sulit untuk kugapai.