7. Wedding

307 14 0
                                    

Happy reading!

"Eh, anjir! Gugup gua!" Adu Rosyad pada kedua sahabatnya.
"Yaelah lu! Lu bukan bujang lagi, monyet! Gugup kayak anak SD mau maju ke depan kelas aja! Ayo!" Zefin dan Fano segera membawa Rosyad menuju ke depan pintu rumah sederhana tersebut.

Tok tok tok
Fano mengetuk pintu tersebut karena Rosyad tidak juga mengetuknya.
"Assalamu'alaikum." Salam Fano dan Zefin.
"Fano lo!"

Cklek.
"Wa'alaikumsalam... Kak Rosyad?" Terlihat sekali keterkejutan di mata gadis bercadar tersebut. Gadis itu cepat-cepat menundukkan kepalanya kerena ada ketiga pria tampan di depan rumahnya.

"Ayo masuk! Biar di panggilkan abi sama umi." Ucap gadis tersebut. Fank dan Zefin kembali 'menggeret' Rosyad masuk kedalam rumah sederhana tersebut.

Rosyad harap-harap cemas menunggu kedatangan seorang pria yang berstatus sebagai ayah dari gadis bercadar tadi.

"Ini di minum dulu," Seorang wanita paruh baya berkerudung panjang datang memberikan empat cangkir teh.

"Terima kasih, bu,"

"Assalamu'alaikum, om." Salam ketiganya ketika seorang pria paruh baya datang dan duduk di sofa single yang ada di sana.
"Wa'alaikumsalam. Ada urusan apa kalian kesini?" Suara dingin pria itu membuat nyali Rosyad sempat ciut. Tapi ini demi cintanya. Ia tidak bisa lagi menahan perasaannya.

"Om, perkenalkan, nama saya Ulul Rosyad Ramadhan. Dan ini kedua sahabat saya. Zefin dan Fano. Kedatangan kami kesini ingin...melamar anak om yang namanya... Nur Amalia Ramadhani untuk saya."

"Ohh...kamu Rosyad Rosyad itu."

Rosyad, Fano, dan Zefin saling bertukar pandangan.

"Om...kenal sama saya?" Tanya Rosyad.

"Nur sering menceritakan kamu pada umi nya, dan saya sering mendengarnya."

"Oh, iya, om. Jadi, bagaimana?"

"Punya apa kamu jadi berani lamar anak saya?" Tanya ayah Nur.

"Saya memang bukan ustadz, bukan qari', bukan tahfizd tiga puluh juz. Tapi InsyaAllah, saya akan menghafal Al-Qur'an bersama anak om dan membimbingnya menjadi istri dan ibu yang baik."

"Anak saya sudah baik. Untuk apa lagi di bimbing?"

"Saya sadar om, anak om bahkan lebih baik dari saya, tapi semua manusia tidak luput dari kesalahan. Manusia yang sempurna hanya Rasulullah, kekasih kita. Bukan saya berpikir bahwa anak om buruk, hanya saja, anak om tetaplah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Dan jika nanti saya menjadi suami dari anak om, berarti itu jadi tanggung jawab saya untuk membimbing anak om menuju jalan yang lebih baik."

Rosyad bingung, kenapa dia bisa mengucapkan kalimat tersebut. Dan itu jauh dari skenario yang ia buat untuk meyakinkan orang tua Nur.

"Kamu yakin anak saya menerima lamaranmu?"
"InsyaAllah saya yakin."

"Umi, Nur, sini!" Kedua orang perempuan berbeda umur datang dan duduk di sofa yang lain.

"Nur, kamu tentu kenal dengan salah satu pria ini kan?" Nur mengangguk.
"Dia kesini mau lamar kamu. Kamu dengar kan tadi?"
"Iya, abi."
"Kamu terima lamarannya?" Tanya ayah Nur. Nur diam. Tapi pipinya bersemu merah di balik cadarnya.

"Abi tanya sekali lagi, kamu terima lamaran pria ini?"
"......"

💕💕💕

"Gimana lamarannya? Di terima?" Tanya Fatiya dan Arisha yang menyambut kedatangan Fano, Zefin, dan Rosyad.
"Besok balik lagi kesana untuk lamaran resmi." Ucap Zefin.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang