Beni berjalan maju dengan tenang, menyabetkan tangannya ke udara. Sebuah tongkat yang mirip dengan Dea muncul di genggamannya. Dea memukulkan miliknya dan tongkat mereka beradu seperti pedang.
"Lama tak berjumpa my dear..." bisik Dea.
Bibir Beni tertahan, seperti ia ingin mengucap sesuatu.
Dea sedikit bingung dengan wajah Beni, merasa sebal ia menjegal kakinya tapi Beni berhasil mengelak dan mengambil kesempatan memukulkan tongkatnya balik. Dea meloncat ke samping menghindarinya. Tongkat Beni terus bergerak. Ujungnya yang runcing menyambar wajah Dea, tepat di ujung matanya ia berhasil merundukkan kepalanya ke belakang menempel tembok. Angin kencang berhembus dari ayunan tongkatnya. Ia sampai menutup matanya dan saat matanya sedikit terbuka tongkat itu bergerak ingin menusuknya.
Noa langsung berlari memukulkan tongkat yang dibawanya itu pada Beni. Spontan ia menarik tongkatnya menahan pukulan Noa ke tubuhnya. Angin behembus lebih kencang dari sebelumnya. Dengan susah payah Beni menahan tongkat hitam yang tepat di depan wajahnya itu. Sebelah kakinya sampai terdorong mundur.
"Tongkat yang luar biasa," Seila megintip dari balik tangan.
Rafi menarik tubuh Dea ke arahnya dan Noa melompat mundur.
"Kak Ben, kau mneyerang kak Dea waupun dia tunangan kakak?"
"Noa, dia bukan tunanganku lagi, semenjak dia bergabung dengan orang itu," tatapan Beni tak lepas dari Dea yang juga menatapnya dengan marah.
"Kakak masih saja tak percaya dengan perkataan kami? Raja dan orang..."
"Sai! Dia ayah kami, dan sudah kubilang tak mungkin dia membunuh bangsanya sendiri. Bukti yang ada tertuju pada orang itu dan kalian malah membelanya dan memusui bangsamu sendiri." seru Seila maju.
"Bukti bisa dimanipulasikan?" ujar Rafi, "yah, kami belum bisa membenarkan sikap orang yang kau maksud karena bukti yang sesungguhnya disembunyikan dengan sempurna oleh ayah kalian dan mantan teman-nya. Aku tak menyalahkan kalian yang setia dan patuh pada mereka, karena tak mungkin kalian menentang ayah sendiri."
"Tentu saja kami melakukan apa yang disuruhnya karena kalianlah yang melakukan kesalahan besar itu dan aku tak bisa memaafkan ulah kalian yang membuat ibuku tertidur," ekspresi wajah Seila berubah.
Mereka semua terdiam sejenak.
"Sekarang serahkan benda itu pada kami," ujar Beni kemudian.
"Menyerahkannya? Untuk apa? benda ini bukan milik kalian, sudah sepantasnya kami ambil kembali, nona Seila," senyum Rafi yang sebenarnya badannya merasa kesakitan.
"Benda itu bukan milik kalian lagi sejak kalian membuangnya."
"Oh, untuk itu, kami sebenarnya tak membuangnya, ya... karena kecerobohan salah satu dari kami benda ini terbawa arus laut jadi kami berterimakasih kalian telah menemukannya. Kami tak perlu repot-repot mencarinya. Ku taukan laut ini luasnya seberapa? Jadi..." Rafi yang tangannya sudah menggenggam sesuatu di belakang punggungnya melemparkannya ke dua orang yang berdiri enam meter di hadapannya, "ini hadiah dariku."
Sebuah bola kecil meletup di lantai menyeruakkan asap pink. Mirip bom asap, asap yang membuat orang disekitarnya tak bisa bernafas. Beni dan Seila spontan memegang hidung mereka dan mundur, berusaha keluar dari asap yang membuat mereka seperti sesak nafas. Rafi dan yang lain mengambil kesempatan itu untuk kabur. Sayang mereka harus mencari jalan keluar lain.
Asap itu melebar luas sampai Beni dan Seila harus mundur sejauh mungkin. Nafas mereka langsung tersenggal-senggal setelah keluar dari asap itu.
"Kurasa mereka kabur, kita harus mencari jalan lain untuk menangkap mereka," ujar Beni.
KAMU SEDANG MEMBACA
JERUJI BAWAH LAUT (masa rehat)
FantasyJeruji bawah laut menyimpan rahasia para duyung yang menguasai lautan. Rahasia dibalik banyaknya kematian para duyung. Entah mengapa ada suatu kelompok yang ingin membebaskan orang yang tinggal di dalam jeruji. Hal ini membuat Raja duyung marah dan...