Extra Part 1

274 7 0
                                    

Selamat membaca!

20 tahun kemudian,

Hasan-Husein: 21 tahun
Keyra: 20 tahun
Wardah (Rosyad-Nur): 19 tahun
Hafsah (Zefin-Arisha): 5 tahun
Daren (Firza-Fatiya): 17 tahun

Zefin, Firza, Rosyad: 52 tahun
Arisha, Fatiya, Nur: 46 tahun

"Abang, bangun...." Tangan mungil putri bungsu Zefin dan Arisha itu 'membelai' wajah tampan kakaknya yang sedang terlelap.

"Hafsah...abang butuh tidur, sayang..." Hasan merubah posisi tidurnya jadi membelakangi Hafsah.

"Gak mau.... Abang halus bangun...." Tak pantang menyerah Hafsah mengguncang tubuh besar Hasan. Hasan tak berkutik. Dia sudah kembali terlelap di dalam tidurnya akibat kelelahan bekerja.

"Sayang, abangnya jangan di bangunin... Kasihan abang, dia capek." Seorang gadis muda bercadar meraih tubuh gembul Hafsah kedalam gendongannya.

"Kak Waldah, Afcah mau main cama abang...."

"Main sama kak Wardah aja ya? Abang kan baru pulang dari luar negeri karena mengurus perusahaan. Abang pasti capek. Main sama kakak ya?" Bujuk Wardah.

"Iyaaaa...." Wardah dan Hafsah berjalan keluar dari kamar Hasan.

"Loh? Abangnya mana, dek? Kok jadi sama kak Wardah? Sini sama ayah ya?" Zefin ingin meraih Hafsah dari gendongan Wardah, tapi bocah manis itu malah memeluk leher Wardah dengan erat.

"Enggak mau! Mau sama kak Waldah aja. Ayah cama bunda aja cana!" Usir Hafsah dengan bahasa cadelnya.

"Ehhh?!" Zefin salah tingkah.

"Hafsah gak boleh gitu sama ayah ya? Om, Wardah ajak Hafsah jalan-jalan ke taman kota ya?" Izin Wardah pada Zefin.

"Mau di antar supir, nak?" Tanya Zefin sambil mengusap kepala Hafsah dengan lembut.
"Enggak, om. Lagian deket kok, jalan kaki juga bisa."

"Diantar Daren aja, mau?"
"Gak perlu, om. Daren pasti sibuk belajar, sebentar lagi kan dia ujian. Lagipula, jalan kaki kan sehat om hehehe. Kami pergi ya, om, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Hati-hati ya! Hafsah jangan ngerepotin kak Wardah ya!"
"Oce, yah!"

Tak lama setelah Wardah dan Hafsah pergi, Arisha datang menghampiri Zefin.

"Kenapa, yah?" Tanya Arisha.
"Hafsah ke taman kota sama Wardah. Hasan masih molor di kamar."

"Biarin aja lah. Kasihan, baru juga pulang dari Korsel dia, pasti capek banget. Si Husein mana?"

"Husein sama Keyra lagi keluar. Ada yang mau di beli kayaknya tadi."
"Ohhh..."

Di taman kota,
"Kak Waldah, Afcah mau es klim." Tunjuk Hafsah pada gerobak es krim yang ada di taman.
"Ayo kita beli es krim!" Wardah dan Hafsah mendekati gerobak es krim tersebut.

"Pak, es krim vanila dua ya?" Ucap Wardah pada penjual es krim tersebut.
"Baik, neng." Penjual es tersebut segera membuatkan es krim pesanan Arisha.

"Teroris bisa makan juga ya?" Tiba-tiba sebuah suara terdengar di sebelah Wardah. Seorang gadis berpakaian mini berdiri di samping Wardah dengan wajah sinis menatap Wardah. Bagi Wardah, tatapan itu sudah biasa ia dapatkan. Begitu juga dengan Nur, bundanya. Sejak umur 18 tahun ia memutuskan untuk menutup setengah wajahnya dengan secarik kain yang biasanya di sebut cadar. Bunda dan ayahnya merasa senang saat itu mendengar keinginannya untuk bercadar. Begitu juga dengan sahabat-sahabat ayahnya yang lain. Satu tahun penuh dengan cemooh orang yang sering mengatainya teroris dan semacamnya.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang