13. Surat Edaran

9 2 0
                                    


Sepatu but dengan hak tinggi melangkah dengan anggunnnya di pelataran rumah dan berhenti di depan sebuah pagar. Seorang lelaki yang yang mengikutinya membawa beberapa amlop berhenti di sampingnya.

Naola memperhatikan rumah itu, “Ko, benar ini rumahnya?”

“Ya, seperti yang tertera di amlop, ini rumah Pohan Same.”

Seorang lelaki keluar dari rumah memakai sandalnya, “Saaaaaan! Cepetan! Mataharinya keburu tenggelam!” teriaknya.

Melihat dua orang asing berdiri di pagar joni mendekati mereka, “cari siapa ya?”

“Kau tinggal di sini?” tanyanya balik.

“Bukan, tapi aku bisa memanggilkan orang yang kalian cari.”

“Panggilkan Pohan Same.”

“Pohan? Tak ada nama orang Pohan disini. Adanya Heri, istrinya tante Fina dan keponakan mereka Sandia. Hanya tiga orang itu yang tinggal disini.”

Wanita itu menoleh ke Koya, “ katamu ini rumahnya.”

Ia mengecek sekali lagi, “tapi di amlop tertulis begitu.”

“Tante salah alamat, mungkin orang yang nulis lagi ngantuk.”

“Hei bocah! Aku bukan tantemu!”

“Ah, oke.. kakak?”

Wanita itu terdiam dengan wajah puas dengan gayanya yang sombong. Bagi Joni ia terlihat wanita berusia tiga puluhan. Menyenangkan hati wanita itu lebih diutamakan daripada berkata jujur. Joni mendapat pelajaran baru.

Tak lama kemudian San keluar membawa ransel.

“San! Kenal Pohan Same gak!?”

Yang ditanyai bingung mendengar nama aneh itu ditelinganya. Dua tahun tinggal di rumah tantenya tak ada orang yang memiliki nama itu. San tak langsung menjawab dan menghampiri mereka.

“Maaf saya gak kenal dengan nama itu.”

“Benarkah? Hmm.”

Laki-laki di sebelah Naola berbisik ke padanya membuat mereka curiga.

“Kalau begitu panggil pemilik rumah ini!”

“Ah, baiklah.” San membukakan pagar. "Silakan masuk.”

Mereka masuk mengikuti dua orang yang mengamati sekitar rumah.

“Ini tante gak ada sopan-sopannya, malah nyuruh-nyuruh penghuninya,” bisik Joni.

“Bisa denger nanti mereka.”

“Biar ngerti sekalian.”

Begitu masuk rumah mereka langsung duduk tanpa disuruh, membuat Joni melirik tak habis pikir. San yang ingin memanggil pamannya berhenti karena Heri langsung keluar dari dalam rumah setelah mengurusi umari yang akhirnya mau lepas.

“Kalian berdua bisa pergi sekarang,” ucap Heri pada keponakannya.

San berjalan mendorong Joni keluar.

“Heh, apa nama asli om Heri itu Pohan? Sepertinya ia mengenali dua orang tadi,” Joni turun dari teras.

“Taulah, mungkin saja.”

“Tapi kenapa dia mengganti namanya, Pohan Same, bukannya itu sedikit unik?”

“Bagimu unik tapi bagi orang lain aneh,” San menarik sepedanya yang disandarkan ke pagar, “ayo buruan, Rizy ngamuk kalok kita telat.”

Mereka mengayuh sepeda ke pantai tempat Rizy menunggu untuk membuat video dokumenter tentang surfing. Sedang Heri duduk di ruang tamu menerima sebuah surat edaran. Surat yang melarangnya berinteraksi dengan dengan orang-orang yang tertera di dalam surat.

JERUJI BAWAH LAUT (masa rehat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang