11. Misi Gagal

16 2 0
                                    


Anemon laut yang berbentuk bulat bersinar menghiasi sebuah ruangan dengan pintu yang terbuat dari bebatuan karang. Layaknya lampu yang menerangi ruangan itu. Seorang duyung tergolek dengan tangan terkulai. Rambut yang berantakan menutupi wajahnya. Tubuhnya penuh dihiasi lebam dan goresan. Sisik ekor yang terlepas bertaburan disekitarnya seperti berlian, berlian yang terguyur cairan merah. Hanya nafas yang masih terdengar berderu, pertanda dia masih hidup.

Ia tersenyum ketika menyadari siapa yang datang berkunjung. Bukan senyuman menyapa, lebih terlihat seperti keputusasaan. Matanya terbuka dibalik celah rambut kecoklatan. Sorotnya langsung tertuju pada duyung yang berdiri tak jauh darinya.

"Kau, sedang apa disini? Bukanya kau harus menangkap orang-orang itu?" ujarnya lemah. Ia sama sekali tak bergerak dari pembaringannya di tanah.

"Aaaa, kau ingin menjengukku dulu ya? memastikan aku sudah mati atau belum? Ha?" senyumnya berubah sinis, "kau bisa lihat sendiri, aku hampir mati, jadi... tak perlu repot datang kemari, kau hanya akan mengotori tubuhmu, Dai Suhan."

"Aku bukan datang untuk melihatmu, tapi untuk mengkompromikan sesuatu."

"Hei, hei, kompromi katamu? Kau salah pilih kata, IN-TE-RO-GA-SI, begitu yang betul. Dasar payah," nafasnya tersenggal, ia berhenti untuk mengambil nafas dalam, "pakai kata-kata yang seharusnya kau pakai, aku akan salam paham jika kau tak berkata yang seharusnya. Katakan 'aku akan mengintrogasimu dan jika kau tak berkata sebenarnya aku tak akan segan menghajarmu' begitu, coba katakan aku akan mendektemu, ayo."

"Bocah ini malah ngoceh, hei! bangun dan bersikaplah yang sopan!" Palo berusaha mendekat menariknya.

Tangan Dai bergerak menghalangi, "biarkan."

Palo mundur dengan tenang dan Dai mendekat perlahan. Ia sedikit merendahkan tubuhnya.

"Kau sudah makan?"

"Makan? Apa bagimu aku pantas makan?"

"Belum ya?" Dai menengok ke belakang, "Palo, bawa makanan kemari."

"Tapi dia..."

Dai langsung memalingkan wajahnya.

"Baik, aku akan segera membawanya," ia mundur keluar dari tempat itu menuju dapur kerajaan.

"Kau ingin menyogokku dengan makan? Wah, sungguh hebat. Membiarkan aku kelaparan... setelah menyiksaku, lalu menawarkan makan agar aku buka mulut? Taktik yang bagus. Tak bisakah kalian langsung membunuhku saja? Aku sudah lelah."

"Jangan bicara seperti itu dengan suaramu yang lemah. Kau perlu energi sebelum kita bicara."

"Apa penyataanku sebelumnya belum kau dengar?"

"Aku ingin mendengarnya langsung dari mulutmu."

"Hah! aku tau, karena kalian tak mendapat jawaban yang kalian inginkan, dia menyuruhmu untuk ganti mengintrogasiku. Jadi cobalah tanya, aku akan berusaha menjawabnya ulang."

"Kau harus makan dulu."

"Tidak, aku tak akan makan dan merubah apa yang sudah kukatakan."

"Kau selalu keras kepala."

"Jika sudah tau, keluarlah dan kembali ke tempat seharusnya kau bertugas."

"Raja memerintahkanu untuk bertugas disini."

"Orang itu? ah, jadi benar. Orang itu menyuruhmu untuk mengubah pemikirankukan?"

"Emo! katakan Raja, bukan orang itu."

"Aku tak pernah menganggapnya Rajaku setelah Emi kalian bunuh," suara dan matanya menajam saat mengucap nama itu.

"Kau masih menganggap kami yang memubunuh adikmu?"

JERUJI BAWAH LAUT (masa rehat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang